Dam.. dam.. dam..
Jantung Zano bertabuh riuh ketika tangannya meraih pakaian dalam penutup aurat terdalam istrinya tersebut. Dengan menjepit diantara dua jarinya Zano mengangkat lebih tinggi jenis pakaian berukuran kecil tersebut dan kini dadanya semakin sesak oleh amarah yang tiba-tiba saja membuncah dan nafasnya memburu. "Perempuan hina..!" makinya sambil menghempaskan benda kecil itu ke lantai. Dengan terburu-buru selanjutnya Zano mengenyahkan selimut tebal yang teronggok tak beraturan di atas kasur. Sekali sentakan saja selimut itu sudah berpindah ke atas lantai. Dengan telapak tangannya Zano meraba permukaan kasur seakan mencari-cari sesuatu. Nafasnya seakan berhenti begitu ia menemukan bagian yang lembab lagi basah di permukaan kasur tersebut. Zano perlahan mengangkat tangannya dan menggosokkan dua jarinya untuk memastikan apakah benar ada cairan yang menempel di sana. Matanya nanar menatap kedua jemari tangannya itu. "Biadaaaab...!!!" teriak Zano tiba-tiba cukup keras. Tangannya mengepal dan matanya menyipit lalu kepalanya ia tolehkan ke pintu kamar mandi tempat Aina yang tengah riang gembira membasuh tubuhnya. Suara kucuran air yang cukup riuh di tingkah oleh suara nyanyian Aina yang tak ubahnya seperti seorang diva ternama yang lagi konser, membuat makian Zano tidak sampai ke pendengaran Aina. Perempuan itu masih bersenandung sambil memanjakan tubuhnya dengan limpahan busa lembut liquit soap yang menebar keharuman di kamar mandinya. "Aku bersusah payah mencari uang untuk membahagiakan dirimu, tapi kamu malah mengkhianatiku. Sungguh tidak kusangka kamu serendah ini Aina..! Uuh...!" maki Zano sembari menatap dengan penuh amarah ke pintu kamar mandi dimana Aina berada. Pelipis Zano menegang dan tangannya kian keras mengepal dengan tubuh bergetar tersulut emosi yang kian dalam. Zano kemudian membalikkan tubuhnya lalu bergegas meninggalkan rumah dengan menunggangi mobil mewah hasil yang ia dapatkan dari jasanya memuaskan nafsu birahi Nyonya Nisti. Tak lama berselang di rumah yang ditempati Aina dan Zano, terlihat Aina baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah dan tubuhnya hanya di balut handuk sebatas lutut. Aroma keharuman berpencaran dari tubuh dan rambut wanita cantik itu. Rambutnya yang agak panjang dan berwarna coklat tua dipotong modis hasil karya seni seorang stylish di salon ternama kemarin. "Zaan... Sayaaang...! Kamu dimana?" Aina berteriak begitu melihat Zano tidak ada di dalam kamar. Dengan masih menggunakan handuk Aina terus mencoba mencari di dalam rumah. "Zaaan..! Sayaaang.., kamu ngumpet dimana sih?" Aina terus mencari suaminya ke seluruh ruangan yang ada di rumah itu hingga ia melihat seseorang duduk di sofa ruang tamu tengah mengangkat kaki. Aina bergegas mendekati. "Zaaaan... ooh.. si.. siapa kamu?"Aina terpekik halus begitu beradu pandang dengan orang asing yang duduk di sofa tersebut. Seorang lelaki itu berwajah tampan dan bertatapan dingin memakai stelan jas berbahan super halus dan pipinya berjambang yang dicukur rapi. Aina mundur beberapa langkah dengan menutup bagian dadanya dan si lelaki tampan yang tidak lain adalah Tuan Arnold yang terus menatapnya bagaikan serigala lapar. Sadar rumahnya telah di datangi tamu tak diundang, Aina segera membentak untuk mengusir. "Keluar kau dari rumahku..! Siapa yang mengizinkan kamu masuk ke rumahku hah...?" teriak dengan suara yang cukup keras. Merasa dirinya dibentak, Tuan Arnold perlahan berdiri dan mendekati Aina dengan terus memandangi wanita yang tengah berdiri di sudut ruang tamu. Aina terpaksa mundur namun kali ini langkahnya terhalang sebuah sebuah guci besar dan Aina terdesak. Tubuh Aina gemetar ketika lelaki yang tidak ia kenal tersebut sudah berada persis di hadapannya dan seakan menelanjanginya dengan dinginnya pandangan mata. Lama berdiam dan yang terdengar hanya deru nafas lelaki itu saja. Aina menatap lelaki penuh harapan agar dirinya tidak diperlakukan buruk. Lelaki tersebut perlahan menurunkan pandangan matanya kebawah dan singgah di kedua gunung ranum milik Aina. Aina mencoba menutupi auratnya yang menggoda itu dengan kedua tangannya. "Siapa namamu sayang..?"Tiba-tiba Tuan Arnold bertanya dengan suara berat dan kembali bertatapan dengan Aina dengan jarak yang cukup dekat. "Tolong pergi dari rumahku! Aku tidak mau suamiku salah paham bila melihat kamu disini..!" Ucap Aina agak memelas berusaha mencuri keberanian dari mentalnya yang sudah mengerucut. Mendengar ucapan Aina, Tuan Arnold tersenyum dan sedikit mengekeh. Ia juga ssdikit melangkah mundur lalu memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Jadi menurutmu kedatanganku kali ini di saat yang kurang tepat..? Begitu..?" tanya Tuan Arnold sambil memainkan sebelah alis matanya. Mata tajamnya terus menghujani Aina dengan pandangan dingin. "Aku tidak pernah mengundangmu datang ke rumahku!" jawab Aina mulai membentak. Ia mulai mendapatkan keberanian menghadapi lelaki tampan yang terus saja berjalan mondar-mandir bagaikan seorang peragawan di depan matanya. "Hehehe... Aku juga tidak pernah mengundangmu ke rumahku..!" balas Tuan Arnold santai sambil tertawa sinis. Mata Aina membesar mempelototi si lelaki asing yang dianggapnya makin tidak sopan. "Hei dengar ya..! Aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku di rumahmu, Tuan sombong..! Tidak akaaan...! Sekarang angkat kaki-lah dari rumahku ini..! Kalau tidaak... " Kalau tidak apa..!!" bentak Tuan Arnold memotong ancaman Aina. Ditolehkan wajahnya ke muka Aina sambil mengelus dagu yang ditumbuhi jenggot yang tertata sangat rapi. "Kalau tidak aku akan memanggil satpam atau polisi untuk mengusirmu dari rumahku..!!" sambung Aina sambil menunjuk pintu rumah yang artinya ia telah mengusir Tuan Arnold dengan sangat kasar. "Hahahaha.... "Bukannya marah, lelaki juragan mafia itu malah tertawa terbahak-bahak. "Selain cantik kamu juga lucu, sayang! Aku bisa benar-benar jatuh cinta kepadamu!" sahut Tuan Arnold santai. Ia kini kembali duduk di sebuah sofa yang ada di ruang itu dengan mengangkat satu belah kakinya dan menenggerkannya di kaki yang lain. Aina semakin geram melihat tamunya tidak mempunya gelagat akan meninggalkan tempat itu. Ia bergesa memburu dan kembali menghardik Tuan Arnold. "Pergi katakuuu...! Kamu punya telinga apa enggak sih..?"Tuan Arnold kembali tersenyum dan manggut-manggut. Ia menoleh ke arah Aina dengan sebuah tangan menopang pipinya dan siku bertumpu pada sebuah paha. "Kamu ada apa sih pake marah-marah. Bukannya waktu bercinta tadi kamu sangat ramah dan penuh gairah..!" sahut Tuan Arnold lembut seperti tak bersalah. Walau Tuan Arnold berkata lembut, namun itu telah membuat wajah Aina memerah sedemikian rupa. Ia merasa tamu yang tak di undang yang datang ke rumahnya tersebut semakin aneh dan kurang ajar saja. "Bercinta...?? Apa maksudmu Tuan gagah yang sakit jiwa. Kamu pikir aku ini wanita murahan yang mau saja melayani hasrat lelaki yang bukan suaminya hah..? Ciih.. jangan harap!" bentak Aina semakin naik pitam. Ia mulai muak menghadapi lelaki konyol yang terus saja mempermainkan dirinya. Senyuman Tuan Arnold semakin mengembang mendengar ucapan wanita cantik yang berkacak pinggang di hadapannya. Ia bangkit dari tempat duduknya lalu dengan sedikit mengibaskan jas yang ia kenakan, lelaki tampan itu perlahan mendekati Aina. Bahu telanjang Aina disentuhnya dengan lembut. "Oh maaf sayang, aku tidak bermaksud mencicipimu sebelum aku sah menjadi suamimu. Maafkanlah kelancangan calon suami-mu ini yang telah lancang meneguk sedikit kenikmatan pada saat yang belum di perbolehkan. Maafkan aku..!" sahut Tuan Arnold kini menarik tangannya dari bahu Aina dan langsung menyatukan kedua telapak tangannya lalu disusun di depan kening lengkap dengan sedikit menundukkan kepala ke hadapan Aina sebagai mana cara orang meminta maaf. "Dasar orang gila!" maki Aina lalu menghentakkan kaki dan meninggalkan ruang tamu dan masuk ke kamarnya serta segera mengunci pintu. Sesampai di dalam kamar Aina bergegas mengenakan pakaian. Ia khawatir kalau-kalau lelaki si tamu tak diundang itu nekat memperkosa dirinya. "Tok.. tok.. tok..."Aina terlonjak mendengar pintu kamarnya di ketuk. Aina semakin panik dan kalang-kabut mencoba mencari ponselnya namun celaka dua belas, entah dimana pula benda itu berada. Setelah mengaduk-aduk isi laci dan beberapa tempat akhirnya mata Aina melihat sebuah ponsel yang tergeletak di atas kasur. Tapi ternyata ponsel yang ia temukan itu bukanlah ponsel miliknya melainkan milik Zano suaminya. "Oh, ponsel Zano ketinggalan. Ooh, tapi tidak mengapa, aku bisa menggunakan ponsel ini untuk meminta pertolongan." gumam Aina. " Tok.. tok.. tok.. "Suara ketukan di pintu kamar Aina semakin riuh. Aina semakin panik dan jemari tangannya sampai gemetar memegang ponsel. Ia berusaha mencari nomor kontak yang ia mungkin kenali dan bisa diminta pertolongan. "Tok.. tok.. tok... Sayaaang...! Buka pintunyaaaa... Aku ingin menanyakan warna gaun pengantin apa yang kamu sukai untuk hari pernikahan kita nanti.. "Diluar masih terdengar ketukan dan seruan Tuan Arnold. "Ya Allah, tolong bebaskan aku dari kejaran lelaki gila ini..!" doa bathin Aina semakin gugup dan jemarinya semakin gemetar mencari nomor kontak di ponsel milik Zano. Ditengah kegugupannya tiba-tiba ponsel itu bergetar juga berbunyi nada panggilan suara. Aina terkejut dan tak sengaja ponsel itu terlempar ke atas kasur dan tanpa sengaja pula ternyata Aina telah menyentuh tombol untuk menerima panggilan tersebut hingga terdengar suara dari ponsel tersebut. "Zanoo..! kamu dimana sayaaang..?" Aina kembali terkejut dan kali ini bukan oleh tingkah laku tamunya yang menjengkelkan itu namun terusik oleh suara wanita yang tengah menghubungi ponsel milik suaminya. Tubuh Aina tiba-tiba berkeringat dan segera ia raih ponsel tersebut dan ia tempelkan di sebelah telinganya agar mendengar lebih jelas. Halo... halo Zano.. Aku ingin kamu datang sekarang juga ke tempat semalam. Aku ingin kembali menikmati permainan panas kita sayaang. Oh pliis Zano sayaang... jangan biarkan aku terlalu lama menunggu..!" ucap perempuan di ponsel Zano dengan suara genit manja. Dahi Aina semakin dibanjiri keringat, dadanya memburu naik turun dengan nafas terengah. Riuhnya seruan lelaki si tamu tak diundang di balik pintu kamarnya tiada lagi dihiraukan oleh Aina. Hatinya sangat panas mendengar rayuan genit seorang wanita di ponsel milik suaminya. "Siapa kamu..?" ucap Aina dingin. Diam senyap tiba-tiba. Wanita yang yang tidak lain adalah Nyonya Nisti, kini bungkam seribu bahasa begitu menyadari bahwa ia tidak sedang berbicara dengan Zahno. Dan tiba-tiba... "klek.. tut.. tut.. tuuut..." sambungan telepon terputus. ******"Kenapa lo..? Wajah kok kusut begini..!" semprot Gibran menyambut kedatangan Zano di pondok Gogiwa Crew Komunitas. Gogiwa Crew (Gigolo Gila Wanita) adalah nama komunitas para lelaki yang mencari rejeki dengan menjual cinta kepada wanita-wanita kesepian yang pada umumnya adalah perempuan yang sudah bersuami namun tidak bahagia di dalam rumah tangga mereka. Dalam permasalahan ini kelompok Gogiwa Crew akan menawarkan jasa untuk mengisi kehampaan hati para nyonya-nyonya yang umumnya berharta banyak. "Gua lagi patah arang, Bran. Pusing gua..!" keluh Zano lalu membanting rokok yang tadi dihisapnya ke tanah. "Aduuh... pusing gimana sih Zan? Lo kan baru aja laku dan bayaran lo lumayan gede Bro. Bayangin... baru dua kali aja di ajak kencan ama nyonya Nisti, lo udah dapetin mobil bagus, duit banyak.. bahkan lo udah bisa ngeboyong bini lo tinggal di rumah mewah. Pusing apa lagi sih Bro...?" tanya Gibran sambil menatap wajah Zano dengan pandangan tak mengerti. Gibran adalah sahabat Zano wala
"Baiklah sayang, jika kamu tidak mau membukakan pintu untukku kali ini. Aku akan memilih sendiri gaunmu untuk pernikahan kita nanti. Oh ya.. yaa.. Aku tahu bahwa kamu menyukai warna silver. Hm.. seperti tadi pagi, kamu terlihat sangat cantik menggunakan gaun warna silver itu. Sungguh pun kamu dalam keadaan tertidur lelap, tapi kamu sangat cantik dan seksi sayang.. Hm, dan gairahmu yang bergelora membuat aku jatuh cinta.""Duaar.. "Bagaikan suara halilintar menyambar, Aina tersentak mendengar ocehan si lelaki yang tidak ia kenal yang masih saja berceloteh di depan pintu kamarnya. Pikiran Aina bercampur aduk antara ocehan lelaki itu dengan ucapan wanita yang baru saja ia dengar di ponsel milik Zano suaminya. Namun sesungguhnya Aina tidaklah tahu kalau kedua anak manusia yang kini mengusik kenyamanan hidupnya adalah sepasang suami istri yang memiliki cara hidup tidak lazim. "Ooh.. mengapa ia tahu kalau tadi aku memakai gaun berwarna silver? Aku terlelap dia juga tahu? Terlelap...? oo
Kalimat terakhir yang diucapkan Tuan Arnold benar-benar telah mencampakkan harga diri Aina ke lembah nista. Wanita itu berdiri mematung menatap kepergian lelaki yang baru saja mengaku telah merenggut harga dirinya itu. Perlahan bola-bola air membulat dari mata Aina lalu berjatuhan dan pecah di kemiringan pipinya. "Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kata-kata lelaki itu memang ngelantur tapi entah mengapa aku yakin bahwa ia tidak berbohong." desah bathin Aina dengan perasaan sangat galau. Wanita itu menghempaskan bokongnya di atas sofa untuk mendapatkan ketenangan. Disana ia mulai mengingat satu persatu kalimat yang telah di ucapkan Tuan Arnold kepadanya. "Apakah mungkin seorang lelaki penjual cinta mampu membeli bangunan semegah ini..?" Suara Tuan Arnold tadi kini terngiang kembali di telinga Aina. "Apa maksud dari semua ini? Apakah maksudnya Zano sudaah.. . ooh ya Allah.. tidak.. . Zano tidak mungkin melakukan hal serendah itu.. !" Aina berseru membanta
"Aa.. Arnold...??! " tergagap Nyonya Nisti menyebut nama seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan tempat tidur begitu empat lelaki pendobrak pintu menggeser langkah ke samping sambil menundukkan wajah. Lelaki yang dipanggil Arnold tersebut mengangkat sedikit ujung bibir bagian atas, menyentuh pangkal dasi dan melangkah pelan ke depan. Sorot matanya nyalang seakan menguliti tubuh Nyonya Nisti dan Zano yang tiada berlapis sehelai benang pun jua. Nyonya Nisti terlihat sangat ketakutan dan menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit menjauhi Zano yang duduk di sampingnya. Sedangkan Zano tidak jauh berbeda dengan Nyonya Nisti, wajahnya pias laksana kapas. Seluruh darahnya seakan terbang entah kemana. Ia hanya bisa menengadah menatap sayu ke wajah lelaki tinggi gagah yang berdiri hanya beberapa depa dari tempat tidur yang ia duduki dengan Nyonya Nisti. Kedua insan tanpa busana tersebut terlihat sangat ketakutan, kadang menunduk dan terkadang menengadah dengan pandangan memelas. "Bu..
"Ainaaa....!! "Zano berlari berusaha mengejar istrinya yang dibawa paksa oleh Tuan Arnold beserta rombongan. Walau terseok, lelaki muda itu tetap memaksakan diri untuk terus menguatkan kedua tungkai kakinya terus berlari mengejar mobil yang telah melesat pergi dan hanya meninggalkan semburan debu.Darah bercucuran dari hidung Zano, pandangan matanya mulai berkunang-kunang dan penglihatannya ikut memudar. Pluk... Tubuh Zano terhempas di halaman vila. Antara sadar dan tidak sadar Zano hanya bisa pasrah. Beberapa belas menit lamanya kesadaran Zano hilang dan ia seperti tertidur pulas beralaskan rumput hijau. Sepasang mata tua memperhatikan dari bawah sebatang pohon mangga yang rindang. Lelaki tua dengan tubuh agak ceking mengenakan singlet di bagian atas tubuhnya dan bercelana sedikit komprang di bagian bawah. Di hadapan lelaki itu ada sebuah lubang yang baru saja ia gali. Itu dibuktikan oleh tangannya yang masih memegang sebuah cangkul berlumuran tanah. "Matikah dia?" Mang Asep men
"Jaga dia dan kalau sudah bangun dandani dengan cantik..!" Teriak Tuan Arnold kepada dua orang pelayan berkulit hitam manis. Tampaknya kedua pelayan itu berasal dari belahan timur Indonesia. Walaupun hitam, keduanya sangat manis. "Ya Tuan..!" Jawab kedua pelayan sembari membungkukkan badan dan melirik tubuh seorang wanita cantik yang terlihat tertidur pulas di atas pembaringan yang beralaskan kain sutera terbaik. "Siapa lagi wanita yang kau rebut dari kekasihnya? Apakah kau tidak ada puasnya merusak hubungan orang-orang yang saling mencintai?"Kalimat teguran itu dilontarkan oleh seorang wanita cantik, berpakaian ala seorang ratu lengkap dengan mahkota kecil di kepala. Kedatangannya di kamar itu cukup membuat kedua pelayan ketakutan dan bersegera undur diri. Tampaknya kekuatan perempuan tersebut melebihi power yang dimiliki oleh Tuan Arnold. Buktinya kedua pelayan memilih mengabaikan perintah Tuan Arnold untuk mematuhi perintah wanita bermahkota tersebut. Hening beberapa saat. Hany
"Bangunlah Nyonya.. ! Saya tahu sejak tadi Anda hanya berpura-pura tidur." Salah satu dari dua orang pelayan berkulit hitam manis membangunkan Aina dengan suara lembut namun dengan kalimat yang sedikit tegas. Kedua pelayan itu berdiri di samping pembaringan, melipat tangan di dada dan menekuk wajah menatap sinis ke arah tubuh Aina yang tergolek di atas pembaringan. Ucapan salah satu pelayan itu tentu saja membuat Aina terperanjat. Ia tidak menduga kalau aktingnya yang ia anggap sangat sempurna ternyata tidak mampu mengelabui kedua pelayan tersebut. "Kalau Anda terus saja berpura-pura tidur, maka jangan salahkan jika sebentar lagi Anda akan tidur untuk selamanya. Perut Anda butuh diisi. Anda butuh tenaga untuk keluar dari neraka jahanam ini." Sambung pelayan tadi, kali ini dengan kalimat lebih horor dan menakutkan. Sontak Aina terkejut lalu bergegas duduk mendengar ucapan itu. Ia berfikir tiada gunanya melanjutkan kepura-puraan. Toh kedua perempuan itu sudah tahu kalau dirinya hanya
"Dia tidur pulas sekali, Tuan! Kami sudah membangunkannya berulang kali." Lapor pelayan hitam manis kepada Tuan Arnold. "Ini sudah pukul berapa hah.. ? Ayahku Tuan Fulton, sudah duduk di singgasananya. Bagaimana perempuan itu bisa tidur dengan tenangnya...? Huuuh... " Tuan Arnold menyeret langkah dengan kasar menuju kamar tempat Aina berada. Ia melewati para tamu yang duduk bersantai di sofa yang sudah disediakan di hall rumah besar yang menyerupai istana tersebut. Sepasang mata seorang lelaki mengawasi pergerakan Tuan Arnold. Lelaki itu berpakaian sedikit lusuh dan tampaknya bertugas sebagai tenaga kebersihan. Beberapa kali ia terlihat sudah mengemasi kotak-kotak kosong dan gelas bekas makan dan minum para tamu. "Hei bodoh! Cepat bawakan minuman dingin untukku...! Aku kehausan menunggu perempuan busuk yang bakal menjadi permaisuri baru disini...!" Bentak seorang perempuan yang langsung membuat si lelaki berpakaian lusuh sedikit terkejut. Namun itu tidak berlangsung lama. Ia segera
Sepeninggal kedua lelaki itu, Aina kembali dihadapkan oleh pemikiran tadi. Ia berusaha mengingat suara salah seorang laki-laki yang baru saja mengantarkan makanan kepadanya.“Siapa dia? “Beberapa kali Aina mencoba memeras ingatannya namun ia belum juga berhasil mengetahui pemilik suara yang ia yakin pernah ia dengar sebelumnya.“Ia memanggilku ‘Ain'. Panggilan itu hanya diketahui oleh orang-orang dikampungku saja. Bukankah sejak pindah ke Jakarta aku tidak pernah memperkenalkan namaku ‘Ain' kepada siapa pun. Hm, jangan-jangan dia adalah teman sekampungku. Ooh.. Atau salah satu teman sekolahku. Tapi.. Siapa? Ooh, aku tidak bisa mengingat sama sekali.”Lelah memaksa ingatannya untuk mengenali suara lelaki tadi, Aina akhirnya tertidur pulas. Ia terbangun beberapa jam kemudian begitu mendengar ada orang bercakap-cakap diluar terali yang kini mengurung dirinya.Perlahan Aina membuka mata dan melihat dua lelaki kekar yang semalam menyeretnya masuk ke dalam kurungan itu.“Kau sudah bangun?
Aina berlari sekencang mungkin. Ia tidak memperdulikan suara lengking Tuan Fulton, Tuan Arnold dan Ratu Rasta yang memanggilnya dengan serempak dan setengah berteriak.Suasana pesta mendadak kacau balau. Para tamu kebingungan dan ada juga yang ikut berteriak bahkan beberapa orang diantaranya mengejar Aina yang sudah menggapai pintu.Dengan sigap Aina membuka pintu yang terbuat dari besi dengan gagang stainless.Dan ia berhasil keluar.Namun alangkah terkejutnya Aina begitu menyadari bahwa bangunan megah yang disebut istana itu ternyata bukanlah bangunan tembok atau rumah. Istana Tuan Fulton adalah sebuah kapal yang sangat besar dan bertingkat.Mulut Aina makin ternganga lebar begitu melihat ke bawah. Hamparan lautan luas yang terlihat kelam karena saat itu hari sudah malam. Ternyata kapal tersebut terapung di tengah lautan luas dan tenang.“Oh, betapa bodohnya aku hingga aku tidak menyadari kalau aku tengah berada di atas kapal. Mengapa aku tidak merasakan getaran mesin kapal ini? “B
"Ibu..??! ""Lalu aku harus memanggil dia apa..?! " Aina bertanya-tanya di dalam hati."Tundukkan kepalamu di hadapan Ratu! " Perintah Tuan Arnold lirih di telinga Aina ketika wanita itu terlihat kebingungan karena belum menemukan jawaban atas panggilan apa yang pantas ia berikan kepada wanita cantik bermahkota yang berdiri tepat di hadapannya."Ooh.. Se.. Selamat malam Ratu! " Tergagap suara Aina menyapa Ratu Rasta yang tersenyum bagaikan seringaian yang ia sembunyikan dalam keramahan palsu."Selamat malam! Malam ini kamu akan diresmikan menjadi menantu terbaru di istana megah ini. Jadi jaga sikapmu agar tidak memalukan keluarga besar Tuan Fulton yang sangat terhormat..! " Ulas Ratu Rasta terdengar sinis disela alunan musik yang mengalun lembut. Beberapa pasang manusia berusia tak lagi muda terlihat berdansa di lantai hall yang cukup luas itu.Namun bukan itu yang menjadi perhatian Aina. Aina cukup terkejut dengan pernyataan Ratu Rasta yang sangat janggal di telinganya."Menantu terb
"Dia tidur pulas sekali, Tuan! Kami sudah membangunkannya berulang kali." Lapor pelayan hitam manis kepada Tuan Arnold. "Ini sudah pukul berapa hah.. ? Ayahku Tuan Fulton, sudah duduk di singgasananya. Bagaimana perempuan itu bisa tidur dengan tenangnya...? Huuuh... " Tuan Arnold menyeret langkah dengan kasar menuju kamar tempat Aina berada. Ia melewati para tamu yang duduk bersantai di sofa yang sudah disediakan di hall rumah besar yang menyerupai istana tersebut. Sepasang mata seorang lelaki mengawasi pergerakan Tuan Arnold. Lelaki itu berpakaian sedikit lusuh dan tampaknya bertugas sebagai tenaga kebersihan. Beberapa kali ia terlihat sudah mengemasi kotak-kotak kosong dan gelas bekas makan dan minum para tamu. "Hei bodoh! Cepat bawakan minuman dingin untukku...! Aku kehausan menunggu perempuan busuk yang bakal menjadi permaisuri baru disini...!" Bentak seorang perempuan yang langsung membuat si lelaki berpakaian lusuh sedikit terkejut. Namun itu tidak berlangsung lama. Ia segera
"Bangunlah Nyonya.. ! Saya tahu sejak tadi Anda hanya berpura-pura tidur." Salah satu dari dua orang pelayan berkulit hitam manis membangunkan Aina dengan suara lembut namun dengan kalimat yang sedikit tegas. Kedua pelayan itu berdiri di samping pembaringan, melipat tangan di dada dan menekuk wajah menatap sinis ke arah tubuh Aina yang tergolek di atas pembaringan. Ucapan salah satu pelayan itu tentu saja membuat Aina terperanjat. Ia tidak menduga kalau aktingnya yang ia anggap sangat sempurna ternyata tidak mampu mengelabui kedua pelayan tersebut. "Kalau Anda terus saja berpura-pura tidur, maka jangan salahkan jika sebentar lagi Anda akan tidur untuk selamanya. Perut Anda butuh diisi. Anda butuh tenaga untuk keluar dari neraka jahanam ini." Sambung pelayan tadi, kali ini dengan kalimat lebih horor dan menakutkan. Sontak Aina terkejut lalu bergegas duduk mendengar ucapan itu. Ia berfikir tiada gunanya melanjutkan kepura-puraan. Toh kedua perempuan itu sudah tahu kalau dirinya hanya
"Jaga dia dan kalau sudah bangun dandani dengan cantik..!" Teriak Tuan Arnold kepada dua orang pelayan berkulit hitam manis. Tampaknya kedua pelayan itu berasal dari belahan timur Indonesia. Walaupun hitam, keduanya sangat manis. "Ya Tuan..!" Jawab kedua pelayan sembari membungkukkan badan dan melirik tubuh seorang wanita cantik yang terlihat tertidur pulas di atas pembaringan yang beralaskan kain sutera terbaik. "Siapa lagi wanita yang kau rebut dari kekasihnya? Apakah kau tidak ada puasnya merusak hubungan orang-orang yang saling mencintai?"Kalimat teguran itu dilontarkan oleh seorang wanita cantik, berpakaian ala seorang ratu lengkap dengan mahkota kecil di kepala. Kedatangannya di kamar itu cukup membuat kedua pelayan ketakutan dan bersegera undur diri. Tampaknya kekuatan perempuan tersebut melebihi power yang dimiliki oleh Tuan Arnold. Buktinya kedua pelayan memilih mengabaikan perintah Tuan Arnold untuk mematuhi perintah wanita bermahkota tersebut. Hening beberapa saat. Hany
"Ainaaa....!! "Zano berlari berusaha mengejar istrinya yang dibawa paksa oleh Tuan Arnold beserta rombongan. Walau terseok, lelaki muda itu tetap memaksakan diri untuk terus menguatkan kedua tungkai kakinya terus berlari mengejar mobil yang telah melesat pergi dan hanya meninggalkan semburan debu.Darah bercucuran dari hidung Zano, pandangan matanya mulai berkunang-kunang dan penglihatannya ikut memudar. Pluk... Tubuh Zano terhempas di halaman vila. Antara sadar dan tidak sadar Zano hanya bisa pasrah. Beberapa belas menit lamanya kesadaran Zano hilang dan ia seperti tertidur pulas beralaskan rumput hijau. Sepasang mata tua memperhatikan dari bawah sebatang pohon mangga yang rindang. Lelaki tua dengan tubuh agak ceking mengenakan singlet di bagian atas tubuhnya dan bercelana sedikit komprang di bagian bawah. Di hadapan lelaki itu ada sebuah lubang yang baru saja ia gali. Itu dibuktikan oleh tangannya yang masih memegang sebuah cangkul berlumuran tanah. "Matikah dia?" Mang Asep men
"Aa.. Arnold...??! " tergagap Nyonya Nisti menyebut nama seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan tempat tidur begitu empat lelaki pendobrak pintu menggeser langkah ke samping sambil menundukkan wajah. Lelaki yang dipanggil Arnold tersebut mengangkat sedikit ujung bibir bagian atas, menyentuh pangkal dasi dan melangkah pelan ke depan. Sorot matanya nyalang seakan menguliti tubuh Nyonya Nisti dan Zano yang tiada berlapis sehelai benang pun jua. Nyonya Nisti terlihat sangat ketakutan dan menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit menjauhi Zano yang duduk di sampingnya. Sedangkan Zano tidak jauh berbeda dengan Nyonya Nisti, wajahnya pias laksana kapas. Seluruh darahnya seakan terbang entah kemana. Ia hanya bisa menengadah menatap sayu ke wajah lelaki tinggi gagah yang berdiri hanya beberapa depa dari tempat tidur yang ia duduki dengan Nyonya Nisti. Kedua insan tanpa busana tersebut terlihat sangat ketakutan, kadang menunduk dan terkadang menengadah dengan pandangan memelas. "Bu..
Kalimat terakhir yang diucapkan Tuan Arnold benar-benar telah mencampakkan harga diri Aina ke lembah nista. Wanita itu berdiri mematung menatap kepergian lelaki yang baru saja mengaku telah merenggut harga dirinya itu. Perlahan bola-bola air membulat dari mata Aina lalu berjatuhan dan pecah di kemiringan pipinya. "Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kata-kata lelaki itu memang ngelantur tapi entah mengapa aku yakin bahwa ia tidak berbohong." desah bathin Aina dengan perasaan sangat galau. Wanita itu menghempaskan bokongnya di atas sofa untuk mendapatkan ketenangan. Disana ia mulai mengingat satu persatu kalimat yang telah di ucapkan Tuan Arnold kepadanya. "Apakah mungkin seorang lelaki penjual cinta mampu membeli bangunan semegah ini..?" Suara Tuan Arnold tadi kini terngiang kembali di telinga Aina. "Apa maksud dari semua ini? Apakah maksudnya Zano sudaah.. . ooh ya Allah.. tidak.. . Zano tidak mungkin melakukan hal serendah itu.. !" Aina berseru membanta