Pertengkaran antara Nasya dan juga Anjas tentu saja berakhir, dengan Nasya yang kembali masuk ke dalam kamar, kali ini dia tidak lagi mengunci kamar dan memilih untuk beristirahat.
Pikirannya seolah kosong dan dia kesulitan mengingat sesuatu, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang, dan Nasya sadar bahwa akhir-akhir ini sulit baginya mengingat sesuatu. Walaupun seperti itu dia tidak ingin ambil pusing dan berusaha untuk tetap tenang dengan kondisinya yang tidak stabil, bahkan pikiran akan keinginannya untuk hamil kini tidak terbersit lagi di kepalanya. Nasya saat ini, yang masih berada di dalam sekolah mendengar beberapa gunjingan dari guru lainnya bahwa dia sering kali keluar dan pulang sebelum jam pulang. Nasya yang mendengar semua itu berusaha untuk tetap tenang dan berpikir untuk kembali masuk ke dalam kelas, karena sudah waktunya jam mengajar, tapi bukannya masuk ke dalam kelas, Nasya malah berjalan keluar. Langkah kaki Nasya sekarang berada di jalan raya dan beberapa saat setelahnya seseorang dengan mobil hitam mewah berjalan pelan di sampingnya dan kaca mobil itu diturunkan. “Nasya, udah pulang?” tanya seorang pria dengan rambut hitam pekat dan kulit putih pucat. Nasya menoleh dan melihat Jaka. “Mas Jaka?” Nasya masih berjalan dan tidak ingin diganggu oleh Jaka, tetapi dia tetap berkata, “Iya Mas, sekarang lagi nyari angkutan umum.” Perkataan Nasya membuat Jaka langsung menghentikan mobilnya tepat di hadapan Nasya yang membuat Nasya berhenti dari jalannya, Jaka keluar dari mobil dan menawarkan tumpangan kepada mantan kekasihnya itu. “Aku antar kamu pulang aja ya, lagian nggak baik kalau aku biarin kamu jalan kaki sampai ke jalan raya buat nyari angkutan umum,” jelas Jaka yang mencoba membujuk Nasya tapi Nasya menggeleng. “Nggak Mas, aku nelpon suami aku aja deh,” kata Nasya yang sekarang mengeluarkan ponselnya berusaha menghubungi Anjas tapi sayangnya Anjas tidak mengangkat panggilannya. “Anjas lagi di kantor, jangan ganggu pekerjaan dia, biar aku antar aja, Nas.” Senyum di bibir Jaka terlihat dan Nasya yang tidak punya pilihan lain lalu menerima tawaran Jaka. Jaka lalu menawarkan Nasya untuk makan siang, tapi Nasya menolak, walaupun seperti itu, Jaka tetap memaksa dan Nasya tidak lagi menolak. Dia dan Jaka pun singgah makan siang tanpa mengingat bahwa Nasya seharusnya masih berada di sekolah. Sepanjang hari mereka bersama, Nasya bahkan tidak bisa mengingat waktu dan terlihat tidak sedang baik-baik saja. Tampak Jaka yang sekarang berada di samping Nasya, mereka sudah makan siang dan sore akan segera berakhir, Nasya pun akan segera diantar pulang oleh Jaka. Tak ada perbincangan setelah beberapa menit perjalanan, karena saat ini Nasya hanya menatap kosong ke depan, dia bahkan tidak tahu apa yang dia pikirkan sekarang dan Jaka terlihat sesekali melirik ke arah Nasya. Sesekali mata Jaka yang dibalut dengan kacamata itu menatap ke arah leher Nasya yang terlihat jelas, putih bersih tetapi ada yang salah dengan Nasya, dia tidak seperti gadis yang dikenali Jaka dulu. Nasya tampak sangat lelah, kedua kelopak matanya terlihat penat dan di bawah kelopak mata indah itu gelap seolah Nasya sedang banyak pikiran saat ini. Ketika kedua kelopak mata Anjas yang dilapisi kacamata yang membantu penglihatannya itu terfokus pada diamnya Nasya, maka pada saat itu fokus Jaka ke jalan raya hilang dan dia hampir saja menabrak pemotor yang hendak menyebrang. Cepat Jaka langsung meminggirkan mobilnya dan membuat Nasya yang saat itu sedang melamun tentu bangun dari lamunannya. “Mas Jaka!” Tentu saja Jaka juga terkejut, “Astaga.” Jaka mengarahkan pandangannya pada pemotor yang sekarang sudah tidak terlihat lagi. “Mas Jaka mikirin apa, kok bisa sampai nggak lihat orang mau nyebrang si Mas!” Tatapan Nasya mengarah ke arah kedua kelopak mata Jaka dan mereka saling menatap, tentu pria berkacamata ini, dengan tatapan yang cukup tajam tetapi teduh itu merasa gugup dan tidak tahu bagaimana menjawab Nasya. “Aku tadi ....” “Yaudah deh Mas, makasih tumpangan dan makan siangnya, aku mau naik angkutan umum aja.” Nasya hendak keluar tapi tangan Jaka menahan Nasya dan sekian lama, kali ini Jaka akhirnya bisa menyentuh tangan mantan kekasihnya. Bahkan Anjas tahu alasan Jaka sampai saat ini belum menikah. “Aku mikirin kamu, Nas.” Ucapan yang langsung membuat Jaka dan Nasya diam. Nasya yang saat itu tidak tahu dengan apa yang harus dia katakan kini mengentakkan saja tangannya. Tanpa mengatakan apa-apa, Nasya keluar dari sana dan menggunakan angkutan umum untuk segera pulang. Detak jantung Nasya begitu cepat dan dia bahkan tidak tahu harus melakukan apa. Kini langkah kakinya sudah mengarah ke arah rumahnya, angkutan umum tidak masuk sampai di hadapan rumah Nasya sehingga dia harus berjalan beberapa meter untuk sampai di rumah. Nasya memilih berjalan ke arah teras dan tentu dia melupakan momen yang terjadi dengan Jaka, dia bahkan hanya mengingat bahwa dirinya menggunakan angkutan umum. Nasya menoleh ke arah tempat parkir di halaman rumah dan melihat mobil Anjas, berarti suaminya sudah pulang sementara dia tidak ingin ambil pusing, dan memilih saja untuk masuk ke dalam rumah. Masalahnya dia tidak menemukan siapa pun di rumah, di kamar dia tidak menemukan Anjas, di dapur dan ruang tamu. “Mas?” Nasya bertanya tapi terlihat tidak ada sesuatu dan tidak ada yang menjawab, “Anara.” Sekali lagi dia tidak mendapatkan jawaban. Sayangnya bukan balasan dari panggilannya yang dia dapatkan, tetapi telinganya malah mendengar Sebuah desahan yang berada di kamar adiknya. Lalu dengan langkah pelan, Nasya yang merasa ragu dan takut menatap masuk ke dalam kamar itu melalui celah pintu yang terbuka setengah. Nasya merasa gugup tapi telinganya jelas mendengar apa yang terjadi di dalam sana, Nasya berusaha untuk tenang. Kedua kelopak mata Nasya membelalak sempurna ketika dia dengan jelas mendengar suara Anara berkata, “Mas ... Ah ... Bentar lagi Mbak ... Nasya bakal pulang ....” Tanpa pikir panjang, Nasya lalu membuka pintu kamar adiknya dan melihat suaminya sedang menindih tubuh telanjang Anara.Kedua kelopak mata Nasya terbuka dan kepalanya merasa penat luar biasa, dia tidak tahu apa yang terjadi padanya, yang dia ingat adalah dia jatuh pingsan tapi setelah itu dia sama sekali tidak mengingat apa pun. Langit-langit putih, yang sama sekali dia tidak tahu di mana dia berada, bukan di kamarnya atau di mana pun, tapi dia merasakan bukan hanya dia yang berada di sana tetapi Anjas juga berada di sana. Mata Nasya menyipit menatap suaminya yang tampak dengan rambut berantakan itu memandanginya dan berusaha berbicara pada Nasya, tetapi sayangnya Nasya tidak mendengar satu kata pun dari sang suami. “Nasya sayang aku bisa jelasin semuanya, tolong dengarkan aku dulu, ya.” “Mas ....” Perlahan dia bisa mendengar suaminya mengatakan sesuatu. Tetapi ucapan suaminya terdengar aneh, dan dia tidak tahu apa yang dimaksudkan oleh Anjas. Nasya menyipitkan mata dan sekarang pandangannya terlihat begitu jelas, Anjas berdiri di hadapannya. Seseorang dengan jas medis datang, seorang pria ya
Apa yang terjadi pada Nasya tentu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, Anjas tidak pula memberikan perhatian yang lebih pada istrinya dan Nasya seoalah melewati hari demi hari tanpa tahu bahwa dia sedang sakit. Sering kali Nasya tidak meminum obatnya karena dia tidak ingat bahwa dia harus meminum obat, sering kali pipa dia hanya berada di kamarnya sendirian dan makan jika diingatkan. Anara yang seharusnya menjadi sosok yang membantu Nasya dalam menyembuhkan luka malah menjadi penyebab dari hadirnya luka yang dirasakan oleh Nasya. Sekarang tak ada yang bisa membantunya, apalagi orang tua Nasya tak ada yang tahu akan penyakit yang diderita olehnya. Parahnya Nasya bahkan tidak mengingat bahwa dia sedang hamil jika saja dia tidak diingatkan oleh Anjas dan Anara. Ketika Nasya yang seharusnya tidak masuk mengajar karena masih dalam kondisi yang sakit, Anjas berkata kepadanya, "Hari ini tidak usah masuk mengajar," katanya saat Nasya sedang bersiap-siap. "Kenapa, Mas?" "Istrhat aj
"Maksud kamu apa, kalau kamu nggak tahu?" Keningnya mengernyit dan menatap dengan tatapan yang heran, tampak sedikit rasa cemas di wajah Anjas ketika pulang dan tak menemukan Nasya. "Mas, aku tadi ada di dalam kamar dan aku pikir Mbak Nasya juga ada di dalam kamarnya, jadi aku nggak cek lagi, eh pas aku cek ternyata Mbak Nasya udah nggak ada di sini." Wajah Anara tampak cemas dan menunduk, Anjas gelisah. Dia berusaha untuk menghubungi Nasya tapi sayangnya saat ini Nasya yang berdiri di pinggir jalan dan tanpa sengaja bertemu dengan Jaka memilih untuk menerima tawaran Jaka. "Kalau kamu mau aku antar, ayo masuk." Jaka tampak melepas kacamata hitam miliknya dan membuka pintu mobil untuk Nasya. Tampan Nasya bingung dan hanya menganga, tidak ingat akan apa yang dia inginkan sebenarnya. "Mas, ini udah jam berapa ya?" Nasya bertanya dengan bibir terbuka, dia menoleh kepada Jaka yang mengecek jam digital yang mengikat di pergelangan tangannya. "Udah jam lima sore, Nas, memangnya
Pintu rumah terbuka dan terlihat Anjas berdiri di ambang pintu, matanya cukup berbinar melihat Nasya berdiri di hadapan bingkai pintu. Dia menelan saliva dan bersyukur bahwa Nasya akhirnya pulang. Anjas melihat keluar ke halaman rumah apa mungkin ada seseorang yang mengantar Nasya pulang tapi tidak ada sama sekali. "Mas." "Kamu dari mana saja." "Aku dari sekolah Mas," kata Nasya yang bahkan tidak tahu apa yang baru saja dia lakukan, dia masuk ke dalam tanpa mengatakan apa pun lagi pada Anjas. "Kamu nggak bisa begini Nasya." Anjas berjalan di belakang Nasya yang tampak lesu. "Kamu itu hamil, kamu nggak bisa sembarang keluyuran, lagi pula kok kamu bisa keluar tanpa nelpon aku, di mana hp kamu." Anjas dengan kasar menghentakkan tas Nasya dan membuat Nasya terkejut. "Apa-apaan kamu Mas!" Nasya menaikkan alis dan merasa tidak senang dengan perlakuan dari Anjas. Anjas melihat ponsel Masya yang soda lowbet, dan bergumam, "Dia bahkan lupa mengisi baterainya." Anjas menggelengkan kep
Beberapa saat sebelum Nasya berada di rumah, di mana saat itu dia dan Jaka berada di dalam mobil yang sama, Jaka juga mengatakan kepada supir pribadinya bahwa jika pulang maka Jaka lah yang akan berkendara dan membiarkan supir pribadinya pergi. Jaka menghentikan mobil di pinggir jalan dan merasa sangat prihatin terhadap Nasya, apa yang terjadi pada mantan kekasihnya setelah menikah dengan Anjas. Tentu hingga saat ini perasaan Jaka masih utuh untuk Nasya. Dia bahkan tidak peduli jika saja Nasya memiliki wajah pucat yang terlihat sangat jarang mengurus diri. Dia merasa bahwa bukan Nasya yang tidak tahu cara mengurus diri, melainkan Anjas lah yang tidak bisa merawat dan menjaga Nasya dengan baik. "Nasya," gumam Jaka menatap ke arah Nasya yang memandang kosong ke depan. "Nasya kau dengar aku?" Jala sekali lagi dan Nasya kini menoleh ke arah Jaka. "Iya?" Suara Nasya sangat lemah dan lembut, Jaka tersenyum mendengar suara Nasya yang khas akan kelembutannya. "Hmm kau ingat aku, bukan?"
"Nasya." Suara Anjas terdengar, kepalanya terlihat dia julurkan Masik ke dalam kamar sedangkan Nasya sudah hampir setengah jam berada di atas ranjang sambil memegangi buku catatan yang diberikan Jaka padanya. Anjas yang tidak mendapatkan respon memilih untuk masuk ke dalam kamar dan melihat apa yang terjadi dengan Nasya. "Nasya makan malam udah siap," kata Anjas lalu pergi dari sana. Nasya yang merasa lapar terbangun dari lamunannya, dia menyadari bahwa ada sesuatu yang ingin dia lakukan tapi dia tidak tahu. "Apa ini?" Nasya bertanya sendiri dan menghela nafas panjang, sambil melempar buku catatan itu ke atas naka. Dia berjalan keluar dari kamar dan masuk ke ayah dapur. Di sana adiknya Anara terlihat dengan pakaian yang lebih sopan. Karena jika dia terus menerus memakai pakaian mini maka Nasya tentu akan terus menerus menegurnya. Anjas terlihat menatap ke arah Nasya yang terlihat biasa-biasa saja, dia juga tidak memberikan Nasya obat akan penyakitnya tapi hanya memberikan obat ka
Tanpa mengingat apa pun, Nasya mengikuti instruksi yang diberikan Jaka padanya. Apalagi saat ini rumah sangat sepi, Anjas tidak berada di sana begitu juga dengan Anara. Nasya seolah dikurung di dalam rumah. Dia berusaha keluar dari rumahnya. Nasya mengernyitkan kening dan mencari cara agar bisa keluar. Jaka sendiri menduga bahwa Nasya sudah lupa di mana dia meletakkan kunci rumah, dan memang benar seperti itu. Istrinya tak lagi ingat di mana dia menyimpan kunci rumah, sehingga Anjas yakin bahwa Nasya tidak akan ke mana-mana. Tetapi walaupun Nasya tidak mengingat di mana dia menyimpan kunci pintu rumahnya, dia tetap bisa menemukan benda kecil itu. Ya tangannya meraba masuk ke dalam tas yang sering dia gunakan dan menemukan kunci pintu. Sangat mudah bagi Nasya membuka pintu rumah dan dia berjalan pergi dari sana. Hanya berjalan, pikirannya tanpa sadar terus mengantarkan Nasya hingga ke jalan poros. Lalu tak lama setelah itu mobil mengkilat hitam berhenti di hadapannya. Pintu mobil
Jaka panik setelah dia tidak menemukan di mana Nasya berada, untungnya kamera cctv yang ada di rumah sakit aktif dan Jaka bisa tahu di mana Nasya saat ini. Yang saat itu Nasya sedang berada di jalan keluar rumah sakit. Langkah kaki Jaka lincah dan menemukan Nasya di bagian resepsionis. Sekarang Nasya kembali ke ruangan perawatan dan diberikan penanganan ringan oleh dokter Afia. Dokter Afia adalah dokter yang khusus menangani Alzheimer dan dia sudah banyak menyembuhkan banyak pasien yang memiliki kondisi yang sama dengan Nasya, apalagi dia mengetahui bahwa Nasya masih memiliki kesempatan untuk sembuh. Sesuatu disuntikkan ke dalam tubuh Nasya, kata dokter Afia hal itu akan membuatnya lebih mudah untuk mempertahankan ingatan Nasya. Jaka tentu berharap bahwa dia bisa mengetahui semua yang terjadi dan kenapa Anjas yang berstatus sebagai suami Nasya tidak terlihat memperhatikan istrinya sendiri, bahkan di kantor pun Anjas terlihat seperti biasa-biasa saja. "Anda harus menjaganya, Pak J