Senja sudah berganti malam. Dan bahkan kini malam telah semakin larut. Namun tiada tanda-tanda Zano akan pulang ke rumah.
Dandanan cantik hasil buah karya salon ternama di wajah Aina kini semakin pudar dan mulai acak-acak-an. "Oh, kamu dimana Zan? Hari ini adalah hari pertama kamu masuk kerja. Apakah kamu langsung lembur? Tapi... kalau lembur masa sih kamu tidak memberi tahu aku terlebih dahulu?" hati Aina bertanya dalam gelisah. Di ruang tamu yang dipenuhi perabotan mewah, wanita muda itu mondar-mandir tak tentu arah. Sekali-kali ia mengecek ponselnya berharap Zano suaminya akan berkabar. Dan ternyata nihil. Bahkan keterangan online di whatsaap milik Zano tidak berubah dari yang sudah ia lihat puluhan kali sebelumnya, bahwa Zano terakhir mengaktifkan aplikasi populer tersebut pada jam 08.15 pagi. Itu artinya setelah sampai dikantornya Zano me-non aktifkan data ponsel miliknya atau bahkan mematikan alat komunikasinya itu. "Oh, sebenarnya Zano kerja apa sih? Kok segitu sibuknya?" Aina semakin gelisah namun tidak tahu harus berbuat apa. Tempat suaminya bekerja pun ia tidak tahu dimana. "Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Dimanakah suamiku berada?" kesah Aina semakin tiada terkira paniknya. Ia beranjak ke ruang kamarnya nan mewah. Di depan cermin Aina memandangi sisa riasan yang masih menempel di wajahnya. Lalu ia berbicara lirih kepada cermin yang memantulkan tubuh indahnya. "Aku belum pernah berdandan secantik ini seumur hidupku. Belum pernah pula memakai gaun semahal ini bahkan dihari pernikahanku dengan Zano. Dihari bahagia itu kami berdua hanya di dandani dengan pakaian pengantin sewaan yang sudah dipakai puluhan pasang pengantin sebelumnya. Hm, malam ini aku memakai gaun indah yang harganya selangit. Tapi aku kesepian dan kehilangan. Zano entah kemana dan melupakan janjinya begitu saja." Air mata Aina runtuh berjatuhan. Malam semakin larut dan sudah dini hari. Aina yang lelah dalam penantian akhirnya tertidur di depan cermin yang sudah puas ia ajak berbicara. Gaun berwarna silver berenda yang ia kenakan tergerai ujungnya di atas lantai. Di dalam balutan gaun mewah hati Aina justru merana. Sejak hari pernikahan mereka, Zano tidak pernah satu malam pun meninggalkan Aina sendirian di rumah. Namun malam ini semua telah berubah. ***"Idiiih... geli ah sayaaang... permainanmu sungguh nikmat ooh.. "Nyonya Nisti terus saja menggelinjang menikmati serangan-serangan birahi Zano. Bagaikan anak kecil yang belum mengenal rasa malu, keduanya terus saja menunggangi hasrat birahi sepanjang malam. Zano yang mulai terbiasa menjadi lelaki pemuas nafsu, semakin pintar saja menciptakan ide dalam mengatur posisi tubuh dalam bercinta hingga membuat lawan mainnya semakin menggelinjang nikmat. Malam semakin larut, permainan sepasang insan yang tengah berselingkuh itu pun semakin panas. Desah manja dan jeritan kepuasaan seakan meningkahi kesunyian malam di villa itu. Lain dengan Zano yang berjibaku untuk memuaskan birahi Nyonya Nisti, lain pula dengan Aina yang terpuruk di lembah sepi. Ia letih dalam menunggu sang suami hingga terlelap dan dibuai mimpi buruk yang memberikan siksaan menjelang pagi. Sadar kalau pagi sudah datang menjelang, Aina melompat dari tempat tidur dan berusaha menangkap kembali kesadaran yang tadi mengabur. Aina setengah berlari untuk membuka pintu dan sedikit mengibaskan gaun yang berjuluran di lantai yang menghalangi langkah kakinya. Namun sayang dirinya agak terlambat hingga ujung gaun mahal itu menjerat pergelangan kakinya dan membuat tubuh Aina oleng dan terjatuh. Kesadaran Aina yang baru kembali setelah bangun dari tidur, malah menghilang kembali ketika kepalanya membentur bandul ranjang yang terbuat dari kayu berukir. Tidak banyak yang terucap dari bibir mungil Aina ketika ia akan kembali ke alam bawah sadar. "Aduh..!" hanya itu saja.Lalu tubuhnya tergolek di lantai tidak sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian seorang laki-laki bertubuh tinggi atletis berdiri di ambang pintu kamar Aina yang telah ia buka lebar. Lelaki yang tidak lain adalah Tuan Arnold itu menyeringai sambil mengelus sebuah benda panjang yang tiba-tiba saja sudah menegang di areal pangkal pahanya. Matanya nanar menatap seonggok tubuh indah yang tergolek tertelentang di atas lantai. Model gaun berdada rendah membuat sepasang gunung kembar milik si wanita muda yang tengah tidak sadarkan diri tersebut, menonjol keluar. Dan sepasang gunung kembar itu pula seakan melambaikan jemari-jemari rayuan yang mengobarkan nafsu birahi sang lelaki.
Tap.. tap.. tap.. Langkah kaki Tuan Arnold mendekat lalu menekukkan wajah memandangi tubuh Aina yang tergolek dengan mata terpejam. Dengan senyuman sinis Tuan Arnold mengukur inci demi inci tubuh itu dengan pandangan mesumnya dan ia kemudian terlihat manggut-manggut semakin senang."Lumayan cantik." desahnya lalu ia duduk berjongkok dan menilik wajah Aina semakin dekat dan mulai meraba bibir manis perempuan tersebut.
"Hm, ternyata kali ini Nisti telah berselingkuh dengan seorang laki-laki yang cerdas. Ia begitu pandai melebur emosiku dengan mengumpankan istri cantiknya kepadaku. Hm, permainannya begitu menyenangkan hatiku." desah Tuan Arnold mulai menjamu hasratnya dengan menggerayangi tubuh Aina sedikit demi sedikit. "Oh, perempuan ini pasti sudah menungguku dari semalam. Ia telah bersusah payah berdandan secantik mungkin hanya karena ingin bercinta denganku. Oh, ya..iya.. bercinta dengan Tuan Arnold tentu sangat di idamkan semua wanita. Hm, sentuhan seorang laki-laki penjagal tentu saja lebih menggairahkan dari pada sentuhan seorang pria penjual cinta. Ooh.. itu pasti.. Pasti.. uuh.." Tuan Arnold mulai memagut tubuh Aina dan mengecup tipis bibir perempuan itu. "Za.. Zanoo.." Aina mengerang diantara rasa pusing yang menyumbat kesadarannya. Dalam alam bawah sadar Aina terbawa ilusi bercinta dengan Zano suaminya. "Zano suamiku.. Kamu sudah pulang sayang..?" oceh Aina perlahan mengeratkan pelukan di dada Tuan Arnold. Sedangkan mata perempuan tersebut masih tertutup rapat. Ocehan Aina sejenak membuat Tuan Arnold tertegun. Ia sedikit tidak mengerti mengapa wanita yang sudah membakar birahinya secara utuh itu tiba-tiba menyebut nama lelaki lain yang kemungkinan besar adalah suaminya. "Cuuiih..!"Tuan Arnold meludah ke lantai dan matanya menyipit namun pandangannya membara. Namun itu hanya beberapa detik saja. "Hm.. hehhe... Perempuan ini terlalu pandai memainkan hasrat lelaki. Ohh.. aku suka permainan ini. Teruslah berpura-pura sayang.. Aku suka dengan destinasi baru seperti ini." desah Tuan Arnold kembali bahagia. Dengan perlahan ia gendong tubuh Aina yang lunglai tiada berdaya ke atas pembaringan. Dengan tiada sabar kemudian lelaki itu menyentakkan tirai jendela yang sedikit terbuka hingga kini kamar itu terhindar dari cahaya matahari yang mulai datang mengintip. Dan di dalam kamar yang kini temaram Tuan Arnold melepaskan hasrat birahinya yang sudah tiada terbendung lagi. Aina yang juga terbuai di dalam ilusinya terus pula melayani permainan Tuan Arnold. Nafas mereka berpacu dan menderu tanpa menghiraukan mentari yang semakin memperlihat diri di ufuk timur. Kicauan burung-burung di pagi itu membuat percintaan dua insan yang tiada saling kenal itu semakin memanas. "Zanooo... ah.. mengapa tidak pulang semalam sayaang... Uuh.. tiba-tiba pulang seperti ini.. uuh.. nikmatnya Zaan.." Aina terus saja mengerang diantara dua alam yang menjepit alam sadarnya. Tuan Arnold yang telah siap untuk melakukan penetrasi ke liang peranakan Aina semakin beringas. "Oh sayang.. terimalah kenikmatan ini. Maaf aku terlambat datang untuk memenuhi hasratmu sayang.." desah Tuan Arnold dan kini sibuk meraup kenikmatan dari liang peranakan Aina. Tubuhnya yang sudah tiada berbusana bergoyang naik turun di atas tubuh Aina yang berbalut gaun yang sudah centang perenang tak beraturan. Hanya bagian rok gaun itu yang tersibak ke atas dan disanalah Tuan Arnold menimba kenikmatan yang tiada taranya. Mata lelaki itu kadang terpejam dan tangannya sibuk menggerayangi gunung kembar milik Aina yang menyembul dari balik gaun bermodel dada rendah yang dikenakannya. Sekitar dua puluh menit mendesah, berpagutan bahkan menjerit perlahan, akhirnya tubuh Tuan Arnold dan Aina terdiam keletihan. Hanya nafas keduanya yang terdengar bersahutan lalu kemudian Tuan Arnold mengangkat tubuhnya dari tubuh Aina yang masih tergolek dengan mata terpejam entah terlelap entah belum siuman dari alam bawah sadarnya. Dengan sedikit mengekeh Tuan Arnold memakai pakaiannya kembali lalu merapikannya. Sebelum meninggalkan Aina yang terlelap Tuan Arnold berkata, sayang.. aku pasti akan datang kembali..!"Setelah mengucapkan kalimat itu, lelaki tampan pemilik beberapa bisnis kelam tersebut berlalu meninggalkan rumah yang di huni Aina dengan mengendarai kendaraan mewah seharga milyaran rupiah. Ia bernyanyi kecil sambil memacu mobilnya itu ke sebuah apartemen. *****Mentari perlahan mulai naik. Cahayanya mulai bingar menyentuh permukaan bumi. Sesosok tubuh yang tadi nyenyak tak sadarkan diri kini mulai menggeliat perlahanAina baru saja siuman. "Ohh"Wanita itu kembali menggeliatkan tubuhnya yang separuh telanjang. Gaun berwarna silver yang sedari kemarin sore ia kenakan masih saja melekat di badannya. Namun kondisinya sudah centang perenang tiada beraturan. Bahkan bagian bawah gaun tersebut sudah tersibak ke atas dan membiarkan organ intim Aina terbuka tanpa sehelai benang pun yang menutupinya selain bulu-bulu halus yang legam. "Oh, apa yang telah terjadi..?" Aina kembali mendesah dan meraba liang peranakannya lebih dalam lagi. Cairan berlendir serta merta membasahi jemari Aina dan terasa sedikit lengket. Mata Aina membesar dan ia berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Sisa-sisa kenikmatan masih menjalari sebagian besar sarafnya. Aina akhirnya tersenyum bahagia. Wanita itu telah dipengaruhi bayangan ilusi alam bawah sadarnya tadi. "Zano
Dam.. dam.. dam.. Jantung Zano bertabuh riuh ketika tangannya meraih pakaian dalam penutup aurat terdalam istrinya tersebut. Dengan menjepit diantara dua jarinya Zano mengangkat lebih tinggi jenis pakaian berukuran kecil tersebut dan kini dadanya semakin sesak oleh amarah yang tiba-tiba saja membuncah dan nafasnya memburu. "Perempuan hina..!" makinya sambil menghempaskan benda kecil itu ke lantai. Dengan terburu-buru selanjutnya Zano mengenyahkan selimut tebal yang teronggok tak beraturan di atas kasur. Sekali sentakan saja selimut itu sudah berpindah ke atas lantai. Dengan telapak tangannya Zano meraba permukaan kasur seakan mencari-cari sesuatu. Nafasnya seakan berhenti begitu ia menemukan bagian yang lembab lagi basah di permukaan kasur tersebut. Zano perlahan mengangkat tangannya dan menggosokkan dua jarinya untuk memastikan apakah benar ada cairan yang menempel di sana. Matanya nanar menatap kedua jemari tangannya itu. "Biadaaaab...!!!" teriak Zano tiba-tiba cukup keras. Ta
"Kenapa lo..? Wajah kok kusut begini..!" semprot Gibran menyambut kedatangan Zano di pondok Gogiwa Crew Komunitas. Gogiwa Crew (Gigolo Gila Wanita) adalah nama komunitas para lelaki yang mencari rejeki dengan menjual cinta kepada wanita-wanita kesepian yang pada umumnya adalah perempuan yang sudah bersuami namun tidak bahagia di dalam rumah tangga mereka. Dalam permasalahan ini kelompok Gogiwa Crew akan menawarkan jasa untuk mengisi kehampaan hati para nyonya-nyonya yang umumnya berharta banyak. "Gua lagi patah arang, Bran. Pusing gua..!" keluh Zano lalu membanting rokok yang tadi dihisapnya ke tanah. "Aduuh... pusing gimana sih Zan? Lo kan baru aja laku dan bayaran lo lumayan gede Bro. Bayangin... baru dua kali aja di ajak kencan ama nyonya Nisti, lo udah dapetin mobil bagus, duit banyak.. bahkan lo udah bisa ngeboyong bini lo tinggal di rumah mewah. Pusing apa lagi sih Bro...?" tanya Gibran sambil menatap wajah Zano dengan pandangan tak mengerti. Gibran adalah sahabat Zano wala
"Baiklah sayang, jika kamu tidak mau membukakan pintu untukku kali ini. Aku akan memilih sendiri gaunmu untuk pernikahan kita nanti. Oh ya.. yaa.. Aku tahu bahwa kamu menyukai warna silver. Hm.. seperti tadi pagi, kamu terlihat sangat cantik menggunakan gaun warna silver itu. Sungguh pun kamu dalam keadaan tertidur lelap, tapi kamu sangat cantik dan seksi sayang.. Hm, dan gairahmu yang bergelora membuat aku jatuh cinta.""Duaar.. "Bagaikan suara halilintar menyambar, Aina tersentak mendengar ocehan si lelaki yang tidak ia kenal yang masih saja berceloteh di depan pintu kamarnya. Pikiran Aina bercampur aduk antara ocehan lelaki itu dengan ucapan wanita yang baru saja ia dengar di ponsel milik Zano suaminya. Namun sesungguhnya Aina tidaklah tahu kalau kedua anak manusia yang kini mengusik kenyamanan hidupnya adalah sepasang suami istri yang memiliki cara hidup tidak lazim. "Ooh.. mengapa ia tahu kalau tadi aku memakai gaun berwarna silver? Aku terlelap dia juga tahu? Terlelap...? oo
Kalimat terakhir yang diucapkan Tuan Arnold benar-benar telah mencampakkan harga diri Aina ke lembah nista. Wanita itu berdiri mematung menatap kepergian lelaki yang baru saja mengaku telah merenggut harga dirinya itu. Perlahan bola-bola air membulat dari mata Aina lalu berjatuhan dan pecah di kemiringan pipinya. "Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kata-kata lelaki itu memang ngelantur tapi entah mengapa aku yakin bahwa ia tidak berbohong." desah bathin Aina dengan perasaan sangat galau. Wanita itu menghempaskan bokongnya di atas sofa untuk mendapatkan ketenangan. Disana ia mulai mengingat satu persatu kalimat yang telah di ucapkan Tuan Arnold kepadanya. "Apakah mungkin seorang lelaki penjual cinta mampu membeli bangunan semegah ini..?" Suara Tuan Arnold tadi kini terngiang kembali di telinga Aina. "Apa maksud dari semua ini? Apakah maksudnya Zano sudaah.. . ooh ya Allah.. tidak.. . Zano tidak mungkin melakukan hal serendah itu.. !" Aina berseru membanta
"Aa.. Arnold...??! " tergagap Nyonya Nisti menyebut nama seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan tempat tidur begitu empat lelaki pendobrak pintu menggeser langkah ke samping sambil menundukkan wajah. Lelaki yang dipanggil Arnold tersebut mengangkat sedikit ujung bibir bagian atas, menyentuh pangkal dasi dan melangkah pelan ke depan. Sorot matanya nyalang seakan menguliti tubuh Nyonya Nisti dan Zano yang tiada berlapis sehelai benang pun jua. Nyonya Nisti terlihat sangat ketakutan dan menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit menjauhi Zano yang duduk di sampingnya. Sedangkan Zano tidak jauh berbeda dengan Nyonya Nisti, wajahnya pias laksana kapas. Seluruh darahnya seakan terbang entah kemana. Ia hanya bisa menengadah menatap sayu ke wajah lelaki tinggi gagah yang berdiri hanya beberapa depa dari tempat tidur yang ia duduki dengan Nyonya Nisti. Kedua insan tanpa busana tersebut terlihat sangat ketakutan, kadang menunduk dan terkadang menengadah dengan pandangan memelas. "Bu..
"Ainaaa....!! "Zano berlari berusaha mengejar istrinya yang dibawa paksa oleh Tuan Arnold beserta rombongan. Walau terseok, lelaki muda itu tetap memaksakan diri untuk terus menguatkan kedua tungkai kakinya terus berlari mengejar mobil yang telah melesat pergi dan hanya meninggalkan semburan debu.Darah bercucuran dari hidung Zano, pandangan matanya mulai berkunang-kunang dan penglihatannya ikut memudar. Pluk... Tubuh Zano terhempas di halaman vila. Antara sadar dan tidak sadar Zano hanya bisa pasrah. Beberapa belas menit lamanya kesadaran Zano hilang dan ia seperti tertidur pulas beralaskan rumput hijau. Sepasang mata tua memperhatikan dari bawah sebatang pohon mangga yang rindang. Lelaki tua dengan tubuh agak ceking mengenakan singlet di bagian atas tubuhnya dan bercelana sedikit komprang di bagian bawah. Di hadapan lelaki itu ada sebuah lubang yang baru saja ia gali. Itu dibuktikan oleh tangannya yang masih memegang sebuah cangkul berlumuran tanah. "Matikah dia?" Mang Asep men
"Jaga dia dan kalau sudah bangun dandani dengan cantik..!" Teriak Tuan Arnold kepada dua orang pelayan berkulit hitam manis. Tampaknya kedua pelayan itu berasal dari belahan timur Indonesia. Walaupun hitam, keduanya sangat manis. "Ya Tuan..!" Jawab kedua pelayan sembari membungkukkan badan dan melirik tubuh seorang wanita cantik yang terlihat tertidur pulas di atas pembaringan yang beralaskan kain sutera terbaik. "Siapa lagi wanita yang kau rebut dari kekasihnya? Apakah kau tidak ada puasnya merusak hubungan orang-orang yang saling mencintai?"Kalimat teguran itu dilontarkan oleh seorang wanita cantik, berpakaian ala seorang ratu lengkap dengan mahkota kecil di kepala. Kedatangannya di kamar itu cukup membuat kedua pelayan ketakutan dan bersegera undur diri. Tampaknya kekuatan perempuan tersebut melebihi power yang dimiliki oleh Tuan Arnold. Buktinya kedua pelayan memilih mengabaikan perintah Tuan Arnold untuk mematuhi perintah wanita bermahkota tersebut. Hening beberapa saat. Hany
Sepeninggal kedua lelaki itu, Aina kembali dihadapkan oleh pemikiran tadi. Ia berusaha mengingat suara salah seorang laki-laki yang baru saja mengantarkan makanan kepadanya.“Siapa dia? “Beberapa kali Aina mencoba memeras ingatannya namun ia belum juga berhasil mengetahui pemilik suara yang ia yakin pernah ia dengar sebelumnya.“Ia memanggilku ‘Ain'. Panggilan itu hanya diketahui oleh orang-orang dikampungku saja. Bukankah sejak pindah ke Jakarta aku tidak pernah memperkenalkan namaku ‘Ain' kepada siapa pun. Hm, jangan-jangan dia adalah teman sekampungku. Ooh.. Atau salah satu teman sekolahku. Tapi.. Siapa? Ooh, aku tidak bisa mengingat sama sekali.”Lelah memaksa ingatannya untuk mengenali suara lelaki tadi, Aina akhirnya tertidur pulas. Ia terbangun beberapa jam kemudian begitu mendengar ada orang bercakap-cakap diluar terali yang kini mengurung dirinya.Perlahan Aina membuka mata dan melihat dua lelaki kekar yang semalam menyeretnya masuk ke dalam kurungan itu.“Kau sudah bangun?
Aina berlari sekencang mungkin. Ia tidak memperdulikan suara lengking Tuan Fulton, Tuan Arnold dan Ratu Rasta yang memanggilnya dengan serempak dan setengah berteriak.Suasana pesta mendadak kacau balau. Para tamu kebingungan dan ada juga yang ikut berteriak bahkan beberapa orang diantaranya mengejar Aina yang sudah menggapai pintu.Dengan sigap Aina membuka pintu yang terbuat dari besi dengan gagang stainless.Dan ia berhasil keluar.Namun alangkah terkejutnya Aina begitu menyadari bahwa bangunan megah yang disebut istana itu ternyata bukanlah bangunan tembok atau rumah. Istana Tuan Fulton adalah sebuah kapal yang sangat besar dan bertingkat.Mulut Aina makin ternganga lebar begitu melihat ke bawah. Hamparan lautan luas yang terlihat kelam karena saat itu hari sudah malam. Ternyata kapal tersebut terapung di tengah lautan luas dan tenang.“Oh, betapa bodohnya aku hingga aku tidak menyadari kalau aku tengah berada di atas kapal. Mengapa aku tidak merasakan getaran mesin kapal ini? “B
"Ibu..??! ""Lalu aku harus memanggil dia apa..?! " Aina bertanya-tanya di dalam hati."Tundukkan kepalamu di hadapan Ratu! " Perintah Tuan Arnold lirih di telinga Aina ketika wanita itu terlihat kebingungan karena belum menemukan jawaban atas panggilan apa yang pantas ia berikan kepada wanita cantik bermahkota yang berdiri tepat di hadapannya."Ooh.. Se.. Selamat malam Ratu! " Tergagap suara Aina menyapa Ratu Rasta yang tersenyum bagaikan seringaian yang ia sembunyikan dalam keramahan palsu."Selamat malam! Malam ini kamu akan diresmikan menjadi menantu terbaru di istana megah ini. Jadi jaga sikapmu agar tidak memalukan keluarga besar Tuan Fulton yang sangat terhormat..! " Ulas Ratu Rasta terdengar sinis disela alunan musik yang mengalun lembut. Beberapa pasang manusia berusia tak lagi muda terlihat berdansa di lantai hall yang cukup luas itu.Namun bukan itu yang menjadi perhatian Aina. Aina cukup terkejut dengan pernyataan Ratu Rasta yang sangat janggal di telinganya."Menantu terb
"Dia tidur pulas sekali, Tuan! Kami sudah membangunkannya berulang kali." Lapor pelayan hitam manis kepada Tuan Arnold. "Ini sudah pukul berapa hah.. ? Ayahku Tuan Fulton, sudah duduk di singgasananya. Bagaimana perempuan itu bisa tidur dengan tenangnya...? Huuuh... " Tuan Arnold menyeret langkah dengan kasar menuju kamar tempat Aina berada. Ia melewati para tamu yang duduk bersantai di sofa yang sudah disediakan di hall rumah besar yang menyerupai istana tersebut. Sepasang mata seorang lelaki mengawasi pergerakan Tuan Arnold. Lelaki itu berpakaian sedikit lusuh dan tampaknya bertugas sebagai tenaga kebersihan. Beberapa kali ia terlihat sudah mengemasi kotak-kotak kosong dan gelas bekas makan dan minum para tamu. "Hei bodoh! Cepat bawakan minuman dingin untukku...! Aku kehausan menunggu perempuan busuk yang bakal menjadi permaisuri baru disini...!" Bentak seorang perempuan yang langsung membuat si lelaki berpakaian lusuh sedikit terkejut. Namun itu tidak berlangsung lama. Ia segera
"Bangunlah Nyonya.. ! Saya tahu sejak tadi Anda hanya berpura-pura tidur." Salah satu dari dua orang pelayan berkulit hitam manis membangunkan Aina dengan suara lembut namun dengan kalimat yang sedikit tegas. Kedua pelayan itu berdiri di samping pembaringan, melipat tangan di dada dan menekuk wajah menatap sinis ke arah tubuh Aina yang tergolek di atas pembaringan. Ucapan salah satu pelayan itu tentu saja membuat Aina terperanjat. Ia tidak menduga kalau aktingnya yang ia anggap sangat sempurna ternyata tidak mampu mengelabui kedua pelayan tersebut. "Kalau Anda terus saja berpura-pura tidur, maka jangan salahkan jika sebentar lagi Anda akan tidur untuk selamanya. Perut Anda butuh diisi. Anda butuh tenaga untuk keluar dari neraka jahanam ini." Sambung pelayan tadi, kali ini dengan kalimat lebih horor dan menakutkan. Sontak Aina terkejut lalu bergegas duduk mendengar ucapan itu. Ia berfikir tiada gunanya melanjutkan kepura-puraan. Toh kedua perempuan itu sudah tahu kalau dirinya hanya
"Jaga dia dan kalau sudah bangun dandani dengan cantik..!" Teriak Tuan Arnold kepada dua orang pelayan berkulit hitam manis. Tampaknya kedua pelayan itu berasal dari belahan timur Indonesia. Walaupun hitam, keduanya sangat manis. "Ya Tuan..!" Jawab kedua pelayan sembari membungkukkan badan dan melirik tubuh seorang wanita cantik yang terlihat tertidur pulas di atas pembaringan yang beralaskan kain sutera terbaik. "Siapa lagi wanita yang kau rebut dari kekasihnya? Apakah kau tidak ada puasnya merusak hubungan orang-orang yang saling mencintai?"Kalimat teguran itu dilontarkan oleh seorang wanita cantik, berpakaian ala seorang ratu lengkap dengan mahkota kecil di kepala. Kedatangannya di kamar itu cukup membuat kedua pelayan ketakutan dan bersegera undur diri. Tampaknya kekuatan perempuan tersebut melebihi power yang dimiliki oleh Tuan Arnold. Buktinya kedua pelayan memilih mengabaikan perintah Tuan Arnold untuk mematuhi perintah wanita bermahkota tersebut. Hening beberapa saat. Hany
"Ainaaa....!! "Zano berlari berusaha mengejar istrinya yang dibawa paksa oleh Tuan Arnold beserta rombongan. Walau terseok, lelaki muda itu tetap memaksakan diri untuk terus menguatkan kedua tungkai kakinya terus berlari mengejar mobil yang telah melesat pergi dan hanya meninggalkan semburan debu.Darah bercucuran dari hidung Zano, pandangan matanya mulai berkunang-kunang dan penglihatannya ikut memudar. Pluk... Tubuh Zano terhempas di halaman vila. Antara sadar dan tidak sadar Zano hanya bisa pasrah. Beberapa belas menit lamanya kesadaran Zano hilang dan ia seperti tertidur pulas beralaskan rumput hijau. Sepasang mata tua memperhatikan dari bawah sebatang pohon mangga yang rindang. Lelaki tua dengan tubuh agak ceking mengenakan singlet di bagian atas tubuhnya dan bercelana sedikit komprang di bagian bawah. Di hadapan lelaki itu ada sebuah lubang yang baru saja ia gali. Itu dibuktikan oleh tangannya yang masih memegang sebuah cangkul berlumuran tanah. "Matikah dia?" Mang Asep men
"Aa.. Arnold...??! " tergagap Nyonya Nisti menyebut nama seorang lelaki yang tiba-tiba muncul di hadapan tempat tidur begitu empat lelaki pendobrak pintu menggeser langkah ke samping sambil menundukkan wajah. Lelaki yang dipanggil Arnold tersebut mengangkat sedikit ujung bibir bagian atas, menyentuh pangkal dasi dan melangkah pelan ke depan. Sorot matanya nyalang seakan menguliti tubuh Nyonya Nisti dan Zano yang tiada berlapis sehelai benang pun jua. Nyonya Nisti terlihat sangat ketakutan dan menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit menjauhi Zano yang duduk di sampingnya. Sedangkan Zano tidak jauh berbeda dengan Nyonya Nisti, wajahnya pias laksana kapas. Seluruh darahnya seakan terbang entah kemana. Ia hanya bisa menengadah menatap sayu ke wajah lelaki tinggi gagah yang berdiri hanya beberapa depa dari tempat tidur yang ia duduki dengan Nyonya Nisti. Kedua insan tanpa busana tersebut terlihat sangat ketakutan, kadang menunduk dan terkadang menengadah dengan pandangan memelas. "Bu..
Kalimat terakhir yang diucapkan Tuan Arnold benar-benar telah mencampakkan harga diri Aina ke lembah nista. Wanita itu berdiri mematung menatap kepergian lelaki yang baru saja mengaku telah merenggut harga dirinya itu. Perlahan bola-bola air membulat dari mata Aina lalu berjatuhan dan pecah di kemiringan pipinya. "Sungguh aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kata-kata lelaki itu memang ngelantur tapi entah mengapa aku yakin bahwa ia tidak berbohong." desah bathin Aina dengan perasaan sangat galau. Wanita itu menghempaskan bokongnya di atas sofa untuk mendapatkan ketenangan. Disana ia mulai mengingat satu persatu kalimat yang telah di ucapkan Tuan Arnold kepadanya. "Apakah mungkin seorang lelaki penjual cinta mampu membeli bangunan semegah ini..?" Suara Tuan Arnold tadi kini terngiang kembali di telinga Aina. "Apa maksud dari semua ini? Apakah maksudnya Zano sudaah.. . ooh ya Allah.. tidak.. . Zano tidak mungkin melakukan hal serendah itu.. !" Aina berseru membanta