Tanpa mengingat apa pun, Nasya mengikuti instruksi yang diberikan Jaka padanya. Apalagi saat ini rumah sangat sepi, Anjas tidak berada di sana begitu juga dengan Anara. Nasya seolah dikurung di dalam rumah. Dia berusaha keluar dari rumahnya. Nasya mengernyitkan kening dan mencari cara agar bisa keluar. Jaka sendiri menduga bahwa Nasya sudah lupa di mana dia meletakkan kunci rumah, dan memang benar seperti itu. Istrinya tak lagi ingat di mana dia menyimpan kunci rumah, sehingga Anjas yakin bahwa Nasya tidak akan ke mana-mana. Tetapi walaupun Nasya tidak mengingat di mana dia menyimpan kunci pintu rumahnya, dia tetap bisa menemukan benda kecil itu. Ya tangannya meraba masuk ke dalam tas yang sering dia gunakan dan menemukan kunci pintu. Sangat mudah bagi Nasya membuka pintu rumah dan dia berjalan pergi dari sana. Hanya berjalan, pikirannya tanpa sadar terus mengantarkan Nasya hingga ke jalan poros. Lalu tak lama setelah itu mobil mengkilat hitam berhenti di hadapannya. Pintu mobil
Jaka panik setelah dia tidak menemukan di mana Nasya berada, untungnya kamera cctv yang ada di rumah sakit aktif dan Jaka bisa tahu di mana Nasya saat ini. Yang saat itu Nasya sedang berada di jalan keluar rumah sakit. Langkah kaki Jaka lincah dan menemukan Nasya di bagian resepsionis. Sekarang Nasya kembali ke ruangan perawatan dan diberikan penanganan ringan oleh dokter Afia. Dokter Afia adalah dokter yang khusus menangani Alzheimer dan dia sudah banyak menyembuhkan banyak pasien yang memiliki kondisi yang sama dengan Nasya, apalagi dia mengetahui bahwa Nasya masih memiliki kesempatan untuk sembuh. Sesuatu disuntikkan ke dalam tubuh Nasya, kata dokter Afia hal itu akan membuatnya lebih mudah untuk mempertahankan ingatan Nasya. Jaka tentu berharap bahwa dia bisa mengetahui semua yang terjadi dan kenapa Anjas yang berstatus sebagai suami Nasya tidak terlihat memperhatikan istrinya sendiri, bahkan di kantor pun Anjas terlihat seperti biasa-biasa saja. "Anda harus menjaganya, Pak J
Anjas saat ini tentu sedang bersenang-senang dengan adik dari istrinya sendiri, sedangkan Nasya yang sedang mengandung anak mereka harus berjuang melawan penyakit. Hari juga sudah mulai gelap, dan Nasya pasti akan dicari oleh Anjas, apalagi ingatan Nasya hanya sampai pada tiga puluh menit lebih lama selama Nasya menggunakan obat yang diberikan dokter Afia. Tiga kali sehari Nasya harus menyuntikkan tangannya, itu jika dia bisa mengingatnya, tapi sayang terlalu berbahaya bagi kandungan Nasya. "Aku tidak bisa melakukannya, Dok," ucap Nasya, "Jika aku hamil dan dengan menggunakan obat yang Anda berikan padaku, maka itu mungkin bisa membuatku kehilangan bayiku," jelas Nasya sekali lagi. Dokter Afia diam sejenak dan memang benar dengan apa yang dikatakan oleh Nasya, kandungan Nasya akan berada dalam bahaya jika Nasya terus menggunakan obat yang diberikan padanya. "Tetapi jika Anda tidak sembuh maka kandungan Anda juga bisa fatal, Bu Nasya, anda mungkin akan lupa dengan kandungan Anda l
Nasya yang sekarang berada di dal rumah, memijat kepalanya dan mengingat apa yang dikatakan Jaka padanya. Lamunan Nasya dibuyarkan ketika dia mendengar suara pintu terbuka. Kakinya melangkah keluar dan melihat suaminya masuk ke dalam sana. Diikuti oleh Anara yang dimana mereka berdua tertawa pulas, membuat Nasya terdiam dan menatap Anara bersama Anjas. Nasya mengernyitkan kening dan bertanya-tanya kenapa mereka bisa datang bersamaan. Anjas yang belum melihat Nasya berdiri diam mendengarkan mereka mengatakan sesuatu yang tidak disukai oleh Nasya hingga akhirnya dia sadar bahwa istrinya sekarang berdiri dan menatap ke arahnya. "Nasya?" Dia terlihat terkejut dengan kehadiran Nasya dan berjalan ke arah sang istri sekarang. "Dari mana Mas, kok barengan sama Anara?" tanya Nasya yang berjalan ke arah mereka. "Oh itu Mbak, aku tadi keluar ketemu teman aku, terus dijemput sama Mas Anjas, hmm oh iya aku udha minta izin kan kemarin kalau aku mau keluar." Anara tersenyum dan berjalan berlal
-------------------------------------------------------------------------"Anjas selingkuh, dan aku bahkan tidak ingat apa yang aku lihat beberapa hari yang lalu, sehingga aku harus menulis dua kata itu. Aku harus menulis semuanya, untuk tahu semuanya. Karena sekarang aku sadar kalau aku tidak akan mengingat apa pun, bahkan kenyataan bahwa aku sedang hamil saat ini." -------------------------------------------------------------------------Nasya yang menulis dia pula yang harus membacanya, untungnya Anjas tidak menyadari akan tulisan dan kebiasaan istrinya yang mulai menulis semua yang dia lihat. Entah apa yang berada di pikiran Anjas sekarang karena dia saat ini tertidur pulas di samping Nasya, biasanya dia tidak berada di sana dan memilih untuk tidur di kamar Anara. Sementara Nasya sendiri menatap suaminya yang masih tertidur pulas itu, dan di dalam benaknya berpikir, apa yang telah Anjas lakukan, apa semua yang ada di dalam buku catatan Nasya memang benar adanya? "Aku tidak tah
Pikiran Anjas melayang ke mana-mana, tidka mungkin dia harus menghadapi dua wanita hamil sekaligus, apalagi saat ini dia sedang berada di rumah sakit dan Nasya ditangani oleh dokter yang sama saat dia awal diperiksa. Dokter itu pun keluar dari ruang rawat dan memberitahu Anjas sesuatu yang tidak seharusnya diketahui oleh Anjas karena itu semua akan menguak rahasia Nasya yang pernah bertemu dengan Jaka. Nasya tentu saja sudah lupa dengan kejadian itu dan tidak bisa mengingatnya lagi, momen ketika dia bicara Dnegan Jaka, bertemu dengan dokter Afia atau bahkan ketika dia menulis buku catatannya. Karena satu-satunya yang bertahan di kepala Nasya adalah dia akan lupa semuanya setelah semua itu terjadi sehingga dia harus menulisnya. "Sebelumnya Bu Nasya sudah datang ke sini, Pak Anjas," kata dokter tersebut yang membuat Anjas mengernyitkan kening. "Iya Dok, aku udah pernah datang ke sini, sama istriku aku ingat itu." Dokter menggelengkan kepala dan berkata lagi, "Tidak, Tidka bersama
"Mbak Nasya, Mbak nggak apa-apa kan kalau nanti aku sering keluar, soalnya aku mau ketemu teman-teman aku di luar, Mbak." Nara yang saat ini menyiapkan segelas susu untuk Nasya. Nasya yang selalu tampak pucat itu menatap ke arah adiknya dan tersenyum, "Iya." Sepertinya akhir-akhir ini Nasya lebih tenang, tidak gampang marah bahkan ketika dia melihat adiknya sendiri mengenakan pakaian mini. "Hmm tapi Mbak Nasya bakalan sendiri di sini, nggak apa-apa kan?" Anara duduk di kursi ruang tamu di samping Nasya dan menatap kakaknya seoalah dia tidak melakukan hal buruk di belakang Nasya. "Aku nggak bakal sendiri kok, kan aku bakal ke sekolah buar ngajar." Memang benar bahwa dipikiran Nasya selalu demikian, bahwa dia akan ke sekolah, mengajar di sana karena dalam benaknya dia masih belum menekankan bahwa dia sudah diberhentikan. "Gitu ya Mbak, ya udah sih," ucap Anara yang kemudian mereka terkejut ketika Anjas tiba-tiba masuk ke dalam rumah dalam keadaan yang tidak sedang senang. "Nasya!"
"Kamu ke mana waktu hari Rabu?" Jaka yang sekarang berdiri di belakang meja menatap Anjas yang duduk di hadapan meja kerja Jaka. "Kemarin aku udah izin cuti sehari, Pak. Istri aku sakit," kata Anjas tak berani menatap Jaka. Terlintas senyum miring di bibir Jaka, jelas sekali bahwa Jaka lah yang membawa Nasya ke rumah sakit. "Apa ada alasan lain selain istrimu yang sakit?" Jaka kembali bertanya. Tetapi Anjas tampak bingung dan tidak tahu harus menjawab dengan jawaban seperti apa. "Maaf Pak, tapi istri saya harus saya jaga kemarin, jadi saya harus cuti satu hari." Jaka lalu melempar beberapa berkas di hadapan Anjas yang membuat Anjas langsung terhentak. Dia menelan salivanya beberapa kali dan terkejut. Tangan Anjas meraih berkas itu dan melihat bahwa berkas itu bukanlah apa-apa selain tentang pekerjaan. "Kamu ninggalin pekerjaan kamu untuk hal yang tidak kamu lakukan." Jaka yang kembali duduk dan dengan suara nada yang pelan. "Apa maksud Bapak untuk hal yang saya tidak lakukan?"