Setelah melakukan pertemuan dengan Anara, Jaka pun meninggalkan rumah makan itu dan melakukan tugas lain yaitu mencari di mana Anjas berada tetapi pada saat Jaka mendatangi rumah Anjas di sana sama sekali tidak ada orang dan rumah itu kosong. Jaka berpikir di mana mungkin keberadaan dari Anjas, lalu dia tetap memantau rumah itu tetapi mobil Anjas tidak datang dan dia mencari kemana-mana tapi tidak menemukan Anjas sampai rekan dari Jaka yang bekerja di kantor polisi menghubunginya. Saat itulah dia akan mengetahui bahwa Anjas berada di kantor polisi yang sedang ditahan di sana karena memukul seseorang. Sebenarnya rekan dari Jaka ini tidak tahu tentang anda tetapi dia terus memantau Roy, sehingga ketika dia mendapatkan kabar bahwa Roy kritis dan dipukul oleh seseorang maka ia mencari tahu siapa orang itu. Dalam menemukan fakta bahwa orang yang memukul adalah Anjas, suami dari Nasya. Apakah pada saat itulah dengan cepat dia menghubungi Jaka. "Baiklah katakan kepadaku jika dia sudah kel
Terlihat ruangan persidangan hanya dihadiri oleh beberapa orang penting termasuk Anara, karena beberapa hari sebelumnya Anjas mendatangi rumah Anara dan meminta Anara untuk mengatakan semuanya, tetapi nyatanya antara menolak saat itu. Dia tidak ingin menjadi saksi jika berada di pihak Anjas karena dia mau Anjas dan juga Nasya bercerai, sehingga dia menolak tawaran dari Anjas. Tetapi tentu saja Anjas tidak akan tinggal diam dan menerima penolakan dari Anara. Dia mengancam Anara bahwa Anara akan dituntut akan persekongkolan yang dilakukan dia dengan Jaka, dan itu melanggar hukum karena mencoba menghancurkan pernikahan orang lain dengan bekerja sama. Saat itu ketika Anjas baru saja mendapatkan balasan dari Jaka dan dipukuli hingga babak belur, Anjas langsung mendatangi kostan Anara, dan berharap bahwa Anara akan memberikan dia respon positif. Apalagi ketika dia berdiri di ambang pintu kostan Anara dia mendengar suara pria berada di dalam sana, berbicara dan tertawa dengan Anara, apa or
"Nasya sudah saatnya. Oh iya aku membawa salah satu pembantu ku untuk merawat Aysan hari ini, dia akan aman di sini," kata Jaka dengan senyum sementara Nasya dia juga sudah siap dan tersenyum pada Jaka lalu menyambut pembantu yang akan dia percayakan merawat Aysan dalam waktu satu hari ini. Entahlah perasaan Nasya tentu campur aduk tapi bukan saatnya untuk berpikir lebih dalam sekarang. "Baiklah kalau begitu, ayo." Mereka keluar dari apartemen menuju pengadilan berharap bahwa semuanya akan berjalan lancar, "Aku gugup sekali Mas." Nasya yang berusaha untuk menyelaraskan nafasnya karena terlalu grogi. "Semuanya akan berakhir di sini, kamu tenang saja. Anjas pasti akan bercerai dengan mu, aku yakinkan itu. Kita akan bertemu dengan Pak Anton di pengadilan." Mendengarnya Nasya tersenyum mengangguk, dia sedikit lega dengan bagaimana Jaka mencoba untuk menenangkannya. Dan hati ini adalah pertama kali dari sekian lama dia keluar dari apartemen, dia menghirup udara luar yang mungkin sudah be
"Maaf ya Mas, aku nggak bisa berbuat lebih, Mas Jaka dia sudah membayar aku dan aku tidak bisa melakukan banyak hal untuk Mas," ucap anara yang berdiri di samping Anjas, mereka sekarang bersandar di mobil. "Lagi pula kalaupun aku dibayar oleh Mas Jaka untuk melakukan seperti yang sudah kulakukan kepada Mas Anjas, jujur saja itu sama sekali bukan paksaan, dan aku senang karena mas Jaka memberi uang yang banyak untuk itu." Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Anara, membuat Anjas langsung tertawa kecil dan meremehkan apa yang Anara katakan. Dia bahkan tidak mau menatap ke arah gadis itu dan hanya menatap ke atas ke arah langit yang cerah. Sesekali menggeleng-gelengkan kepala. "Memang itulah tugasmu, kamu tahu kenapa tidak ada yang serius dengan, itu karena kamu terlalu murah, dan akan melakukan apa pun demi uang, tidak ada yang bisa mengelak bahwa kamu itu cantik, tetapi cantik belum tentu pantas untuk dijadikan istri." Anjas yang sekarang memalingkan pandangannya kepada Anara,
"Beri aku waktu Mas." Tatapan yang mengarah keluar ke arah pemandangan kota metropolitan yang terlihat begitu jelas. "Sepertinya aku harus kembali ke desa dan mengatakan semua yang terjadi kepada orang tuaku, mereka pasti sudah tahu semuanya dan terkejut. Aku bahkan belum memberitahu mereka mengenai perceraian yang aku lakukan dengan Anjas, karena mereka pasti akan bertanya kenapa." Jaka yang berdiri di belakangnya menatap Nasya dan tersenyum lalu mendekat ke arahnya, dia berdiri di samping aja tetapi dalam hatinya dia tidak bisa terus menunggu tetapi jika memang harus menunggu apakah itu tidak masalah baginya asalkan Nasya bisa memberikan apa yang diharapkan oleh Jaka. Dia masih menatap wajah Nasya yang terus menetap keluar, lalu jemarinya mengantuk wajahnya Nasya dan mengelus lembut rambut Nasya. "Aku akan memberikan waktu, seberapa banyak waktu pohon akan aku berikan kepada mu Nasya, tetapi tolong jangan terlalu lama, karena aku takut sesuatu mungkin akan terjadi, entahlah aku t
Sebuah ketukan tiga kali dari luar ruangan apartemen dan nasinya langsung berjalan ke arah pintu untuk membuka pintu itu dan pada saat dia berdiri di belakang bingkai pintu dia melihat anara berdiri di hadapan bingkai pintu. Dia tidak menyangka bahwa saat Nasya akan segera kembali ke desa dan bertemu dengan orang tuanya, tiba-tiba saja Anara datang untuk berkunjung kepada Nasya. Dalam beberapa saat mereka diam saja sampai Anara tersenyum kepada Nasya. Tanpa mengatakan apapun dan membalas senyum dari Anara, Nasya langsung memundurkan diri dan mengizinkan Anara untuk masuk ke dalam, dan masuklah Anara ke dalam sana, dia melihat-lihat seisi ruangan dan lagi ada rasa cemburu di dalam hatinya, bahwa Jaka memperlakukan Anara dengan sangat baik, memberikan Nasya semuanya, apartemen yang begitu mewah diberikan kepada Nasya Lalu bagaimana dengan rumah asli milik Jaka, pasti akan sangat mewah. Dia mencoba untuk terlihat tenang tetapi tatapan Nasya yang cukup tajam kepadanya membuat dia tidak
"Aku ingin bertemu dengan Pak Jaka." Seorang wanita dengan pakaian elegan yang seksi berdiri di bagian resepsionis, dia terdengar ingin bertemu dengan Jaka, dia cukup langsing dan tinggi dengan rambut yang bergelombang hingga ke punggung. "Maaf Apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Jaka?" "Tidak tapi kamu bisa menghubunginya sekarang dan katakan kepadanya bahwa Aina ingin bertemu dengannya, Aku sudah lama ingin bertemu dengan Pak Jaka tapi tidak ada waktu, katakan padanya aku baru punya waktu sekarang." Senyum tipis terlintas di bibirnya dan pegawai resepsi ini hanya bisa mengangguk dan langsung menghubungi pak Jaka. "Baik Pak akan segera aku beritahu bahwa ... Iya Pak terima kasih." Dia menatap perempuan yang bernama Aina ini, "Silakan langsung saja ke ruangan Pak Jaka." Dia mengangguk dan dengan lembukan elok Dia berjalan di koridor-koridor gedung masuk ke dalam lift dan menjadi pusat perhatian, jarang sekali ada seorang wanita yang terlihat seksi dan elegan juga memiliki ting
"Jadi gimana Nasya, kamu bakal balik ke kota, atau mau tetap di rumah sayang?" Pertanyaan ibunya yang membuat dia berpikir sejenak. "Aku udah ada janji Bu kalau aku bakal balik ke kota, aku juga mau cari pekerjaan di sana, Aysan juga udah bisa jalan, jadi pasti aku bisa bawa di ke tempat kerja." "Wah bagaimana dengan Jaka, apa ada perkembangan sama hubungan kalian, soalnya Jaka terus kirim pesan ke ibu, kalau dia itu pengen kamu cepet-cepet ke kota. Dia juga nanyain kabar kamu dan bagaimana dengan Aysan, sepertinya dia peduli sama kamu, Nak." Nasya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, dia merasa senang dengan dukungan dari keluarga yang dia miliki, tapi menikah setelah mengalami trauma adalah sesuatu yang sulit. Apalagi dia mungkin akan menikah dengan Jaka itu pun karena dia mau membalas jasa Jaka, bukan karena dia betul-betul mencintai Jaka. Nasya merasa pusing kadang jika dia memikirkan hal itu. Bagaimana dia akan menangani masalah hasil dan pikirannya. Tetapi jika
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama
Untuk saat ini, Anara terlupakan dan dia hidup dengan dirinya sendiri, tidak ada siapa pun yang dia temani bahkan Jaka tak lagi menghubunginya, sementara dia sendiri berusaha untuk hidup tenang walau masih ada rasa benci terhadap kakaknya sendiri. Dia tidak ingin kakaknya bahagia dan dia berusaha agar bisa kembali mendapatkan kedamaian dan kebahagian dari kakaknya. Dengan kata lain dia berusaha agar bisa menghancurkan hidup kakaknya sendiri. Tetapi bukan momennya menceritakan mengenai Anara yang dab masalahnya yang terus menerus merugikan tubuhnya dan hidup dalam kebebasan malam, karena saat ini Nasya sedang bergelut dengan dirinya sendiri dan pikirannya, dia mondar-mandir dan bahkan lupa apa yang selama ini terjadi pada hidupnya. Foto dan rekaman terus dia lihat tapi sama sekali tidak ada yang membuat Nasya merasa percaya. Seolah semuanya begitu dibuat-buat. Jaka sementara mencoba menenangkan Aysan yang terus menangis memanggil ibunya yang terkunci di dalam kamar, walau berada di d
"Aku pikir Bu Nasya sudah sembuh, tapi ternyata itu hanya bersifat sementara saja," kata dokter Afia yang dipanggil kembali oleh Jaka, dokter Afia sangat baik dan merawat Nasya sebelumnya, dan Jaka berharap bahwa dokter Afia kembali bisa membantu Nasya. "Aku pikir begitu juga, dokter. Sayangnya aku salah dan ternyata alzheimer tidak semudah itu untuk hilang bagi pengidapnya." Dokter Afia diam sejenak dan berpikir lalu berkata, "Aku pikir itu bukan Alzheimer. Ini penyakit yang berbeda, aku tidak tahu apa. Alzheimer adalah penyakit yang tidak akan sembuh dan Bu Nasya sempat mengingat semuanya sementara penderita Alzheimer tidak bisa. Mungkin ini adalah penyakit yang disebabkan trauma berat, bukankah penyakit Bu Nasya pertama kali ada setelah dia mengalami trauma yang terjadi padanya di sekolah, Pak Jaka?" Jaka diam karena terlalu fokus dalam mendengarkan dan dia membayangkan apa yang akan terjadi jika penyakit Nasya betul-betul kembali dan Anjas datang kepadanya maka Nasya pasti akan
Mengetahui bahwa Nasya sekarang kembali mengalami penyakit Alzheimer yang akan melupakan apa pun yang terjadi membuat Anjas merasa semakin bersemangat untuk melakukan misi yang diberikan padanya, kini dia tahu apa yang harus dia lakukan, selain itu dia juga meminta agar Aina memberikan dia sebuah pekerjaan yang pada akhirnya Aina memberikan pekerjaan untuk menjadi seorang bodyguard pribadi dari Aina. Awalnya Anjas merasa enggan dan tak mau menjadi seorang bodyguard, tapi pada akhirnya dia menerima saja apa yang diinginkan oleh Aina. Lagi pula mereka memiliki misi yang sama dan berharap bahwa mereka bisa meraih misi mereka, memisahkan Jaka dan juga Nasya, yang di mana Anjas juga memiliki perasaan dendam pada Jaka, untuk pertama kali dalam hidupnya dia tidak akan membiarkan Jaka menang, dia sebenarnya jika bersaing dengan Jaka, maka Anjas akan keluar sebagai pemenang, tapi kali ini Jaka memenangkan Nasya bahkan Aysan yang membuat Anjas semakin membara karena selama ini dia belum pernah
"Jadi selama ini dia menulisnya?" gumaman itu muncul dari mulut Anjas yang menemukan lembaran kertas dan buku yang pernah disembunyikan oleh Nasya, dia menemukan beberapa foto dan juga rekaman dan dia menyadari bahwa selama ini Nasya telah membencinya, ya Nasya begitu membenci Anjas selama ini. "Menyebalkan, kenapa aku harus melakukan hal bejat itu, bahkan sekarang aku tidak tahu bagaimana semua ini akan berakhir." Dia menelan saliva dan mencoba berbaring dengan tenang, apalagi sekarang dia punya masalah dengan bos besar yang menjadi atasan di tempat dia bekerja, sekarang dia terancam dipecat, sehingga tak akan ada lagi pekerjaan untuk Anjas, betul naas hidup Anjas setelah bercerai dengan Nasya, padahal selama ini hidupnya baik-baik saja bersama dengan Nasya, aman dan dia merasa dendam kepada Jaka. Tetapi Anjas terlalu lemah untuk menjadi pendendam, lagi pula dia masih bisa memanfaatkan Aina yang juga ingin memisahkan Jaka dengan Nasya, bahkan dalam hidup Anjas, Anara sudah tidak ada
Jaka yang saat ini melangkah cepat dan jantung yang berdetak dengan kencang, Dia segera mengangkat tubuh Nasya, tubuh yang saat ini begitu lemah dan dia dengan cemas menggendong tubuh Nasya segera ke tempat tidur. Di sudut kamar, Aysan, balita kecil, dia sangat membutuhkan ibunya, dan terus merengek, suaranya memecah keheningan.. Tangisan itu membuat suasana semakin mencekam, sementara Jaka mencoba menenangkan Nasya dan memeluk Aysan di saat bersamaan. Aina, yang masih berdiri di ambang pintu kamar, hanya memperhatikan tanpa menunjukkan rasa peduli pada keadaan Nasya. Tatapan yang begitu dingin, dan bibirnya tersenyum sinis. Dia menyilangkan tangan di dada, tampak tak sabar. “Jaka, sampai kapan kamu akan bertahan dengan wanita ini? Lihat dirimu, kamu terlihat lelah dan kehabisan tenaga. Ha ya mungkin penyakit itu kambuh." Tatapan Jaka mengernyit, apa maksudnya, apa Aina tahh semuanya, maksud Jaka, apa Aina tahu mengenai penyakit Nasya dan berusaha mengolok-olok Lika Nasya, dan saa