Keesokan harinya.
"Ain, aku berangkat dulu sayang. Jangan lupa hari ini kamu ke salon untuk rilek dan mempercantik diri." Zano berteriak di ruang tamu ketika Aina tengah membawa piring bekas sarapan mereka tadi ke wastafel. "Bentar sayaaang.. Aku cuci tangan dulu..! " teriak Aina dari ruang makan lalu bergegas menghampiri suaminya yang tengah membetulkan posisi dasi yang manggantung di depan dada bidangnya. "Aku tidak perlu ke salon sayang. Buat apa buang-buang uang? Kita harus berhemat Zan." sahut Aina lalu menyambar sebuah tas kulit yang tergeletak di atas sofa mewah di ruang itu. Ia menjinjingnya sebentar lalu memberikan tas tersebut kepada Zano. Zano menatap Aina mesra lalu mencubit dagu wanita cantik itu. "Apa pun yang aku dapatkan semua untuk membahagiakanmu, Aina. Kamu harus pergi ke salon, ke butik untuk mempercantik diri dan memborong pakaian mahal. Aku ingin istri tercintaku berpenampilan mewah seperti artis." ucap Zano kembali menatap mesra Aina. Aina tersenyum bahagia mendengar penuturan Zano. "Taa.. tapi sayaang.... " Tapi apa Ain..?" potong Zano memutus kalimat istrinya. Lelaki itu resah melihat kegelisahan di mata Aina. "Aku masih risih menjadi orang kaya Zan. Rasanya cukup aneh hidup kita berubah mendadak begini. Seperti sim salabin gitu." jawab Aina sambil mempermainkan kedua telapak tangannya. "Oh ho... Permaisuri Pangeran Zano yang cantik rupawan. Permaisuri Aina tidak boleh mengatakan hal seperti itu. Kita berdua harus menikmati hidup ini dan melupakan kemiskinan kita dimasa yang lalu." rayu Zano lalu merangkul tubuh Aina ke dalam pelukannya. Tangan kirinya tetap memegang tas dan tangan kanannya mengunci pinggang Aina yang ramping. "Janji ya, nanti kamu pergi ke salon dan ke butik. Pokoknya disaat aku pulang nanti, aku ingin kamu menyambutku dengan dandanan yang sangat memukau. Woow... aku pasti akan terpana Aina-ku sayaang...!" seru Zano gembira lalu menjentikkan tangannya ke udara. Tidak mau mengecewakan suaminya, Aina kemudian mengangguk dan tersenyum. "Baiklah sayang, aku akan pergi ke butik lalu ke salon. Aku akan berdandan secantik mungkin untukmu." ucap Aina patuh. "Terima kasih sayang! Aku mau berangkat dulu nih.. takut telat." Zano mengulurkan tangan kanannya dan Aina mencium punggung tangan suaminya itu. Zano membalas dengan mencium mesra kening Aina lalu ia melambaikan tangan di saat dirinya mulai mengemudikan kendaraan mewah berwarna putih yang bertuliskan Pajero Sport. Setelah mobil Zano berlalu, Aina segera menutup pintu. Rasa asing masih ia rasakan di dalam rumah berlantai dua tersebut. Biasanya dirumah kontrakan dulu selalu riuh dan ramai oleh suara anak-anak dan celotehan para tetangga. Namun kini ia berada sendiri di rumah besar berpagar tinggi dan di samping rumah itu ada taman mungil yang dihiasi oleh sebuah kolam kecil. Bunga-bunga tertata rapi dan hamparan rumput bagaikan permadani yang menghijau menandakan tanaman tersebut dipelihara dengan baik."Pemilik rumah sebelumnya pasti orang kaya dan berselera tinggi." gumam Aina sembari berkeliling di taman yang tidak begitu lebar tersebut. Taman itu memanjang dari depan rumah sampai ke belakang dan sedikit berbelok ke arah bagian belakang bangunan. Tiba-tiba Aina melihat sebuah benda tergeletak begitu saja di sudut taman itu. Aina mempercepat langkah kakinya lalu ia menjamah sebuah benda pipih yang terbuat dari kayu yang berukir indah. Karena posisi benda itu tertelungkup, Aina segera membalikkan dan ternyata itu adalah sebuah figura lengkap dengan selembar foto di bagian depannya. Seorang wanita cantik seperti sebaya dengan dirinya, berfose bahagia digandeng oleh seorang pria tampan dan usia mereka tampaknya setara. Mereka berdua tersenyum bahagia menatap kamera. "Oh, mereka pasangan yang serasi dan terlihat bahagia." gumam Aina lirih dan tersenyum sambil mengelus foto berfigura tersebut. "Pasti mereka adalah pemilik rumah ini sebelum Zano membelinya. Ooh, mungkin saja foto ini tercecer disaat mereka pindah rumah." pikir Aina menerka-nerka. "Hm, sebaiknya foto ini aku simpan dan suatu saat akan aku kembalikan kepada mereka. Zano pasti mengenal mereka." gumam Aina kembali tersenyum lalu membawa foto berfigura tersebut ke dalam rumah dan menyimpannya. ***Sementara itu Zano telah sampai di halaman sebuah perkantoran elit yang berada di jantung kota Jakarta. Ia memarkir mobilnya dan terlihat menunggu. Tidak lama kemudian seorang wanita cantik keluar dari gedung itu dan langsung menuju mobil Zano. Tidak menunggu waktu lama mobil yang dikemudikan Zano terlihat keluar kembali dan terus melaju menuju kawasan puncak. Sepanjang perjalanan si wanita yang berpenampilan mewah selalu menyandarkan kepalanya di bahu kiri Zano. Bahkan sekali-kali ia terlihat mencium pipi suami Aina itu. Zano sedikit risih namun pura-pura menikmati kemesraan itu dan berusaha bersikap manis. "Kamu sudah membawa istrimu pindah ke rumahku, Zan?" tanya wanita itu sambil mengelus pipi Zano dengan telapak tangan kirinya yang halus. "Sudah sayang, aku telah melakukan seperti apa yang kamu mau." ucap Zano melempar senyuman manis ke arah wanita cantik yang terus saja menggayuti bahu kirinya. "Bagus Zan! Dengan mengurung dirinya di istana mewah maka kita akan bebas melakukan apa pun yang kita suka. Perempuan miskin itu tidak akan rewel karena ia tengah menikmati hidup menjadi seorang Nyonya di sebuah rumah megah yang tidak pernah ia huni selama ini." ucap perempuan itu lagi lalu mengangkat kepalanya dari bahu Zano. Zano sedikit mengendikkan bahunya yang terasa pegal karena dari tadi menahan beban disana. "Nisti, kita sudah sampai. Apakah kamu mau di dalam mobil saja, sayang?" tanya Zano melirik wanita yang lebih tua usianya sepuluh tahun dari dirinya tersebut. Wanita yang bernama Nisti itu tersenyum makin bergairah dan bergerak malas walau mobil yang mereka tunggangi sudah terparkir di depan sebuah villa yang mewah namun sunyi. Hanya ada seorang lelaki agak tua yang menjaga Villa itu dan laki-laki setengah baya tersebut bergegas setengah berlari mendekati villa dengan membawa sebuah payung yang telah mengembang. Gerimis kecil yang berjatuhan membuat halaman villa basah dan udara sangat dingin. "Mari Nyonya! Saya payungi!" ujar penjaga villa dari luar mobil. Penjaga villa yang akrab disapa Mang Asep tersebut perlahan mengetuk pintu mobil sebelah kiri. Namun tidak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka walau Mang Asep sudah menunggu sekitar lima menit lamanya. Lelaki itu mulai risau karena Nyonya Nisti yang ia tunggu belum juga keluar dan mesin kendaraan belum juga dimatikan. Kaca mobil yang berwarna hitam pekat menghalangi pandangan mata Mang Asep yang juga sudah mulai kabur. Namun untuk memastikan keadaan sang nyonya, Mang Asep memberanikan diri untuk melongokkan wajah dari kaca depan kendaraan milik majikannya tersebut. "Astagfirullaaaaah..." Mang Asep berseru panjang dan langsung mundur ke belakang. Payung yang ia pegang bahkan hampir jatuh dari pegangan tangannya. "Nyonya kumat lagi..!" ia membathin di dalam hati dan berangsur mundur menjauh. Ia tidak ingin dianggap lancang oleh sang majikannya itu karena tak sengaja telah melihat pertunjukan mesum di dalam mobil tersebut. Walau penglihatannya sudah sedikit terganggu beberapa gumpalan kecil katarak di matanya, tapi Mang Asep masih bisa melihat dengan jelas pergumulan panas antara Nyonya Nisti dengan seorang lelaki yang belum dikenalnya di dalam mobil itu. Mang Asep memutuskan untuk kembali berjaga di pintu gerbang dan segera menjauhi mobil milik majikannya itu.Setelah menutup pintu pagar Mang Asep duduk di dalam sebuah pos kecil yang berada di samping pintu gerbang tersebut. Dari sana ia melempar pandangan ke arah mobil putih yang masih terparkir di bagian depan villa. Lambat laun kendaraan tersebut terlihat bergoyang beraturan. Sebagai orang yang sudah lama menghuni bumi ini, Mang Asep sudah maklum apa yang tengah dilakukan majikan perempuannya itu. "Nyonya sudah berulah kembali. Semoga Tuan Arnold tidak mengetahui." kesah Mang Asep membathin dalam hati dengan penuh harap dan bulu kuduk merinding membayangkan tampang Tuan Arnold yang galak dan pemarah. Majikan lelakinya itu adalah seorang mafia berwatak dingin. Ia tidak segan-segan menghabisi nyawa orang-orang yang ia benci. Bahkan di belakang villa itu ada sebuah kuburan tanpa nisan dan tanpa nama yang sudah berumur 3 tahun. Selain Arnold dan beberapa orang anak buahnya yang bertugas mengeksekusi orang yang dibenci Tuan Arnold tersebut, hanya Mang Asep saja yang tahu kalau mayat yang dikubur disana adalah mayat seorang laki-laki muda selingkuhan Nyonya Nisti, majikan wanitanya itu. *****Senja sudah berganti malam. Dan bahkan kini malam telah semakin larut. Namun tiada tanda-tanda Zano akan pulang ke rumah. Dandanan cantik hasil buah karya salon ternama di wajah Aina kini semakin pudar dan mulai acak-acak-an. "Oh, kamu dimana Zan? Hari ini adalah hari pertama kamu masuk kerja. Apakah kamu langsung lembur? Tapi... kalau lembur masa sih kamu tidak memberi tahu aku terlebih dahulu?" hati Aina bertanya dalam gelisah. Di ruang tamu yang dipenuhi perabotan mewah, wanita muda itu mondar-mandir tak tentu arah. Sekali-kali ia mengecek ponselnya berharap Zano suaminya akan berkabar. Dan ternyata nihil. Bahkan keterangan online di whatsaap milik Zano tidak berubah dari yang sudah ia lihat puluhan kali sebelumnya, bahwa Zano terakhir mengaktifkan aplikasi populer tersebut pada jam 08.15 pagi. Itu artinya setelah sampai dikantornya Zano me-non aktifkan data ponsel miliknya atau bahkan mematikan alat komunikasinya itu. "Oh, sebenarnya Zano kerja apa sih? Kok segitu sibuknya?"
Mentari perlahan mulai naik. Cahayanya mulai bingar menyentuh permukaan bumi. Sesosok tubuh yang tadi nyenyak tak sadarkan diri kini mulai menggeliat perlahanAina baru saja siuman. "Ohh"Wanita itu kembali menggeliatkan tubuhnya yang separuh telanjang. Gaun berwarna silver yang sedari kemarin sore ia kenakan masih saja melekat di badannya. Namun kondisinya sudah centang perenang tiada beraturan. Bahkan bagian bawah gaun tersebut sudah tersibak ke atas dan membiarkan organ intim Aina terbuka tanpa sehelai benang pun yang menutupinya selain bulu-bulu halus yang legam. "Oh, apa yang telah terjadi..?" Aina kembali mendesah dan meraba liang peranakannya lebih dalam lagi. Cairan berlendir serta merta membasahi jemari Aina dan terasa sedikit lengket. Mata Aina membesar dan ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Sisa-sisa kenikmatan masih menjalari sebagian besar sarafnya. Aina akhirnya tersenyum bahagia. Wanita itu telah dipengaruhi bayangan ilusi alam bawah sadarnya tadi. "Zano
Dam.. dam.. dam.. Jantung Zano bertabuh riuh ketika tangannya meraih pakaian dalam penutup aurat terdalam istrinya tersebut. Dengan menjepit diantara dua jarinya Zano mengangkat lebih tinggi jenis pakaian berukuran kecil tersebut dan kini dadanya semakin sesak oleh amarah yang tiba-tiba saja membuncah dan nafasnya memburu. "Perempuan hina..!" makinya sambil menghempaskan benda kecil itu ke lantai. Dengan terburu-buru selanjutnya Zano mengenyahkan selimut tebal yang teronggok tak beraturan di atas kasur. Sekali sentakan saja selimut itu sudah berpindah ke atas lantai. Dengan telapak tangannya Zano meraba permukaan kasur seakan mencari-cari sesuatu. Nafasnya seakan berhenti begitu ia menemukan bagian yang lembab lagi basah di permukaan kasur tersebut. Zano perlahan mengangkat tangannya dan menggosokkan dua jarinya untuk memastikan apakah benar ada cairan yang menempel di sana. Matanya nanar menatap kedua jemari tangannya itu. "Biadaaaab...!!!" teriak Zano tiba-tiba cukup keras. Ta
"Kenapa lo..? Wajah kok kusut begini..!" semprot Gibran menyambut kedatangan Zano di pondok Gogiwa Crew Komunitas. Gogiwa Crew (Gigolo Gila Wanita) adalah nama komunitas para lelaki yang mencari rejeki dengan menjual cinta kepada wanita-wanita kesepian yang pada umumnya adalah perempuan yang sudah bersuami namun tidak bahagia di dalam rumah tangga mereka. Dalam permasalahan ini kelompok Gogiwa Crew akan menawarkan jasa untuk mengisi kehampaan hati para nyonya-nyonya yang umumnya berharta banyak. "Gua lagi patah arang, Bran. Pusing gua..!" keluh Zano lalu membanting rokok yang tadi dihisapnya ke tanah. "Aduuh... pusing gimana sih Zan? Lo kan baru aja laku dan bayaran lo lumayan gede Bro. Bayangin... baru dua kali aja di ajak kencan ama nyonya Nisti, lo udah dapetin mobil bagus, duit banyak.. bahkan lo udah bisa ngeboyong bini lo tinggal di rumah mewah. Pusing apa lagi sih Bro...?" tanya Gibran sambil menatap wajah Zano dengan pandangan tak mengerti. Gibran adalah sahabat Zano wala
"Baiklah sayang, jika kamu tidak mau membukakan pintu untukku kali ini. Aku akan memilih sendiri gaunmu untuk pernikahan kita nanti. Oh ya.. yaa.. Aku tahu bahwa kamu menyukai warna silver. Hm.. seperti tadi pagi, kamu terlihat sangat cantik menggunakan gaun warna silver itu. Sungguh pun kamu dalam keadaan tertidur lelap, tapi kamu sangat cantik dan seksi sayang.. Hm, dan gairahmu yang bergelora membuat aku jatuh cinta.""Duaar.. "Bagaikan suara halilintar menyambar, Aina tersentak mendengar ocehan si lelaki yang tidak ia kenal yang masih saja berceloteh di depan pintu kamarnya. Pikiran Aina bercampur aduk antara ocehan lelaki itu dengan ucapan wanita yang baru saja ia dengar di ponsel milik Zano suaminya. Namun sesungguhnya Aina tidaklah tahu kalau kedua anak manusia yang kini mengusik kenyamanan hidupnya adalah sepasang suami istri yang memiliki cara hidup tidak lazim. "Ooh.. mengapa ia tahu kalau tadi aku memakai gaun berwarna silver? Aku terlelap dia juga tahu? Terlelap...? oo
Kalimat terakhir yang diucapkan Tuan Arnold benar-benar telah mencampakkan harga diri Aina ke lembah nista. Wanita itu berdiri mematung menatap kepergian lelaki yang baru saja mengaku telah merenggut harga dirinya itu. Perlahan bola-bola air membulat dari mata Aina lalu berjatuhan dan pecah di kemiringan pipinya. "Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kata-kata lelaki itu memang ngelantur tapi entah mengapa aku yakin bahwa ia tidak berbohong." desah bathin Aina dengan perasaan sangat galau. Wanita itu menghempaskan bokongnya di atas sofa untuk mendapatkan ketenangan. Disana ia mulai mengingat satu persatu kalimat yang telah di ucapkan Tuan Arnold kepadanya. "Apakah mungkin seorang lelaki penjual cinta mampu membeli bangunan semegah ini..?" Suara Tuan Arnold tadi kini terngiang kembali di telinga Aina. "Apa maksud dari semua ini? Apakah maksudnya Zano sudaah.. . ooh ya Allah.. tidak.. . Zano tidak mungkin melakukan hal serendah itu.. !" Aina berseru membanta
"Aa.. Arnold...??! " tergagap Nyonya Nisti menyebut nama seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan tempat tidur begitu empat lelaki pendobrak pintu menggeser langkah ke samping sambil menundukkan wajah. Lelaki yang dipanggil Arnold tersebut mengangkat sedikit ujung bibir bagian atas, menyentuh pangkal dasi dan melangkah pelan ke depan. Sorot matanya nyalang seakan menguliti tubuh Nyonya Nisti dan Zano yang tiada berlapis sehelai benang pun jua. Nyonya Nisti terlihat sangat ketakutan dan menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit menjauhi Zano yang duduk di sampingnya. Sedangkan Zano tidak jauh berbeda dengan Nyonya Nisti, wajahnya pias laksana kapas. Seluruh darahnya seakan terbang entah kemana. Ia hanya bisa menengadah menatap sayu ke wajah lelaki tinggi gagah yang berdiri hanya beberapa depa dari tempat tidur yang ia duduki dengan Nyonya Nisti. Kedua insan tanpa busana tersebut terlihat sangat ketakutan, kadang menunduk dan terkadang menengadah dengan pandangan memelas. "Bu..
"Ainaaa....!! "Zano berlari berusaha mengejar istrinya yang dibawa paksa oleh Tuan Arnold beserta rombongan. Walau terseok, lelaki muda itu tetap memaksakan diri untuk terus menguatkan kedua tungkai kakinya terus berlari mengejar mobil yang telah melesat pergi dan hanya meninggalkan semburan debu.Darah bercucuran dari hidung Zano, pandangan matanya mulai berkunang-kunang dan penglihatannya ikut memudar. Pluk... Tubuh Zano terhempas di halaman vila. Antara sadar dan tidak sadar Zano hanya bisa pasrah. Beberapa belas menit lamanya kesadaran Zano hilang dan ia seperti tertidur pulas beralaskan rumput hijau. Sepasang mata tua memperhatikan dari bawah sebatang pohon mangga yang rindang. Lelaki tua dengan tubuh agak ceking mengenakan singlet di bagian atas tubuhnya dan bercelana sedikit komprang di bagian bawah. Di hadapan lelaki itu ada sebuah lubang yang baru saja ia gali. Itu dibuktikan oleh tangannya yang masih memegang sebuah cangkul berlumuran tanah. "Matikah dia?" Mang Asep men
Sepeninggal kedua lelaki itu, Aina kembali dihadapkan oleh pemikiran tadi. Ia berusaha mengingat suara salah seorang laki-laki yang baru saja mengantarkan makanan kepadanya.“Siapa dia? “Beberapa kali Aina mencoba memeras ingatannya namun ia belum juga berhasil mengetahui pemilik suara yang ia yakin pernah ia dengar sebelumnya.“Ia memanggilku ‘Ain'. Panggilan itu hanya diketahui oleh orang-orang dikampungku saja. Bukankah sejak pindah ke Jakarta aku tidak pernah memperkenalkan namaku ‘Ain' kepada siapa pun. Hm, jangan-jangan dia adalah teman sekampungku. Ooh.. Atau salah satu teman sekolahku. Tapi.. Siapa? Ooh, aku tidak bisa mengingat sama sekali.”Lelah memaksa ingatannya untuk mengenali suara lelaki tadi, Aina akhirnya tertidur pulas. Ia terbangun beberapa jam kemudian begitu mendengar ada orang bercakap-cakap diluar terali yang kini mengurung dirinya.Perlahan Aina membuka mata dan melihat dua lelaki kekar yang semalam menyeretnya masuk ke dalam kurungan itu.“Kau sudah bangun?
Aina berlari sekencang mungkin. Ia tidak memperdulikan suara lengking Tuan Fulton, Tuan Arnold dan Ratu Rasta yang memanggilnya dengan serempak dan setengah berteriak.Suasana pesta mendadak kacau balau. Para tamu kebingungan dan ada juga yang ikut berteriak bahkan beberapa orang diantaranya mengejar Aina yang sudah menggapai pintu.Dengan sigap Aina membuka pintu yang terbuat dari besi dengan gagang stainless.Dan ia berhasil keluar.Namun alangkah terkejutnya Aina begitu menyadari bahwa bangunan megah yang disebut istana itu ternyata bukanlah bangunan tembok atau rumah. Istana Tuan Fulton adalah sebuah kapal yang sangat besar dan bertingkat.Mulut Aina makin ternganga lebar begitu melihat ke bawah. Hamparan lautan luas yang terlihat kelam karena saat itu hari sudah malam. Ternyata kapal tersebut terapung di tengah lautan luas dan tenang.“Oh, betapa bodohnya aku hingga aku tidak menyadari kalau aku tengah berada di atas kapal. Mengapa aku tidak merasakan getaran mesin kapal ini? “B
"Ibu..??! ""Lalu aku harus memanggil dia apa..?! " Aina bertanya-tanya di dalam hati."Tundukkan kepalamu di hadapan Ratu! " Perintah Tuan Arnold lirih di telinga Aina ketika wanita itu terlihat kebingungan karena belum menemukan jawaban atas panggilan apa yang pantas ia berikan kepada wanita cantik bermahkota yang berdiri tepat di hadapannya."Ooh.. Se.. Selamat malam Ratu! " Tergagap suara Aina menyapa Ratu Rasta yang tersenyum bagaikan seringaian yang ia sembunyikan dalam keramahan palsu."Selamat malam! Malam ini kamu akan diresmikan menjadi menantu terbaru di istana megah ini. Jadi jaga sikapmu agar tidak memalukan keluarga besar Tuan Fulton yang sangat terhormat..! " Ulas Ratu Rasta terdengar sinis disela alunan musik yang mengalun lembut. Beberapa pasang manusia berusia tak lagi muda terlihat berdansa di lantai hall yang cukup luas itu.Namun bukan itu yang menjadi perhatian Aina. Aina cukup terkejut dengan pernyataan Ratu Rasta yang sangat janggal di telinganya."Menantu terb
"Dia tidur pulas sekali, Tuan! Kami sudah membangunkannya berulang kali." Lapor pelayan hitam manis kepada Tuan Arnold. "Ini sudah pukul berapa hah.. ? Ayahku Tuan Fulton, sudah duduk di singgasananya. Bagaimana perempuan itu bisa tidur dengan tenangnya...? Huuuh... " Tuan Arnold menyeret langkah dengan kasar menuju kamar tempat Aina berada. Ia melewati para tamu yang duduk bersantai di sofa yang sudah disediakan di hall rumah besar yang menyerupai istana tersebut. Sepasang mata seorang lelaki mengawasi pergerakan Tuan Arnold. Lelaki itu berpakaian sedikit lusuh dan tampaknya bertugas sebagai tenaga kebersihan. Beberapa kali ia terlihat sudah mengemasi kotak-kotak kosong dan gelas bekas makan dan minum para tamu. "Hei bodoh! Cepat bawakan minuman dingin untukku...! Aku kehausan menunggu perempuan busuk yang bakal menjadi permaisuri baru disini...!" Bentak seorang perempuan yang langsung membuat si lelaki berpakaian lusuh sedikit terkejut. Namun itu tidak berlangsung lama. Ia segera
"Bangunlah Nyonya.. ! Saya tahu sejak tadi Anda hanya berpura-pura tidur." Salah satu dari dua orang pelayan berkulit hitam manis membangunkan Aina dengan suara lembut namun dengan kalimat yang sedikit tegas. Kedua pelayan itu berdiri di samping pembaringan, melipat tangan di dada dan menekuk wajah menatap sinis ke arah tubuh Aina yang tergolek di atas pembaringan. Ucapan salah satu pelayan itu tentu saja membuat Aina terperanjat. Ia tidak menduga kalau aktingnya yang ia anggap sangat sempurna ternyata tidak mampu mengelabui kedua pelayan tersebut. "Kalau Anda terus saja berpura-pura tidur, maka jangan salahkan jika sebentar lagi Anda akan tidur untuk selamanya. Perut Anda butuh diisi. Anda butuh tenaga untuk keluar dari neraka jahanam ini." Sambung pelayan tadi, kali ini dengan kalimat lebih horor dan menakutkan. Sontak Aina terkejut lalu bergegas duduk mendengar ucapan itu. Ia berfikir tiada gunanya melanjutkan kepura-puraan. Toh kedua perempuan itu sudah tahu kalau dirinya hanya
"Jaga dia dan kalau sudah bangun dandani dengan cantik..!" Teriak Tuan Arnold kepada dua orang pelayan berkulit hitam manis. Tampaknya kedua pelayan itu berasal dari belahan timur Indonesia. Walaupun hitam, keduanya sangat manis. "Ya Tuan..!" Jawab kedua pelayan sembari membungkukkan badan dan melirik tubuh seorang wanita cantik yang terlihat tertidur pulas di atas pembaringan yang beralaskan kain sutera terbaik. "Siapa lagi wanita yang kau rebut dari kekasihnya? Apakah kau tidak ada puasnya merusak hubungan orang-orang yang saling mencintai?"Kalimat teguran itu dilontarkan oleh seorang wanita cantik, berpakaian ala seorang ratu lengkap dengan mahkota kecil di kepala. Kedatangannya di kamar itu cukup membuat kedua pelayan ketakutan dan bersegera undur diri. Tampaknya kekuatan perempuan tersebut melebihi power yang dimiliki oleh Tuan Arnold. Buktinya kedua pelayan memilih mengabaikan perintah Tuan Arnold untuk mematuhi perintah wanita bermahkota tersebut. Hening beberapa saat. Hany
"Ainaaa....!! "Zano berlari berusaha mengejar istrinya yang dibawa paksa oleh Tuan Arnold beserta rombongan. Walau terseok, lelaki muda itu tetap memaksakan diri untuk terus menguatkan kedua tungkai kakinya terus berlari mengejar mobil yang telah melesat pergi dan hanya meninggalkan semburan debu.Darah bercucuran dari hidung Zano, pandangan matanya mulai berkunang-kunang dan penglihatannya ikut memudar. Pluk... Tubuh Zano terhempas di halaman vila. Antara sadar dan tidak sadar Zano hanya bisa pasrah. Beberapa belas menit lamanya kesadaran Zano hilang dan ia seperti tertidur pulas beralaskan rumput hijau. Sepasang mata tua memperhatikan dari bawah sebatang pohon mangga yang rindang. Lelaki tua dengan tubuh agak ceking mengenakan singlet di bagian atas tubuhnya dan bercelana sedikit komprang di bagian bawah. Di hadapan lelaki itu ada sebuah lubang yang baru saja ia gali. Itu dibuktikan oleh tangannya yang masih memegang sebuah cangkul berlumuran tanah. "Matikah dia?" Mang Asep men
"Aa.. Arnold...??! " tergagap Nyonya Nisti menyebut nama seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan tempat tidur begitu empat lelaki pendobrak pintu menggeser langkah ke samping sambil menundukkan wajah. Lelaki yang dipanggil Arnold tersebut mengangkat sedikit ujung bibir bagian atas, menyentuh pangkal dasi dan melangkah pelan ke depan. Sorot matanya nyalang seakan menguliti tubuh Nyonya Nisti dan Zano yang tiada berlapis sehelai benang pun jua. Nyonya Nisti terlihat sangat ketakutan dan menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit menjauhi Zano yang duduk di sampingnya. Sedangkan Zano tidak jauh berbeda dengan Nyonya Nisti, wajahnya pias laksana kapas. Seluruh darahnya seakan terbang entah kemana. Ia hanya bisa menengadah menatap sayu ke wajah lelaki tinggi gagah yang berdiri hanya beberapa depa dari tempat tidur yang ia duduki dengan Nyonya Nisti. Kedua insan tanpa busana tersebut terlihat sangat ketakutan, kadang menunduk dan terkadang menengadah dengan pandangan memelas. "Bu..
Kalimat terakhir yang diucapkan Tuan Arnold benar-benar telah mencampakkan harga diri Aina ke lembah nista. Wanita itu berdiri mematung menatap kepergian lelaki yang baru saja mengaku telah merenggut harga dirinya itu. Perlahan bola-bola air membulat dari mata Aina lalu berjatuhan dan pecah di kemiringan pipinya. "Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kata-kata lelaki itu memang ngelantur tapi entah mengapa aku yakin bahwa ia tidak berbohong." desah bathin Aina dengan perasaan sangat galau. Wanita itu menghempaskan bokongnya di atas sofa untuk mendapatkan ketenangan. Disana ia mulai mengingat satu persatu kalimat yang telah di ucapkan Tuan Arnold kepadanya. "Apakah mungkin seorang lelaki penjual cinta mampu membeli bangunan semegah ini..?" Suara Tuan Arnold tadi kini terngiang kembali di telinga Aina. "Apa maksud dari semua ini? Apakah maksudnya Zano sudaah.. . ooh ya Allah.. tidak.. . Zano tidak mungkin melakukan hal serendah itu.. !" Aina berseru membanta