Tangannya sudah membeku dan Ayesha masih enggan berjingkat. Hilbram membujuknya sekali lagi agar istrinya itu mau balik ke hotel. Karena suhu udara sudah semakin turun, bertambah angka minusnya.“Besok lagi kita cari auroranya, lihat kamu sudah kedinginan begitu,” ujar Hilbram sambil memeluk Ayesha.“Bukannya besok kita sudah rencana ke kota lain?”“Bisalah kita undur. Lagian, bisa jadi kita malah lihat aurora di kota lain selain di sini.”“Orang-orang bilang, aurora lebih sering terlihat di bumi di kota Tromso ini. Tunggu bentar lagi, Mas. Kali saja nampak.”Hilbram tidak menolak dan menunggui saja istrinya yang masih tidak menyerah menunggui fenomena aurora itu. Ini adalah malam ke tiga mereka pergi ke tempat biasa terlihat aurora. Tapi hingga malam ke tiga ini pun, tidak ada aurora yang tertangkap di netranya.Sejak kecil Ayesha ingin sekali melihat fenomena cahaya yang indah itu di langit. Dia bahkan dengan konyolnya menabung agar suatu saat bisa ikut tour melihat aurora. Sekara
Setelah sampai ke tempat di mana tadi mereka menunggu datangnya aurora, Ayesha keluar dari mobil dan berlari menghampiri Isyana.“Di mana auroranya?” tanya Ayesha sambil mengatur napas.“Itu, sudah semakin tipis.” Tunjuk Ishana pada langit dengan cahaya hijau yang tinggal setipis tisu.“Oh, itu?” Ayesha bahkan hanya melihat cahaya tipis itu seklias, selebihnya hanya langit gelap.“Oh maaf, auroranya sepertinya hanya menampakan diri sekilas. Tapi kalau kau mau, aku sudah merekamnya. Nanti aku kirimkan padamu.” Ishana menunjukan cahaya hijau yang tertangkap di kamera Ishana.Ayesha melihat rekaman itu dengan menyembunyikan kekecewaannya. Dia sudah menghentikan paksa keasyikan suaminya, lalu dengan terburu meminta di antar ke tempat ini, sesampai di sini, auroranya sudah menghilang.Kalau hanya melihat dari rekaman, apa bedanya dia melihat dari internet? Jangan katakan tentang arti sabar jika belum melihat perjuangan Ayesha menanti sang aurora.“Mungkin besok aku sudah pindah kota, s
Adam sudah lelah bermain di perjalanan saat pesawat pribadi itu terbang dari negara Norwegia menuju Islandia. Negara ini menjadi salah satu tujuan destinasi berlibur mereka. Ayesha sendiri yang memasukan Islandia sebagai salah satu negara yang ingin dikunjunginya. Ada banyak pemandangan luar biasa yang sejak lama ingin disaksikannya secara langsung. Salah satunya adalah Blue Lagoon. Salah satu tempat yang terkenal dengan spa geothermalnya juga pemandangan yang indah. Dan jika beruntung, suaminya bilang dia juga akan bisa melihat northern ligts aurora borealis di negara ini. “Adam mau ikut mama?” tanya Ayesha pada anaknya yang terkantuk—kantuk di pangkuannya itu. “No, Mama. Suuus...!” Bocah kecil itu memanggil sang pengasuh. Dia sepertinya ingin ditidurkan saja karena sudah mengantuk. “Ya sudah, bobok sama sus ya?” Ayesha mencium Adam. “Ya mama” bocah itu masih juga menjawab meski matanya sudah berat. Ayesha menyerahkan putranya pada pengasuh itu sambil terkekeh. “Maaf ya, N
Jemu...Itulah yang dirasakan Elyas saat harus tiduran di ranjang pasien sudah hampir tiga hari ini. Ada masalah dengan luka bekas oprasinya di bagian perut. Peluru yang menembus di tempat itu membuat dokter harus melakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Saat ini sepertinya sedang bermasalah.Dicabutnya jarum infus di tangannya. Elyas yang merasa sudah lebih baik menurunkan kedua kakinya di lantai. Mencari alas kakinya kemudian memutuskan untuk pergi dari tempat ini.Elyas tidak terbiasa berada di tempat umum sedikit lebih lama. Membuatnya tidak bisa tidur dengan lelap walau sebaik apapun pelayanan perawat di rumah sakit itu. Dia selaluu merasa tidak nyaman.“Suster, dimana pasien di ruang itu?” Miko yang baru datang terkejut karena kamar sudah dalam keadaan kosong.“Apa kamar mandi sudah diperiksa?” tanya perawat itu sambil berjalan hendak memeriksa kamar.“Tentulah sudah, Sus.” Miko sambil menoleh ke kakan kiri, barangkali saja Elyas hanya bosan di kamar lalu memutuskan jalan-j
Hilbram menciumi perut istrinya dengan bahagia setelah memastikan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa di dalam sini ada makhluk yang masih sebiji kacang sedang memulai proses kehidupannya.“Usianya baru 6 minggu, dan kita sudah mengetahuinya lebih awal. Dulu, aku bahkan tidak tahu kalau sedang hamil Adam. Baru tahu setelah usianya sudah 3 bulan.” Ayesha teringat masa-masa itu membuatnya jadi menangisi nasib anaknya itu.Ayesha memang sedang sensitif. Hal sekecil apapun sudah membuatnya sedih. Suasana hatinya berubah dengan cepat. Tadi, saat mengetahui dia hamil lagi, Ayesha bahagia sekali. Dan sekarang, dia tiba-tiba sedih.“Maaf, aku janji selama kehamilan ini akan selalu ada untukmu.” Hilbram mencoba membuat istrinya itu tidak bersedih. Namun kata-katanya justru membuat Ayesha bertambah kesal.“Itu sangat tidak adil bukan buat Adam, sejak masa di dalam rahim sudah dicampakkan ayahnya, lahirpun tidak ditemani ayahnya, bahkan yang mengadzani orang lain.”“Iya, Maaf!” Hil
Adam berlarian di halaman mengejar kucing anggora yang baru dibelinya sehari yang lalu —saat mereka melewati petshop demi memenuhi keinginan sang istri yang tidak terbendung lagi untuk makan rujak.Elyas yang sudah diberi tahu bahwa Ayesha sudah balik merasa kangen dengan putri dan cucunya itu. Apalagi Miko mengabarkan bahwa sang nyonya sedang hamil lagi. Elyas jadi ikut senang mendengarnya.Andai dia punya keberanian untuk menemuinya, tentu Elyas tidak harus sembunyi-sembunyi menatap mereka dari jauh seperti yang dilakukannya sekarang. Melihat Adam yang lincah itu, Elyas jadi ingat, dulu saat istrinya hamil, Elyas ingin sekali punya anak laki-laki yang bisa diajaknya bermain bola dan mengajarkan banyak hal tentang dunia laki-laki.Walau begitu, Elyas masih sangat bahagia ketika menggendong bayi perempuan cantik yang masih kemerahan untuk diadzaninya saat itu.--bayi yang serasa baru diadzaninya kemarin itu, kini sudah memberinya cucu yang menggemaskan. Bahkan akan ada cucu lagi s
“Mas tahu ada pria yang tadi menyelamatkan Adam di depan, bukan?” Ayesha yang tidak berhenti penasaran akhirnya bertanya pada suaminya.Hilbram pasti tahu hal itu. Dia yakin, Hilbram juga tidak mungkin membiarkan pria asing bermain dengan putranya tanpa sepengetahuannya atau anak buahnya.“Iya,” jawab Hilbram.“Mas kenal?”Hilbram mengalihkan fokusnya dari ponsel lalu menatap istrinya yang juga menatapnya penasaran.“Kenapa?” tanyanya balik pada Ayesha.Kalau suaminya itu tidak langsung menjawab, tapi malah bertanya balik dengan kata tanya itu—artinya Hilbram mengenal pria itu. Ayesha merasa sedikit lega kalau itu adalah pria yang sudah dikenal suaminya. Tidak perlu cemas.“Tidak apa-apa, Mas. Hanya penasaran saja. Nur bilang dia juga pernah bertemu dengannya di makam saat kita berziarah ke makam ayah ibu.”Hilbram memperbaiki posisi duduknya. Melirik istrinya itu sambil berpikir, seharusnya dia tahu hal ini. Cepat atau lambat, semuanya juga akan diketahuinya. Kalau menunggu lebih la
Seperti biasa, Ayesha bukan orang yang sanggup bertahan dalam rasa keingintahuan yang mendesak. Apalagi mengetahui beberapa hal yang disampaikan suaminya.Pria itu mengunjungi makam orang tuanya, pria itu menyelamatkannya dan Adam, dan pria itu membelot pada Al Furqon demi menyelamatkan suaminya. Jika memang pria itu ternyata adalah pria yang sama dalam dugaannya, Ayesha tidak tahu bagaimana harus menyikapinya.Tentu tidak mudah baginya menerima semua hal yang terjadi dalam hidupnya begitu saja. Ayesha benar-benar akan sangat terluka dengan kenyataan itu.“Nyonya?” Miko langsung datang begitu mendapat panggilan dari sang Nyonya.“Maaf, Miko. Tapi aku tidak bisa menunggu hingga esok menjelang. Aku mau tahu tentang pria bertudung itu,” ucap Ayesha pada Miko dan berharap pria itu mau menyampaikan kebenarannya.“Apa yang ingin kau tahu?” suara itu muncul dari arah punggung Ayesha membuatnya langsung berbalik badan ke arahnya.Melihat Hilbram berdiri di sana dengan kimononya, Ayesha sediki