Beberapa jam sebelumnya ...."Ada yang berubah dengan Bela."Nial berujar pada Jerry saat mereka keluar dari kantor dan berkendara pulang."Apanya yang berubah?"Jerry yang duduk di samping Nial, di balik kemudinya membelokkan mobil ke arah jalan raya."Kamu tahu 'kan dia itu suka membantah, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang 'iya, baiklah.'""Sejak kapan?"Nial memejamkan matanya sejenak sebelum kembali melihat mobil yang membelah kabut petang."Sejak aku mengajaknya pergi ke Rusia.""Apa yang Pak Nial katakan padanya?""Aku bilang pernah ke sana bersama Catherine di bulan-bulan awal tahun."Jerry mendengus kesal saat menghentikan mobilnya di perempatan yang menunjuk pada lampu merah."Itu pasti melukainya, Pak Nial.""Itu melukainya?""Tentu saja.""Tapi, Bela bilang Catherine tetap bisa hidup dalam hatiku."Jerry mendengus kesal lagi saat ia kembali meneruskan laju mobil. Sekilas memandang Nial yang sangat bodoh menurutnya.'Benar kata pepatah, sejenius apapun seseorang dia aka
...."Auh! Silaunya."Suara bariton seksi Nial terdengar ketika ia membuka matanya saat merasakan sinar matahari yang menyelinap masuk dari celah kelambu di kamarnya. Tapi seperti tahu ia sedang merasa silau, tangan seseorang telah merapatkan kembali kelambu sehingga mata Nial kembali dibuat nyaman.Ada yang aneh dengan keningnya. Ia merasa ada yang diletakkan di atasnya. Benar saja, itu adalah kompres.Membutuhkan waktu beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa perempuan yang sangat cantik yang datang dari arah jendela itu adalah Bela.Ia tampak khawatir saat Nial bangun dan tidak sadar dengan apa yang terjadi padanya semalaman."Sudah bangun?" sapanya lembut lalu duduk di tepi ranjang, di samping Nial."Benda apa ini yang kamu letakkan di atas kepalaku?""Kompres, Mas semalam demam. Hampir tiga puluh sembilan derajat."Bela mengambilnya menjauh dari Nial dan meletakkannya di atas nakas."Benarkah? Apa yang terjadi denganku? Apa aku mengigau?"Nial bangkit, memijit keningnya yang
Nial bergegas menjemput Bela dengan diantar Jerry saat mendapat pesan dari Handoko kalau Sasti, ibunya Bela kembali memasuki masa kritis setelah kondisinya drop.Ia berjalan untuk mencari Bela setelah anak itu tidak mengangkat panggilannya. Tapi ia justru disuguhi pemandangan Niko yang bertabrakan dengan Bela, meraih wajahnya dan memberikan tatapan yang seteduh pohon pinus."Niko!"Ia memanggil Niko karena sepertinya ia tidak mendengar peetanyaannya sebelumnya."Mas Nial?"Bela dengan cepat melepas tangan Niko dari wajahnya."Ke sini!"Nial mengulurkan tangannya memberi isyarat pada Bela untuk mendekat. Karena tidak ingin memperburuk kondisi hati Nial yang sudah pasti kesal karena Niko menyentuhnya, Bela dengan cepat mengambil langkah dan menyambut tangan Nial.Garis dagu Niko menegang melihat bagaimana patuhnya Bela pada Nial."Kamu sudah mendapat pesan dari Ayah?"Bela mengangguk menjawab Nial. Yang segera menarik tangannya agar pergi dari sana. Bela tahu saat ini ia pasti sedang m
Tiga menit sebelum insiden ....Nial merasa ia terus saja menuruti Bela akhir-akhir ini. Ia juga merasa bahwa Bela lebih mendominasi ketimbang dirinya.'Pusing,' ucapnya dalam hati. Ia sudah bisa melihat mobilnya yang parkir di sebelah motor sport. Ia baru tahu kalau itu adalah motor milik Niko.Karena anak itu muncul dengan wajah kesal dari arah koridor lain. Bertambah kesal saat melihat Nial."Apa yang kamu lakukan di sini?" Nial bertanya sambil mendekat padanya."Kenapa? Ini tempat umum.""Apa begini caramu bicara dengan orang lain?"Niko tertawa, ia menjauh dari motornya dan menyunggingkan sebuah seringai."Lihat dirimu dulu, Nial! Bagaimana caramu bicara dengan Bela!""Kenapa memangnya? Aku benci mengatakan ini, tapi hiduplah di dunia nyata! Jangan hidup dalam fantasi dengan istri orang!"Niko menggertakkan gigi-giginya saat kalimat Nial telah berhasil memprovokasinya."Tutup mulutmu, Nial! Jangan bicara lagi!""Sudah kubilang Bela milikku, jadi berhenti mengejarnya! Pulanglah!"
***Saat memasuki ruang ganti, Bela dapat melihat Nial sedang memakai kemeja yang tadi sudah ia siapkan."Makanlah dulu sebelum berangkat!" ucap Bela saat ia mendekat dan meraih dasi dari tangan Nial dan mengalungkannya ke leher di mana ia bisa mencium bau parfum yang harum dari sana.Nial sedikit membungkukkan badan saat Bela memakaikan dasi untuknya."Mau mencoba menarik perhatianku?"Bela tersenyum. "Mungkin."Nial memandang dagu Bela yang kecil. Semua yang ada pada dirinya tampak cantik, seperti disengaja oleh Tuhan agar ia mudah dipeluk oleh tangan besarnya."Kamu membuatkanku sarapan?"Bela mengangguk. Ia selesai memasangkan dasi untuk Nial yang kembali menegakkan punggungnya."Flu-nya sudah sembuh?""Lumayan, aku akan pulang cepat hari ini. Kamu pulang jam berapa? Aku akan menjemputmu.""Sungguh?""Iya.""Nanti aku akan mengirim pesan."Nial mengangguk. Ia masih memandang Bela, ia tahu ada yang ingin disampaikannya tapi ia ragu."Kenapa?"Nial menyentuh dagu kecil Bela."Eyes
Bela tersenyum saat membaca pesan dari Nial yang mengatakan dia akan menjemputnya sebentar lagi. Ia keluar dari kelas terakhirnya dan berjumpa dengan Niko yang memang tampak menunggunya. "Bela.""Kak Niko?"Bela dapat melihat bekas memar di wajah Niko yang ia dapat dari pertengkarannya dengan Nial semalam."Maaf untuk yang tadi malam, Bel.""Yang mana?""Yang memperlakukanmu seperti barang."Bela mengangguk. "Sudahlah! Nggak apa-apa.""Nial nggak melakukan sesuatu yang buruk padamu?""Nggak. Kak Niko mau pulang? Aku duluan ya!"Bela lebih dulu berjalan meninggalkan Niko tapi dengan cepat ia berhenti saat pergelangan tangan kirinya ditahan.Bela tidak tahu harus bersikap bagaimana karena banyak mata yang menyaksikan mereka. Sementara semua orang tahu Bela sudah menikah."Nggak ada kesempatan untukku masuk? Sama sekali?""Kak Niko sudah tahu jawabannya, maaf."Ia melanjutkan langkah setelah menarik tangannya dari Niko. "Bela!"'Tidak! Jangan menoleh, Bela!'"Bela!"Tidak ada jawaban
'Sangat cantik!'Nial tidak pernah melihat seseorang akan secantik itu bahkan hanya dengan diam berdiri di sana.Bela. Hanya Bela yang bisa membuat detak jantungnya berantakan. Ia tidak bisa menahan dirinya lebih lama.Bela hanya berdiri kaku saat berjalan keluar dari ruang ganti. Ia tersenyum saat melihat wajah terpukau Nial. Berpikir apakah ini bagus untuknya ataukah tidak sama sekali?Tapi sebelum ia sempat bertanya, ia terkejut. Karena Nial bangkit dan merengkuh pinggangnya dan mengecup bibirnya."Waaa!"Beberapa staf tampak tidak siap dengan tindakan tiba-tiba Nial. Bela juga sama. Ia merasakan bibirnya yang tertaut dengan erat dengan bibir Nial. Terkejut, bertanya-tanya dalan hati kenapa Nial menciumnya seperti ini bahkan saat banyak pasang mata yang menyaksikan mereka."Mas Nial?"Bela memandangnya yang baru saja menarik bibirnya pergi. "Sangat cantik."Akhirnya Nial mengatakannya.Bela menggigit bibirnya sekilas. Nial tidak pernah memujinya tapi sekali ia memuji itu tidak b
...."Ibuk."Bela masuk ke dalam rumah saat melihat ibunya yang duduk di ruang tamu dengan ayahnya. Tampak memang sengaja menunggunya datang."Kamu datang? Di mana Nial?"Ada di luar, sebentar lagi masuk."Bela sekilas melihat ke luar.Nial memang ada di sana bersama dengan Jerry yang menyerahkan beberapa paper bag padanya. Berisi pakaian yang tadi dibelinya sebelum pulang. Makanan ringan, cake dan juga suplemen kesehatan untuk Sasti dan jaga Handoko.Nial masuk dengan menentengnya di tangan kanannya. Tapi sebelum itu, Jerry lebih dulu menahan lengannya."Pak Nial!""Apa?" tanya Nial kesal.Jerry berbisik, "Jangan pakai pengaman! Aku mau lihat keponakan yang lucu!""Sial! Pergi sana!"Jerry terkekeh saat melihat wajah kesal Nial yang merah padam. "Aku bawa mobilnya. Besok akan aku jemput. Selamat malam!"Jerry menundukkan kepalanya sekilas sebelum menghilang dari pandangan Nial.Nial lalu masuk dan tersenyum melihat Sasti dan Handoko."Mamah sudah baikan?" Nial menyalaminya, lalu Han