Baik Maha dan sang adik belum sempat menjawab pertanyaan ibu mereka, karena Embun lebih dulu masuk sambil bertanya kenapa Kala dibiarkan tidur di mobil. Meskipun kaget, istri Rain itu tahu maksud keberadaan adik iparnya di rumah Gama. Embun malah merasa bersalah karena sudah mengantar Maha dan Gema pulang."Tadi aku sudah mengirim pesan ke Ibu, juga telpon tapi tidak diangkat," ucap Maha. Anak itu mendekat ke arah Cloud dan Nic untuk mencium punggung tangan."Ah ... ponsel ibu di kamar," jawab Sabrina canggung." Tapi tumben ...""Guru lesnya ada keperluan mendadak jadi kelas selesai sebelum waktunya." Maha kembali bicara.Nic membeku saat Maha memegang tangannya. Pria itu memandang lekat wajah Maha seolah mencari kemiripan yang ada pada mereka. Anak itu sampai bingung dan bertanya kenapa Nic menatapnya seperti ini."Tidak apa-apa, Kala bilang teman sekolahnya selalu membicarakanmu, karena kamu sangat tampan dan ternyata itu memang benar," kata Nic.Untuk ukuran anak berumur sepuluh m
Setelah Nic dan Cloud pulang, Sabrina tampak semakin gelisah. Wanita itu mondar-mandir berjalan di depan ranjang dan membuat Gama kebingungan. "Sab, ayolah! Jangan menunjukkan kegelisahan seperti itu, bagaimana kalau Maha dan Gema curiga?""Aku takut, aku benar-benar takut kalau Maha ternyata anak pria jahat itu. Apa yang harus kita lakukan?" Sabrina menutup wajahnya. Dia akhirnya mau duduk di tepi ranjang sambil membuang napas kasar."Meski menyakitkan, tapi aku akan tetap memberitahu Maha siapa ayah kandungnya, terlepas itu Pak Doni atau mertua Cloud." Gama memeluk Sabrina dari belakang, mencium pundak istrinya itu dan memintanya untuk tenang."Apa kamu juga akan menceritakan kebenaran kalau dia anak hasil perkosaan?""Untuk segamblang itu, aku sendiri tidak tega menjelaskan ke Maha, kedengarannya sangat menyakitkan terlahir karena sebuah kejadian memilukan, karena selama ini yang Maha tahu aku adalah ayah kandungnya.""Apa yang akan Maha pikirkan jika sampai tahu dirinya sama sekal
"Saya benar-benar mempertaruhkan nyawa untuk mengambil benda ini, Pak."Aditya menyerahkan sikat gigi yang dia ambil dari rumah Doni ke Nic. Mereka kini berada di rumah sakit untuk melakukan tes DNA antara Maha dan pria jahat — yang sudah tak ada lagi pengacara yang mau membela."Terima kasih, aku tidak akan pernah melupakan semua bantuan yang sudah kamu berikan padaku," ujar Nic."Anda tidak perlu sesungkan itu."Nic mengangguk, setelah itu pergi bersama Aditya memberikan dua sikat gigi yang berada di tangannya untuk dianalisa. Setelah memastikan kapan akan mendapat hasil dari tes itu, mereka pun beranjak dari sana."Tumben, Pak. Rio tidak mengantar Anda." Sambil berjalan menuju parkiran, Aditya pun berniat berbasa-basi. Namun, tak disangka apa yang dikatakan oleh Nic membuatnya terperangah. "Dia mungkin sedang mempersiapkan pernikahannya dan Nina, tapi Dit ada satu hal yang aku yakin kamu tidak akan menyangka.""Apa itu, Pak? Anda saat ini membuat saya sedikit takut," balas Aditya.
“Onty Nina, Onty kenapa sih?” Sambil bertanya Kala menoleh Cloud yang jemarinya sibuk menari di atas keyboard laptop. Anak itu bingung karena Nina langsung tengkurap di atas sofa ruang kerja sang mama, setelah menjemput dan membawanya ke sana. “Kala, Onty Nina mungkin lelah, jangan diganggu! Kala main game saja,” jawab Cloud tanpa memandang sang putra.Namun, bukannya menurut, Kala malah mendekat ke kursi Cloud dan memandang ke layar memastikan apa yang sang ibu kerjakan. “Ada apa?” Cloud menghentikan gerakan jarinya. Menatap Kala dengan alis bergelombang saat anak itu menyandarkan kepala ke lengannya. “Apa Onty Nina sakit? Bagaimana kalau membawanya ke dokter? Kasihan!” Kata Kala. “Atau pinjam HP Mama, aku akan telepon Om Rio.” “Jangan coba-coba meneleponnya!” Teriak Nina yang ternyata mendengar apa yang Kala sampaikan. Duo anak dan ibu itu sampai kaget. Kala bahkan mengusap dada berulang kemudian secara berlebihan Cloud memeluk kepala anak itu seolah kasihan.“Apa Onty Nina ke
“Aku merasa, ibu Sabsab dan papa sedang menyimpan rahasia.” Maha tiba-tiba bicara seperti itu ke Olla. Mereka baru saja selesai belajar bersama dan Olla terlihat mengemasi barang-barangnya. “Rahasia apa? Kita masih kecil, tidak boleh memikirkan urusan orang dewasa.” Olla menjawab ketus lantas berdiri untuk menggendong tasnya. Namun, saat sudah berada di ambang pintu Olla menghentikan langkah. Dia menoleh Maha dan merasa tidak tega melihat sepupunya itu bersedih. “Apa kamu mau makan es krim? Aku akan mentraktirmu.” Maha memulas senyum dan bergegas berdiri untuk menyusul Olla. Sore itu, mereka belajar bersama karena memang duduk di tingkat yang sama. Maha berpamitan ke pembantu rumah lebih dulu, setelah itu mengekor Olla pergi ke minimarket yang ada tepat di depan gerbang komplek perumahan. “Apa kamu sudah memberitahu mamamu untuk menjemput di sini?” Tanya Maha. Dia khawatir Embun datang dan mereka belum kembali ke rumah. Tadi Olla ikut Sabrina karena Embun tidak bisa menjemput
"Nic, apa kamu benar akan menemui pamanmu? Aku mohon tenangkan diri dulu!"Cloud berjalan cepat mengejar Nic karena harus bicara dan menenangkan Sabrina yang terlihat sangat terpukul. Cloud pada akhirnya sampai tak berpamitan menyadari Nic sangat emosional. "Sayang! Nic! Aku mohon!" Bentak Cloud pada akhirnya dan baru membuat Nic menghentikan langkah.Nic mengepalkan tangan di sisi badan. Mengatur napas mencoba untuk tenang. Cloud sendiri berjalan lalu memegang lengan Nic dan menggoyangkannya pelan."Aku mohon, tenang dulu! Kalau kamu menemui pamanmu dengan kondisi begini, aku yakin dia malah akan senang dan merasa puas mengerjaimu." Nic masih diam, sampai Gama menyusul untuk menegaskan apa yang Cloud katakan memang benar."Aku akan bicara dengan kakek kandung Maha tentang hasil tes DNA ini. Lebih baik kamu pulang, aku akan mengabari nanti." Gama merasa sungkan ke Nic, bagaimanapun juga fitnah Doni tentang siapa ayah kandung Maha pasti membuat Nic kepikiran.Penuh harap Cloud memand
"Maha, apa kamu ingat kakek Bagaskara?"Pelan Gama bicara ke putranya, meski tahu Maha tidak mungkin akan melupakan pria yang pernah mencoba merebut anak itu dari pengasuhannya enam tahun yang lalu."Papanya mama Naura."Meski seharusnya tidak terkejut, tapi bahasa tubuh Gama berbeda, alisnya mengedik, setelah itu menganggukkan kepala untuk mengiyakan apa yang baru saja putranya ucapkan."Hm... benar, saat ini dia berada di Indonesia dan ingin bertemu denganmu, malam ini papa akan mengantarmu bertemu dengannya," ucap Gama.Tak ada kalimat penolakan atau persetujuan yang terucap dari lisan Maha, ini karena dia paham bahwa pendapatnya tidak akan berguna di situasi seperti ini. Mau menolak ataupun mengiyakan, dirinya pasti akan tetap bertemu dengan kakeknya.Gama sendiri menyadari kegelisahan putranya. Namun, dia sendiri yakin Bagaskara tidak akan mungkin mengatakan hal-hal menyakitkan ke Maha. Pria itu malah berjanji padanya ini adalah kali terakhir dia akan bertemu dengan Maha. Bahkan b
“Jangan tinggalkan aku di sini sendiri, Kak!” Nina menahan lengan Cloud sekuat tenaga agar tidak keluar dari ruangan itu. Thea sendiri dibuat bingung kenapa Nina sampai seperti ketakutan melihat Rio datang. “Selesaikan masalah kalian dulu! Menghindar bukan pilihan yang tepat Nina,” ucap Cloud sambil berusaha kabur dari sana. “Aku mohon! Aku mohon!” Nina akhirnya tak kuasa melepas Cloud yang tanpa dia tahu sengaja mengabari Rio kalau dirinya sedang berada di sana. Rio pun mendekat setelah Thea menutup pintu, sedangkan Nina berusaha menghindari kontak mata. Dia menunduk lalu bergegas menyambar tasnya seolah ingin melarikan diri dari tempat itu. “Apa kamu ingin hubungan kita berakhir seperti ini?” Pertanyaan Rio berhasil menghentikan langkah kaki Nina. Gadis itu tak menjawab dan hanya berusaha sekuat tenaga menahan air mata agar tidak jatuh menetes. “Kita sudah hampir menikah, aku serius ingin menjadikanmu pendamping hidupku, tapi kenapa kamu malah begini?” Rio bertanya lagi karen