Share

Menguping

Ponsel Nasya terus berdering beberapa kali tapi Nasya tidak menjawab panggilan yang sudah sejak tadi memanggilnya, Nasya berpikir mungkin yang memanggil adalah Anjas dan Nasya saat ini sedang tidak ingin bicara dengan suaminya, namun dia salah, karena yang saat ini memanggilnya adalah seseorang yang lain, Jaka.

Jaka sendiri adalah atasan Anjas di perusahaan tempat Anjas bekerja, tetapi juga adalah mantan kekasih Nasya saat masih kuliah dulu. Anjas sendiri adalah senior Jaka di jurusan yang sama, dan Nasya lah yang meminta Jaka untuk menerima Anjas bekerja di perusahaan Jaka.

Namun saat ini, hampir saja Nasya melempar ponsel miliknya karena berpikir bahwa yang memanggilnya berkali-kali adalah sang suami, kini rasa kesal yang dia hadapi memuncak, hingga akhirnya Nasya menyadari sesuatu bahwa, Nasya yang berjalan menuju ke arah rumah sepulang mengajar tiba-tiba tersadar bahwa dia tidak berada di jalan menuju rumah.

Nasya malah menemukan jalan buntu dan berdiri di hadapan dinding sebuah lorong-lorong kanal yang tidak dikenali Nasya berada di mana.

“Neng.” Suara seorang pria paruh baya yang melihat bahwa Nasya terlihat tersesat, “Mau ke mana?”

Nasya diam sejenak dan menoleh pada pria setengah baya itu, sambil berkata, “Mau pulang, Pak. Tapi kok di sini ada tembok ya, Pak?”

“Tembok ini emang udah lama, Neng, mungkin Eneng salah jalan. Memangnya alamat rumahnya di mana Neng?”

Nasya tentu saja merasa heran dan mau tidak mau dia harus memberikan alamat rumahnya untuk diantar pulang, bahkan Nasya lupa arah jalan pulang.

Sedangkan ketika Anjas berada di rumah yang sampai saat ini, Nasya masih tidak berada di rumah, Anjas berusaha untuk menghubungi nomor Nasya tapi dia tak mendapatkan jawaban sama sekali.

Tangan Anjas mengepal berusaha untuk tenang tapi dia tak bisa menunggu lagi dan dia harus mencari Nasya ada di mana.

Lantas Anjas hendak membuka pintu, keluar dari rumah tapi saat itu, Nasya tiba-tiba membuka pintu dengan raut wajah yang lelah, tapi seoalah tak terjadi sesuatu.

“Dari mana saja kau?” tanya Anjas dengan suara yang tegas, membuat Nasya langsung terhentak dan berhenti dari langkahnya.

Mengernyit menatap Anjas, dan berkata kepada suaminya yang terlihat geram, “Apa maksud kamu mas, aku baru saja pulang dari ngajar tapi kau marah-marah kek gini ke aku?” Suara Nasya membesar dan membuat Anara yang berada di dalam kamar langsung keluar dari sana dan melihat apa yang terjadi.

Mata Nasya lalu mengarah kepada Anara, seolah terkejut melihat adiknya berada di dalam rumah yang sama dengannya.

“Ngajar? Teman ngajar mu tadi nelpon aku dan bilang kamu nggak ada di sekolah!” Suara Anjas semakin membesar dan Nasya mengernyit melihat reaksi kasar suaminya itu.

“Mas, aku baru aja pulang ngajar, Mas jangan gitu ih, aku lagi capek tapi Mas malah ngomong kasar.”

“Nasya, di sekolah pulang aja jam 4 sore, anak sekolah mana yang pulang sampai jam tujuh malam untuk diajar?”

Nasya diam dan menelan saliva, dia tidak mengingat apa pun, apa yang terjadi padanya dan hanya diam, Anjas bingung dan tidak bisa melakukan apa-apa pada istrinya sekarang ini.

Anara bahkan belum makan dan menguping di depan kamar, Nasya dan Anjas kembali berdebat setelah berada di dalam kamar mereka, dan Anara seolah tidak punya masalah dengan perdebatan itu, entah apa yang membuat Anara malah suka dengan perdebatan yang terjadi antara kakak dan kakak iparnya.

“Aku ... Aku tadi ....”

“Sama Jaka?”

Mendengar apa yang dikatakan oleh Anjas membuat Nasya menggelengkan kepala, “Apa sih Mas, kok Mas ngomong gitu, mana ada Jaka sama aku, nomor Jaka sendiri nggak ada sama aku.”

Nasya menolehkan pandnagan dan tidak berniat menatap ke arah suaminya. Anjas yang terlihat dengan muka yang memerah itu berusaha untuk sabar. Nasya sendiri tidak mau melanjutkan perdebatan dan memilih untuk keluar dari kamar.

“Mau ke mana kamu Nasya?” Suara Anjas membesar, dan Nasya tidak menjawab, dia membuka pintu dan menemukan adiknya berdiri di dekat kamar mereka.

“Ngapain kamu di sini?” tanya Nasya kepada Anara, “kamu nguping ya?”

“Nggak Mbak, aku lagi nyari jaringan, di kamar aku nggak ada jaringan.”

“Alesan.” Nasya yang seolah bahkan tak paham dengan apa yang terjadi padanya masuk ke dapur danelijay bahwa di meja makan sudah ada makanan, dia memilih keluar dari dapur.

Ketika langkah kaki Anara berada dekat dengan kamarnya, dia melihat suaminya yang jangkung itu menunduk dan sedang bicara dengan Anara, apa yang mungkin mereka perdebatkan membuat Nasya bingung.

“Nara.” Anjas dan Anara langsung menoleh ke arah Nasya, “Kalian ngomongin apa?”

Kedua kelopak mata Anjas cukup membulat menatap istrinya, dan dia melangkah ke arah sang istri lalu berkata dengan lembut, “Cuman bilang kalau adik kamu harus hati-hati, jangan suka nguping.” Anjas menatap Anara dengan tatapan yang tajam.

“Makanan udah ada di dapur, kalian nggak mau makan malam?” Nasya berbalik kembali ke arah dapur sementara Anjas dan Anara saling menatap satu sama lain, berbisik di belakang Nasya yang berjalan di depan.

Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi saat mereka berjalan, tubuh Anara dan Anjas sangat berdekatan dan jemari mereka bahkan hampir bergenggaman satu sama lain, sayangnya Nasya tidak memperhatikan semua itu.

Mereka hanya berjalan ke dapur dan seolah tidak terjadi apa-apa, tak ada pertengkaran dan tak ada perdebatan lagi, bahkan Nasya tidak mengungkit lagi tentang Anara yang begitu berani menguping.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status