Terlihat ruangan persidangan hanya dihadiri oleh beberapa orang penting termasuk Anara, karena beberapa hari sebelumnya Anjas mendatangi rumah Anara dan meminta Anara untuk mengatakan semuanya, tetapi nyatanya antara menolak saat itu. Dia tidak ingin menjadi saksi jika berada di pihak Anjas karena dia mau Anjas dan juga Nasya bercerai, sehingga dia menolak tawaran dari Anjas. Tetapi tentu saja Anjas tidak akan tinggal diam dan menerima penolakan dari Anara. Dia mengancam Anara bahwa Anara akan dituntut akan persekongkolan yang dilakukan dia dengan Jaka, dan itu melanggar hukum karena mencoba menghancurkan pernikahan orang lain dengan bekerja sama. Saat itu ketika Anjas baru saja mendapatkan balasan dari Jaka dan dipukuli hingga babak belur, Anjas langsung mendatangi kostan Anara, dan berharap bahwa Anara akan memberikan dia respon positif. Apalagi ketika dia berdiri di ambang pintu kostan Anara dia mendengar suara pria berada di dalam sana, berbicara dan tertawa dengan Anara, apa or
"Nasya sudah saatnya. Oh iya aku membawa salah satu pembantu ku untuk merawat Aysan hari ini, dia akan aman di sini," kata Jaka dengan senyum sementara Nasya dia juga sudah siap dan tersenyum pada Jaka lalu menyambut pembantu yang akan dia percayakan merawat Aysan dalam waktu satu hari ini. Entahlah perasaan Nasya tentu campur aduk tapi bukan saatnya untuk berpikir lebih dalam sekarang. "Baiklah kalau begitu, ayo." Mereka keluar dari apartemen menuju pengadilan berharap bahwa semuanya akan berjalan lancar, "Aku gugup sekali Mas." Nasya yang berusaha untuk menyelaraskan nafasnya karena terlalu grogi. "Semuanya akan berakhir di sini, kamu tenang saja. Anjas pasti akan bercerai dengan mu, aku yakinkan itu. Kita akan bertemu dengan Pak Anton di pengadilan." Mendengarnya Nasya tersenyum mengangguk, dia sedikit lega dengan bagaimana Jaka mencoba untuk menenangkannya. Dan hati ini adalah pertama kali dari sekian lama dia keluar dari apartemen, dia menghirup udara luar yang mungkin sudah be
"Maaf ya Mas, aku nggak bisa berbuat lebih, Mas Jaka dia sudah membayar aku dan aku tidak bisa melakukan banyak hal untuk Mas," ucap anara yang berdiri di samping Anjas, mereka sekarang bersandar di mobil. "Lagi pula kalaupun aku dibayar oleh Mas Jaka untuk melakukan seperti yang sudah kulakukan kepada Mas Anjas, jujur saja itu sama sekali bukan paksaan, dan aku senang karena mas Jaka memberi uang yang banyak untuk itu." Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Anara, membuat Anjas langsung tertawa kecil dan meremehkan apa yang Anara katakan. Dia bahkan tidak mau menatap ke arah gadis itu dan hanya menatap ke atas ke arah langit yang cerah. Sesekali menggeleng-gelengkan kepala. "Memang itulah tugasmu, kamu tahu kenapa tidak ada yang serius dengan, itu karena kamu terlalu murah, dan akan melakukan apa pun demi uang, tidak ada yang bisa mengelak bahwa kamu itu cantik, tetapi cantik belum tentu pantas untuk dijadikan istri." Anjas yang sekarang memalingkan pandangannya kepada Anara,
"Beri aku waktu Mas." Tatapan yang mengarah keluar ke arah pemandangan kota metropolitan yang terlihat begitu jelas. "Sepertinya aku harus kembali ke desa dan mengatakan semua yang terjadi kepada orang tuaku, mereka pasti sudah tahu semuanya dan terkejut. Aku bahkan belum memberitahu mereka mengenai perceraian yang aku lakukan dengan Anjas, karena mereka pasti akan bertanya kenapa." Jaka yang berdiri di belakangnya menatap Nasya dan tersenyum lalu mendekat ke arahnya, dia berdiri di samping aja tetapi dalam hatinya dia tidak bisa terus menunggu tetapi jika memang harus menunggu apakah itu tidak masalah baginya asalkan Nasya bisa memberikan apa yang diharapkan oleh Jaka. Dia masih menatap wajah Nasya yang terus menetap keluar, lalu jemarinya mengantuk wajahnya Nasya dan mengelus lembut rambut Nasya. "Aku akan memberikan waktu, seberapa banyak waktu pohon akan aku berikan kepada mu Nasya, tetapi tolong jangan terlalu lama, karena aku takut sesuatu mungkin akan terjadi, entahlah aku t
Sebuah ketukan tiga kali dari luar ruangan apartemen dan nasinya langsung berjalan ke arah pintu untuk membuka pintu itu dan pada saat dia berdiri di belakang bingkai pintu dia melihat anara berdiri di hadapan bingkai pintu. Dia tidak menyangka bahwa saat Nasya akan segera kembali ke desa dan bertemu dengan orang tuanya, tiba-tiba saja Anara datang untuk berkunjung kepada Nasya. Dalam beberapa saat mereka diam saja sampai Anara tersenyum kepada Nasya. Tanpa mengatakan apapun dan membalas senyum dari Anara, Nasya langsung memundurkan diri dan mengizinkan Anara untuk masuk ke dalam, dan masuklah Anara ke dalam sana, dia melihat-lihat seisi ruangan dan lagi ada rasa cemburu di dalam hatinya, bahwa Jaka memperlakukan Anara dengan sangat baik, memberikan Nasya semuanya, apartemen yang begitu mewah diberikan kepada Nasya Lalu bagaimana dengan rumah asli milik Jaka, pasti akan sangat mewah. Dia mencoba untuk terlihat tenang tetapi tatapan Nasya yang cukup tajam kepadanya membuat dia tidak
"Aku ingin bertemu dengan Pak Jaka." Seorang wanita dengan pakaian elegan yang seksi berdiri di bagian resepsionis, dia terdengar ingin bertemu dengan Jaka, dia cukup langsing dan tinggi dengan rambut yang bergelombang hingga ke punggung. "Maaf Apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Jaka?" "Tidak tapi kamu bisa menghubunginya sekarang dan katakan kepadanya bahwa Aina ingin bertemu dengannya, Aku sudah lama ingin bertemu dengan Pak Jaka tapi tidak ada waktu, katakan padanya aku baru punya waktu sekarang." Senyum tipis terlintas di bibirnya dan pegawai resepsi ini hanya bisa mengangguk dan langsung menghubungi pak Jaka. "Baik Pak akan segera aku beritahu bahwa ... Iya Pak terima kasih." Dia menatap perempuan yang bernama Aina ini, "Silakan langsung saja ke ruangan Pak Jaka." Dia mengangguk dan dengan lembukan elok Dia berjalan di koridor-koridor gedung masuk ke dalam lift dan menjadi pusat perhatian, jarang sekali ada seorang wanita yang terlihat seksi dan elegan juga memiliki ting
"Jadi gimana Nasya, kamu bakal balik ke kota, atau mau tetap di rumah sayang?" Pertanyaan ibunya yang membuat dia berpikir sejenak. "Aku udah ada janji Bu kalau aku bakal balik ke kota, aku juga mau cari pekerjaan di sana, Aysan juga udah bisa jalan, jadi pasti aku bisa bawa di ke tempat kerja." "Wah bagaimana dengan Jaka, apa ada perkembangan sama hubungan kalian, soalnya Jaka terus kirim pesan ke ibu, kalau dia itu pengen kamu cepet-cepet ke kota. Dia juga nanyain kabar kamu dan bagaimana dengan Aysan, sepertinya dia peduli sama kamu, Nak." Nasya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, dia merasa senang dengan dukungan dari keluarga yang dia miliki, tapi menikah setelah mengalami trauma adalah sesuatu yang sulit. Apalagi dia mungkin akan menikah dengan Jaka itu pun karena dia mau membalas jasa Jaka, bukan karena dia betul-betul mencintai Jaka. Nasya merasa pusing kadang jika dia memikirkan hal itu. Bagaimana dia akan menangani masalah hasil dan pikirannya. Tetapi jika
"Aku sudah bicara sama Jaka Tante, dan dia nggak mau sama aku, dia nggak mau dengerin Tante apalagi aku," ucap Aina dengan nada suara yang manja khas gadis kaya yang sekarang sedang berjemur di samping kolam renang bersama dengan ibu Jaka. "Ku Udha berusaha keras buat Jaka mau sama aku tapi nyatanya aku nggak bisa sama dia, ih nyebelin banget dia Tante!" Semakin dia manjakan suaranya dan semakin kesal Ibu Jaka mendengar hal itu, dia bukan kesal karena Aina yang terus bersikap manja, tetapi dia kesal dengan Jaka dan wanita yang bersama Jaka. "Kalau begitu Tante akan coba buat bicara sama dia, atau nggak Tante akan bicara dengan wanita itu, sudah janda juga, dia bahkan udah pernah ternoda di tempat dia mengajar, kamu pernah dengar nggak kasus perempuan janda itu?" Aina tampak mengernyit dan menggelengkan kepala dia tidak pernah mengikuti kasus atau berita yang sedang atau pernah tranding topik, ya tentu saja gadis model yang punya brand kosmetik tidak punya waktu yang memikirkan masal
Keputusan yang sangat berat, membuat Nasya melupakan semuanya lalu menulis kenangan baru? Itulah yang disampaikan oleh Anjas kepada Aina yang saat ini masih mengejar Jaka, ya berkat dukungan ibu Jaka. "Itu bisa menjadi peluang mu, Anjas, kau bisa kembali menarik perhatian Nasya jika itu terjadi, sementara Jaka, dia sulit merayu seorang wanita, Nasya akan sulit jatuh cinta padanya." "Nasya membenciku." Anjas yang sekarang memainkan secangkir kopi yang berada di hadapannya, dia menoleh ke samping dan berkata lagi, "Jaka bahkan berhasil membuatku ragu tentang anakku sendiri, dia berkata seharusnya aku mengecek kondisi fisik ku, secara tidak langsung dia mendidih aku mandul." Anjas mengepalkan tangan. "Jadi, Jaka berpikir bahwa Aysan adalah anaknya?" "Entahlah. Aku tidak tahu, hanya saja dengan hal itu, aku meragukan diriku sendiri." Dia lalu meraih gelas berisikan kopi hangat lalu meneguknya dalam sekali tegukan. "Tapi." Iya menekan gelas itu ke meja dan hampir meremukkan dengan tang
"Kau, astaga kau pikir kau siapa!" Jaka menghentakkan tubuh Anjas ke lantai dan kepalanya terbentur tepat ke dinding. "Kau sudah menghancurkannya, sejak awal, kau merebutnya dariku dan berharap agar bisa merebut Nasya lagi? Kau membuatnya menderita dan kau pikir kau akan mendapatkan kesempatan lagi hanya karena dia melupakan banyak hal tentang ku, he?" Jaka memberikan pelajaran pada Anjas walaupun dokter berusaha menenangkan Jaka tapi tetap saja kemarahan Jaka luar biasa, walau demikian Anjas juga Tidka ingin tinggal diam, dia lalu berdiri dan melawan Jaka dengan perkataan. "Walau pun kau berusaha keras untuk mengambil Nasya dariku, aku pastikan bahwa dia tidak akan mau dengan mu! Sia mencintai ku selamanya, dan aku adalah ayah dari putranya, aku adalah ayah Aysan."Jaka alu tertawa terbahak-bahak, dia maju selangkah, matanya seolah akan segera keluar dari kelopak matanya dengan urat wajah yang begitu terlihat jelas. "Aku pikir kau tahu soal ini, Anjas." Jaka tertawa, dia menggelen
"Apa yang harus aku lakukan Dok? Dia bahkan tidak bisa mengingat anaknya sendiri." Jaka tampak frustasi, luar biasa, dia meremas rambut tebalnya dan mengepalkan tangan satunya. Dokter yang duduk di belakang meja hanya bisa menghela nafas melihat betapa frustasinya Jaka. "Satu-satunya jalan adalah melakukan operasi, beda, ini bukan hanya mengenai psikologis Bu Nasya, tapi juga terjadi benturan di kepalanya, bukan hanya trauma tetapi juga masalah di dalam otaknya, kami sudah menemukan titik masalahnya, apa yang terjadi pada Bu Nasya sepenuhnya adalah trauma dan luka dalam." "Jadi ... Apa hal itu bisa membantunya, dokter?" Sang dokter tampak ragu tapi pada akhirnya dia menganggukkan kepala, dan berkata kepada Jaka, "Ya, kami akan melakukan yang terbaik untuk Bu Nasya dan Anda, Anda tak perlu cemas, serahkan semuanya kepada medis, Pak Jaka." Jaka merasa bahwa dia diberikan sebuah pencerahan yang dapat membuatnya merasa lega sempurna. Dia lu berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangan
Jaka panik luar biasa stelah dia melihat Nasya saat ini berada di dalam mobil yang berbeda dengannya, sebuah mobil taksi ke sebuah tempat yang dia kenali, yaitu rumah Anjas. Rupanya Nasya masih mengingat mengenai rumah mantan suaminya, tapi memorinya selama tiga tahun berlalu tidaklah dia ingat. Sementara di sisi yang lainnya Aysan sekarang berada di dalam rumah sakit dan berada dalam perawatan yang serius, yang membuat Jak betul-betul tidak bisa memahami situasi dan bagaimana dia akan mengontrol semua ini, semua yang terjadi sekarang. Walau pun seperti itu, dia tidak bisa melakukan apa pun selain ikut di belakang mobil taksi yang Nasya tumpangi, dan kini mobil itu berhenti tepat di hadapan rumah Anjas, sore sudah tiba, dan mungkin Anjas sudah berada di rumah saat ini, karena sudah jam pulang kantor. Nasya yang keluar dari taksi langsung menggedor-gedor pintu sambil berteriak di depan pintu, "Anjas, Mas, tolong cepat buka pintunya." "Nasya." Tangan Jaka langsung mencengkeram lenga
"Astaga." Kepanikan tentu saja sekarang dirasakan oleh Nasya, melihat bocah yang terus-menerus memanggilnya Mama sekarang terjatuh dari tangga menuju lantai paling bawah dan sekarang tubuhnya membeku tidak tahu bagaimana dan apa yang harus dilakukan olehnya. Tetapi beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa kekacauan itu terjadi karenanya, Lalu Nasya kemudian berlari menuruni tangga. "Aku mohon jangan terjadi sesuatu, kamu harus baik-baik saja, apa yang aku telah lakukan padanya." air mata kemudian mengalir dari pipinya. dia langsung membungkuk dan meraih tubuhnya yang kepalanya sekarang terbentur dan mengalir darah dari sana. bocah ini tidak sadarkan diri Nasya sama sekali tidak tahu bagaimana harus apa. Jadi yang dia lakukan adalah mungkin membaca itu dan keluar dari rumah, ke arah pos satpam. Nasya sekarang panik lalu berteriak, "Tolong, terjadi sesuatu, Tolong! Bantu aku, Pak." satpam yang sedang meminum kopi dan membaca koran di pos satpam yaitu mendengar suara Nasya langsung
"Akan ada operasi yang mungkin kau akan lakukan, jadi aku mohon janga membangkang untuk kesembuhan kau, Nasya, aku harap aku paham." Jaka yang saat ini masih memandang ke arah Nasya yang duduk di hadapannya. sebenarnya pikran Nasya masih ingin percaya dengan apa yang dikatakan oleh Jaka tetapi sepertinya berbeda dengan hati Nasya yang tentu saja masih berpikir bahwa Anjas atau mantan suaminya itu adalah pribadi yang setia dan tidak mungkin menghianati Nasya. jadi Nasya masih memilih untuk tidak mempercayai apa yang Jaka katakan. "Aku hanya ingin sekali saja bertemu dengan Anjas dan mendengar apa yang dia katakan, jika kau mengurungku seperti ini bagaimana aku bisa percaya kepadamu, aku sama sekali tidak ...." dia menundukkan kepala dan merasa bimbang dengan apa yang harus dia katakan. Sesekali dia menelan saliva dan mencoba berpikir kata apa yang harus dia keluarkan dari mulutnya. "tentu saja ... astaga apa yang harus aku katakan lagi agar bisa membuat kau percaya. sepertinya tidak
"Aku sudah katakan semuanya, berkali-kali, Nasya, tapi kenapa kau sama sekali tidak percaya?" Jaka mencondongkan tubuhnya ke arah Nasya yang menghindar dan mengernyitkan kening. "Tolong jangan terlalu dekat dengan ku," ucap Nasya, dia memalingkan pandangan dan Jaka merasa bahwa ya sebaiknya Nasya diberikan sedikit ruang. Lalu tidak lama setelah itu, Boca berusia tiga tahun yang sudah bisa dikatakan aktif dalam berbicara dan memahami pembicaraan ringan seseorang itu berjalan ke arah Jaka. "Aysan." Jaka berdiri dari duduknya dan menghampiri Aysan, "Apa kau butuh sesuatu?" "Apa Mama masih marah sama Aysan?" dia menundukkan kepala cara dia bicara masih sangat sulit untuk dipahami tapi Jaka bisa cukup memahami ucapan Aysan, Nasya juga bisa memahami ucapan itu tapi dia memalingkan pandangannya sekarang, dia tidak ingin memikirkan banyak hal selain pikirannya sendiri yang lupa semuanya. Sementara Jaka dia berlutut setengah di hadapan Aysan dan berusaha meyakinkan bocah itu. "Aysan, Nak.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," ucap Nasya yang sekarang berada dalam kondisi yang berantakan, wajahnya dan rambut gelombang yang bahkan belum disisir, matanya menandakan bahwa dia lelah dan tidak bisa berpikir jernih. Semua seolah menghilang dari memorinya. Dan hidup seolah tetap sama, dia merasa bahwa hidupnya sama seperti sebelumnya, tidak seperti apa yang dilihatnya sekarang, yaitu Jaka yang berada di hadapannya mungkin hanyalah omong kosong yang dibuat-buat oleh Jaka untuk mendekati Nasya, itulah Jaka di pikiran Nasya. "Seperti apa?" Jaka yang menyuguhkan makanan di atas meja, sekarang mereka berada di taman halaman depan rumah, Nasya tidak mau makan jika masih berada di dalam rumah karena dia menganggap bahwa jika dia terus berada di dalam rumah maka dia seolah dikurung di dalam sana. Dan dia tidak ingin seperti itu, Jaka pun tidak mau Nasya berpikir demikian. Sehingga yang dia lakukan adalah menuruti saja apa yang diinginkan oleh Nasya untuk saat ini. "Kau seperti menguru
Tok ... tok ... tok .... Suara ketukan yang datang dari luar kamar Nasya, saatnya adalah sarapan pagi, Nasya tidak membuka pintu semalam sehingga tidak ada makan malam yang membuat Jaka merasa cemas. Bagaimana tidak, Nasya menolak bertemu sementara Jaka terus membujuk dan menjelaskan apa yang terjadi. Walau berusaha, Jaka masih belum bisa membujuk. Pagi harinya, Jaka masih berusaha keras, tapi sepertinya Nasya masih menolak, karena itulah Jaka pun mencoba untuk membujuk satu kali, berharap kali ini Nasya mengurungkan niat untuk bersifat keras. Ketukan demi ketukan, bujukan demi bujukan, tak ada satu pun yang berhasil. Aysan juga sudah sangat ingin bertemu dengan ibunya, yang semakin membuat Jaka merasa tidak nyaman. Makan malam gagal, sarapan pagi pun tidak digubris, hingga akhirnya makan siang tiba, Jaka bahkan tidak masuk kerja, dan dia pun bersama dengan Aysan mencoba membujuk Nasya. "Mama tidak mau makan." Aysan dengan ucapan yang masih belum fasih, "Aku tidak mau kalau Mama