Share

Pulang

Bibir Nasya terbuka, menganga tipis, dia tentu sangat terkejut dan tanpa berpikir panjang dia langsung menelpon Anara tapi sang adik tidak menjawab panggilan Nasya dan lebih memilih mengirimkan pesan kepada Nasya, pesannya berbunyi, “Maaf Mbak, salah kirim.”

Nasya yang merasa penasaran akan ke mana Amara mengirim pesan itu, membalas, “Memangnya mau dikirim ke mana gambar kayak gitu?”

Nasya menunggu beberapa saat agar Anara menjelaskan tentang pesan salah kirim itu, tapi fokus Nasya terganggu ketika salah seorang murid laki-laki berkata di sampingnya, “Bu Nasya.” Nasya menoleh ke arahnya, “Maaf Bu tapi, Ibu belum mulai mengajar?”

“Oh iya astaga, baik, Ibu mulai sekarang ya,” Nasya tersenyum dan memilih untuk menaruh ponselnya dan membuka buku cetak yang berada di samping ponsel miliknya.

Maka pada saat ini Nasya memilih untuk mengajar dan memilih untuk lupa dengan apa yang dia baca tadi, atau dia memang lupa.

Tak ada bagi Nasya ingatan sama sekali dengan foto yang baru saja dia lihat di layar ponselnya, dia bahkan tidak memikirkan tentang Anjas yang membuatnya harus berdebat tadi pagi.

Nasya sama sekali tidak punya waktu untuk saat ini memikirkan hal lain selain mengerjakan tugas-tugas, tapi sayang beberapa saat ketika akan pulang, dia mendengar bisik-bisikan dari guru lain tentang dia.

“Ke mana aja Bu Nasya?”

Tentu hal itu ditanyakan setelah mereka bergunjing tentang Nasya yang hendak pulang sekarang. Nasya yang sudah mengemas barang-barangnya di ruang guru menoleh ke arah para guru yang bergunjing tentang dia.

“Nggak kemana-mana, kok Bu,” kata Nasya lalu meninggalkan ruang guru, mereka yang bergunjing tentang Nasya masih saja melanjutkan gunjingan mereka dan Nasya yang sekarang berdiri di pinggir jalan berusaha menghubungi suaminya.

Sayangnya saat itu, Anjas tidak bisa dihubungi, “Astaga Mas, kok Mas nggak ngangkat panggilan aku sih.” Nasya yang mendecak kesal dan terpaksa untuk menggunakan angkutan umum, tapi sebelum Nasya berjalan ke arah jalan raya yang ramai, dan sedikit jauh dari sekolah, tiba-tiba mobil suaminya muncul di hadapannya.

“Maaf ya, tadi ada urusan di kantor, banyak, jadi aku agak lambat jemput kamu.”

Nasya yang kesal hanya diam dan langsung masuk ke dalam mobil, dia tidak berbicara apa-apa sementara Anjas berusaha untuk menjelaskan semuanya pada Nasya, sayangnya Nasua sedang tidak mau mendengarkan.

Tetapi tatapan Nasya saat ini menyipit ketika melihat Anjas berusaha menyelaraskan nafas dan keringat terlihat di lehernya, dia juga tampak berantakan, Anjas, rambutnya acak-acakan dan kemejanya terlihat kusut.

“Mas.”

“Iya?” Anjas menoleh ke arah Nasya dan Nasya yang mengerutkan kening bertanya.

“Kok Mas kelihatan nggak baik-baik aja, emang ada apa aja di kantor sampai harus berkeringat gitu, rambutnya juga berantakan?”

Pertanyaan itu membuat Anjas menelan saliva dan langsung membuat dia merapikan rambutnya, sambil berkata kepada Nasya, “Ada pekerjaan di lapangan sayang jadi Mas agak kewalahan tadi.”

Nasya hanya menaikkan alis mempercayai apa yang dikatakan sang suami, dan mereka pada akhirnya sampai di rumah yang tampak sederhan tapi bisa dikatakan cukup luas, halaman rumah yang asri dijadikan Anjas sebagai tempat parkir.

Nasya tak mengatakan apa-apa kepada Anjas dan memilih masuk ke dalam rumah, dia melihat Anara bersda di sana dengan pakaian mini dress yang membuat Nasya tidak nyaman.

“Kok kamu pake baju kek gitu, Dek?” Nasya bertanya, Anara yang tadi mengemil di depan televisi dengan kaki di atas lengan sofa langsung menurunkan kakinya.

“Hmm maaf Mbak tapi pakaian aku memang ....” Anara terdiam seketika saat melihat Anjas masuk, pandangan mereka bertemu, Nasya yang menyadari hal itu kemudian menoleh ke arah Anjas, tapi sayangnya bukannya mengatakan sesuatu Anjas langsung pergi meninggalkan ruang utama.

“Ke kamar kamu, terus ganti pakaian kamu tuh.”

“Baik Mbak.” Anara adik Nasya, sudah beberapa bulan dia berada di rumah Nasya dan Anjas, dan sering kali dia menggunakan mini dress, hanya saja Nasya tidak mengingat momen-momen seperti itu.

Nasya masuk ke dalam kamar dan mencoba untuk beristirahat sejenak sementara Anjas tampak melepas kemejanya dan memperlihatkan perutnya yang bersih, dia punya kulit coklat susu yang cukup cerah.

Nasya tersenyum melihat suaminya yang selalu terlihat tampan, dia lalu menutup pintu dan memeluk Anjas dari belakang.

“Mas.”

“Hmm.”

“Mas nggak mau tuh punya anak, kan udah lama Mas nggak nyentuh aku.”

Tapi saat itu Anjas malah melepaskan tangan istrinya yang memeluk dia dari belakang, lalu berkata, “Mas tentu pengen punya anak, tapi saat ini Mas capek, sayang.” Anjas duduk di pinggir ranjang.

Nasya yang kesal dan menganggapnya sebagai penolakan lalu mengingat sesuatu, bahwa dia sejak tadi menghubungi Anjas tapi Anjas tidak mengangkat panggilannya.

Tentu hal itu dijadikan Nasya sebagai tanda bahwa dia kesal, “Tadi aku nelpon kamu loh Mas, tapi Mas nggak ngangkat.”

“Tapi nggak ada panggilan masuk di hp aku.”

Nasya menggelengkan kepala saat suaminya berusaha mengelak dengan apa yang Nasya katakan, membuat Nasya saat ini hanya bisa menghela nafas dan mengaktifkan ponselnya sambil menunjukkan ke arah Anjas.

“Lihat nih, Mas, udah berapa kali aku nelpon kamu, sampai lima belas kali!”

Anjas yang masih sibuk dengan ponselnya, berusaha untuk meraih ponsel Nasya dan melihat layar ponsel itu, kerutan di kening Anjas terlihat ketika layar ponsel itu menunjukkan panggilan yang mengarah ke nomor lama Anjas.

“Sayang, ini mah nomor lama aku.”

Tapi saat itu, Anjas yang hendak memberikan ponsel Nasya, menoleh ke arah istrinya dan melihat Nasya sedang menatap kosong.

“Nasya.” Anjas menepuk bahu Nasya.

“Iya mas?” Nasya menoleh ke arah Anjas dan dalam seketika, Nasya lupa dengan semua masalah yang terjadi, hal itu tentu membuat Anjas merasa bingung dan semakin aneh, ada apa dengan Nasya yang tiba-tiba lupa semuanya.

“Nggak ada apa-apa kok, sayang.” Anjas yang langsung melempar ponsel Nasya ke atas ranjang, dan berdiri lalu berkata, “Mas mau mandi.” Anjas dengan singkat.

Mata Nasya berbinar dan berkata, “Mas mau mandi ya, kebetulan aku juga mau.”

Anjas menggelengkan kepala dan berkata lagi, “Tapi aku mau mandi sendiri, Nasya.”

Nasya memutar bola matanya kesal dan membalas Anjas, “Ya kalau gitu nggak usah mandi Mas.”

Anjas terlihat menghela nafas dan menelan saliva, lagi pula memang benar bahwa sudah cukup lama dia tidak menyentuh istrinya.

“Ya udah, sini mandi bareng Mas.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status