Cloud berjalan bersisian dengan Nic menuju ruang kerjanya, tentu saja sudah bisa ditebak apa yang akan dilakukan oleh dua sejoli itu. Di dalam lift yang membawa mereka ke lantai di mana ruangan Cloud berada, Nic tanpa sungkan menyudutkan sang istri ke dinding, lantas membelai pipinya dengan sangat mesra.“Kamu memang luar biasa,” puji Nic.“Sudah dari awal bukan? Hanya bedanya, saat itu aku tidak ingin menunjukkan bagaimana aku sangat menginginkanmu,” balas Cloud. Dia mulai bertingkah nakal dengan menarik dasi Nic keluar, mengerlingkan mata genit kemudian keluar dari dalam lift sambil tertawa-tawa.Namun, Cloud mendadak mengatupkan bibir saat melihat Aditya sedang berada di depan ruangannya bersama Thea. Menyadari ekspresi wajah keduanya, membuat Cloud sadar hal yang tidak beres pasti sedang terjadi.“Pagi!” Sapa Cloud ramah.Aditya menoleh, sedangkan Thea buru-buru menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipi.“Kenapa? Apa ada masalah?” Cloud tentu penasaran. Begitu juga Nic yang
“Kamu tenang saja! Aku akan melindungimu dan memberikan rasa aman bekerja di sini.” Cloud saat ini berada di ruangannya bersama Thea dan Tasya. Membicarakan sikap kurang ajar karyawan yang membuat Aditya sampai hilang kesabaran. Dia juga meminta Tasya untuk mengurus semua dan jangan sampai karyawannya itu melaporkan perbuatan Aditya ke polisi. Setelah bicara, Tasya pergi untuk melakukan perintah Cloud, dan kini hanya tinggal Cloud dan Thea yang masih saja murung. Thea berpikir pasti banyak pria-pria lain seperti pria tadi di luaran sana yang mengenal dirinya sebagai kupu-kupu malam.“Thea, apapun yang terjadi jangan pernah memikirkan masa lalu lagi. Semua orang di dunia ini pasti memiliki hal-hal buruk yang jika mereka mampu, pasti ingin mereka hapus dari hidup,” ucap Cloud menasihati."Tapi rasanya sangat berat.""Tidak apa-apa! Pelan-pelan, tidak ada yang mengharuskan kamu melakukannya dengan buru-buru. Maaf karena kamu harus menerima perlakuan buruk itu saat bekerja di perusahaank
Baik Maha dan sang adik belum sempat menjawab pertanyaan ibu mereka, karena Embun lebih dulu masuk sambil bertanya kenapa Kala dibiarkan tidur di mobil. Meskipun kaget, istri Rain itu tahu maksud keberadaan adik iparnya di rumah Gama. Embun malah merasa bersalah karena sudah mengantar Maha dan Gema pulang."Tadi aku sudah mengirim pesan ke Ibu, juga telpon tapi tidak diangkat," ucap Maha. Anak itu mendekat ke arah Cloud dan Nic untuk mencium punggung tangan."Ah ... ponsel ibu di kamar," jawab Sabrina canggung." Tapi tumben ...""Guru lesnya ada keperluan mendadak jadi kelas selesai sebelum waktunya." Maha kembali bicara.Nic membeku saat Maha memegang tangannya. Pria itu memandang lekat wajah Maha seolah mencari kemiripan yang ada pada mereka. Anak itu sampai bingung dan bertanya kenapa Nic menatapnya seperti ini."Tidak apa-apa, Kala bilang teman sekolahnya selalu membicarakanmu, karena kamu sangat tampan dan ternyata itu memang benar," kata Nic.Untuk ukuran anak berumur sepuluh m
Setelah Nic dan Cloud pulang, Sabrina tampak semakin gelisah. Wanita itu mondar-mandir berjalan di depan ranjang dan membuat Gama kebingungan. "Sab, ayolah! Jangan menunjukkan kegelisahan seperti itu, bagaimana kalau Maha dan Gema curiga?""Aku takut, aku benar-benar takut kalau Maha ternyata anak pria jahat itu. Apa yang harus kita lakukan?" Sabrina menutup wajahnya. Dia akhirnya mau duduk di tepi ranjang sambil membuang napas kasar."Meski menyakitkan, tapi aku akan tetap memberitahu Maha siapa ayah kandungnya, terlepas itu Pak Doni atau mertua Cloud." Gama memeluk Sabrina dari belakang, mencium pundak istrinya itu dan memintanya untuk tenang."Apa kamu juga akan menceritakan kebenaran kalau dia anak hasil perkosaan?""Untuk segamblang itu, aku sendiri tidak tega menjelaskan ke Maha, kedengarannya sangat menyakitkan terlahir karena sebuah kejadian memilukan, karena selama ini yang Maha tahu aku adalah ayah kandungnya.""Apa yang akan Maha pikirkan jika sampai tahu dirinya sama sekal
"Saya benar-benar mempertaruhkan nyawa untuk mengambil benda ini, Pak."Aditya menyerahkan sikat gigi yang dia ambil dari rumah Doni ke Nic. Mereka kini berada di rumah sakit untuk melakukan tes DNA antara Maha dan pria jahat — yang sudah tak ada lagi pengacara yang mau membela."Terima kasih, aku tidak akan pernah melupakan semua bantuan yang sudah kamu berikan padaku," ujar Nic."Anda tidak perlu sesungkan itu."Nic mengangguk, setelah itu pergi bersama Aditya memberikan dua sikat gigi yang berada di tangannya untuk dianalisa. Setelah memastikan kapan akan mendapat hasil dari tes itu, mereka pun beranjak dari sana."Tumben, Pak. Rio tidak mengantar Anda." Sambil berjalan menuju parkiran, Aditya pun berniat berbasa-basi. Namun, tak disangka apa yang dikatakan oleh Nic membuatnya terperangah. "Dia mungkin sedang mempersiapkan pernikahannya dan Nina, tapi Dit ada satu hal yang aku yakin kamu tidak akan menyangka.""Apa itu, Pak? Anda saat ini membuat saya sedikit takut," balas Aditya.
“Onty Nina, Onty kenapa sih?” Sambil bertanya Kala menoleh Cloud yang jemarinya sibuk menari di atas keyboard laptop. Anak itu bingung karena Nina langsung tengkurap di atas sofa ruang kerja sang mama, setelah menjemput dan membawanya ke sana. “Kala, Onty Nina mungkin lelah, jangan diganggu! Kala main game saja,” jawab Cloud tanpa memandang sang putra.Namun, bukannya menurut, Kala malah mendekat ke kursi Cloud dan memandang ke layar memastikan apa yang sang ibu kerjakan. “Ada apa?” Cloud menghentikan gerakan jarinya. Menatap Kala dengan alis bergelombang saat anak itu menyandarkan kepala ke lengannya. “Apa Onty Nina sakit? Bagaimana kalau membawanya ke dokter? Kasihan!” Kata Kala. “Atau pinjam HP Mama, aku akan telepon Om Rio.” “Jangan coba-coba meneleponnya!” Teriak Nina yang ternyata mendengar apa yang Kala sampaikan. Duo anak dan ibu itu sampai kaget. Kala bahkan mengusap dada berulang kemudian secara berlebihan Cloud memeluk kepala anak itu seolah kasihan.“Apa Onty Nina ke
“Aku merasa, ibu Sabsab dan papa sedang menyimpan rahasia.” Maha tiba-tiba bicara seperti itu ke Olla. Mereka baru saja selesai belajar bersama dan Olla terlihat mengemasi barang-barangnya. “Rahasia apa? Kita masih kecil, tidak boleh memikirkan urusan orang dewasa.” Olla menjawab ketus lantas berdiri untuk menggendong tasnya. Namun, saat sudah berada di ambang pintu Olla menghentikan langkah. Dia menoleh Maha dan merasa tidak tega melihat sepupunya itu bersedih. “Apa kamu mau makan es krim? Aku akan mentraktirmu.” Maha memulas senyum dan bergegas berdiri untuk menyusul Olla. Sore itu, mereka belajar bersama karena memang duduk di tingkat yang sama. Maha berpamitan ke pembantu rumah lebih dulu, setelah itu mengekor Olla pergi ke minimarket yang ada tepat di depan gerbang komplek perumahan. “Apa kamu sudah memberitahu mamamu untuk menjemput di sini?” Tanya Maha. Dia khawatir Embun datang dan mereka belum kembali ke rumah. Tadi Olla ikut Sabrina karena Embun tidak bisa menjemput
"Nic, apa kamu benar akan menemui pamanmu? Aku mohon tenangkan diri dulu!"Cloud berjalan cepat mengejar Nic karena harus bicara dan menenangkan Sabrina yang terlihat sangat terpukul. Cloud pada akhirnya sampai tak berpamitan menyadari Nic sangat emosional. "Sayang! Nic! Aku mohon!" Bentak Cloud pada akhirnya dan baru membuat Nic menghentikan langkah.Nic mengepalkan tangan di sisi badan. Mengatur napas mencoba untuk tenang. Cloud sendiri berjalan lalu memegang lengan Nic dan menggoyangkannya pelan."Aku mohon, tenang dulu! Kalau kamu menemui pamanmu dengan kondisi begini, aku yakin dia malah akan senang dan merasa puas mengerjaimu." Nic masih diam, sampai Gama menyusul untuk menegaskan apa yang Cloud katakan memang benar."Aku akan bicara dengan kakek kandung Maha tentang hasil tes DNA ini. Lebih baik kamu pulang, aku akan mengabari nanti." Gama merasa sungkan ke Nic, bagaimanapun juga fitnah Doni tentang siapa ayah kandung Maha pasti membuat Nic kepikiran.Penuh harap Cloud memand