Hola Geng yang ada gem bisa bagi ke mba Cloud ya Buat GA novel ini kalian bisa pantau iggehku
“Nic! Nic! Tunggu aku harus melihat Kala dulu!” Cloud menghindar saat suaminya tiba-tiba menyergap dari arah belakang. Nic bergelayut manja memeluk pinggang Cloud. Beberapa menit yang lalu mereka pamit tidur ke Skala, setelah berbincang agak lama.“Untuk apa? Kala pasti sudah tidur.” “Tapi aku tetap ingin melihatnya dulu, aku yakin ada yang tidak beres dengan anakmu.” Cloud menelengkan kepala, matanya sejenak terpejam saat Nic menyasar ceruk lehernya. “Apa mungkin Kala sedang galau?” “Ngaco!” Cloud melepas pelukan Nic, memandang kesal pria itu karena bicara seenaknya. “Dia masih bocah, mana mungkin mengalami hal semacam itu? Tunggu sebentar! Aku pastikan hanya mengecek, tidak akan mengobrol dengan Mama.” Cloud pun buru-buru keluar dari kamar, sedangkan Nic hanya tertawa hambar. Dia yakin apa yang dkatakan sang istri untuk tidak mengobrol pasti hanya wacana. Nic pun merogoh sesuatu dari dalam kantong celana, memandangi benda yang diam-diam disimpannya sejak tadi. Nic pikir Cloud
“Maaf! Aku berlebihan. Jangan menangis lagi!” Nic merasa sangat bersalah. Menyesal sudah berpikir yang tidak-tidak ke Cloud. Ia mengurai pelukan, mengusap pipi sang istri yang terus menunduk masih sambil terisak. “Cloud aku mohon!” Nic berakhir memeluk lagi karena Cloud masih tak mau bicara. Dia sadar bahkan sampai detik ini masih saja membuat istrinya terluka. Mereka sama-sama diam berpelukan sampai Cloud akhirnya bisa mengusai emosi. “Pria jahat,” ucap Cloud. Dia menggosok hidung seraya memberikan tatapan tajam ke Nic. “Iya aku jahat, tapi kamu mencintaiku ‘kan?” “Awas kalau kamu bertanya lagi seperti itu! Aku akan …. “ Cloud diam. Bukannya takut melanjutkan kalimat ancaman, tapi memang sejatinya tidak memiliki alasan. “Mulai detik ini, aku tidak mau kamu menutupi sesuatu dariku, apapun yang menjadi beban pikiranmu, harus kamu bagi denganku. Mengerti!” Cloud mengulurkan jari kelingking, meminta Nic berjanji untuk tidak mengulangi sikapnya tadi. Pria itu sendiri mengangguk d
"Tuntutan yang dijatuhkan ke Anda banyak, bahkan jika Anda lolos dari satu tuntutan, masih ada tuntutan lain yang sudah menunggu."Doni mengguncang jeruji sel setelah mendengar ucapan pengacara. Dia kesal saat tahu lebih dari empat tuntutan yang menjeratnya. Pria paruh baya itu geram, apalagi saat tahu tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang.Perusahaannya morat-marit dan dia juga harus menerima tuntutan masa tahanan yang tak sebentar. Pengacara yang biasa berdiri di belakangnya saat mendapat masalah pun pergi semua dan tak ada yang mau membela. Dia bahkan harus menerima bantuan dari seorang pengacara yang dianggapnya amatir karena masih sangat muda dan ditunjuk oleh pihak berwenang."Berapa lama kamu sudah menjadi pengacara?""Dua tahun.""Berapa kasus yang sudah kamu hadapi dan menangkan?""2 dari 20 kasus.""Sial! Jika dihitung bahkan selama dua tahun kamu tidak setiap bulan menangani kasus," cibir Doni. "Tidak ada harapan!" Imbuhnya diikuti senyum cibiran.Pengacara muda itu tent
"Dia membuat Nala setiap hari bicara tentangnya di sekolah. Membosankan!"Jawaban Kala hari itu terus terngiang di telinga Nic. Dia memandang anaknya yang saat ini sedang bermain bersama teman sebaya. Nic masih terus mengamati Kala, menyesap cairan berwarna merah keunguan dari gelas berleher tinggi di tangan sebelum Cloud mendekat untuk menyapa. Wanita itu mengambil alih tasnya yang dititipkan ke Nic lantas berkata, "Untung saja aku selalu membawa itu ke mana-mana.""Gagal lagi Kala mendapat adik," jawab Nic. Tampaknya dia sangat kecewa karena Cloud mendapat tamu bulanan."Artinya belum rezeki, kita bisa apa? Aku sudah bilang, bukan cuma kamu, aku juga ingin cepat-cepat punya anak lagi." Cloud cemberut, merasa seperti disalahkan oleh Nic, padahal jika bisa memilih tentu saja dia ingin hamil buah cinta mereka secepatnya."Sudah! Jangan cemberut begini!" Nic mencubit pipi Cloud. Asyik bercengkerama sendiri di tengah pesta yang diadakan oleh orangtua Arkan.Hari ini merupakan hari ulang
"Ya sudah ambil saja anaknya!" Nic membuat Cloud terkesiap. Pria itu langsung menggandeng sang istri meninggalkan Kala dan Arkan. "Nic! Itu.... bagaimana?"Cloud bingung. Meski tidak ingin gede rasa, tapi dia sadar kalau wanita bersuami yang dibicarakan oleh Arkan dan Nic adalah dirinya."Kenapa kamu memberikan Kala?" Cloud bermonolog. Dia menelan ludah karena jelas tidak berani mengucapkan kalimat itu ke suaminya."Kita nikmati saja pesta ini, lagipula Kala juga aman bersama Arkan.""Sepertinya Kala kesal, dia mungkin saja marah, atau malah kecewa karena merasa kita kurang membelanya," terka Cloud. Nic akhirnya menghentikan langkah di depan meja prasmanan. Tersenyum ke arah Arini yang sedang memandang dari tempat wanita itu berdiri sebelum berkata—"Biarkan Kala belajar bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa didapat dan berjalan sesuai keinginannya."Cloud merasa ucapan Nic benar. Dia tak ingin berdebat dan memilih diam memandangi wajah pria itu, setelahnya menawarkan makanan."A
"Ada apa kak? Maaf aku tadi tidak tahu kakak menghubungi." Cloud baru saja sampai di rumah, berjalan di belakang Nic yang menggendong Kala. Anak itu tertidur, tentu saja kelelahan setelah berlarian dengan teman sebayanya di pesta orangtua Arkan."Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin bertemu, kalau bisa apa besok kamu bisa mampir ke kantorku? Atau aku akan menemuimu di Niel."Jawaban Rain tentu membuat Cloud curiga. Wanita itu bertanya lagi apa ada hal yang mendesak dan penting."Kakak mau bicara soal apa? Bisnis atau .... " Cloud menelan ludah, dia berhenti melangkah tepat di depan anak tangga sambil menatap punggung Nic yang terus naik. "Tentang Nic, ini masalah serius Cloud. Aku tidak bisa mengatakannya di telepon," pungkas Rain."Baik, kalau begitu aku akan datang ke PG Factory."Cloud menjauhkan ponsel dari telinga. Tangan kanannya gemetar sampai dia harus memeganginya menggunakan tangan kiri. Cloud berusaha menyembunyikan kegelisahan. Dia bergegas menyusul Nic dan saat sampai di
"Aku tahu kenapa kamu datang ke sini? Apa Nic sudah tahu kalau dia punya adik?"Cloud menatap Doni penuh kebencian. Dadanya naik turun menahan emosi yang ingin segera diluapkan. Cloud datang menemui pria itu ke penjara jelas bukan untuk menerima hinaan semacam ini."Kenapa ada manusia yang sangat jahat sepertimu di dunia ini? Bahkan kamu memfitnah orang yang sudah mati," ketus Cloud."Aku tahu kenapa kamu melakukan ini, kamu ingin menghancurkan hati Nic. Membuatnya kecewa ke orangtua yang sangat dia sayangi. Kamu pasti tahu Nic tidak mungkin mengizinkan makam papanya dibongkar demi melakukan tes DNA."Alih-alih menjawab ucapan Cloud, Doni malah tersenyum, menatap remeh istri keponakannya ini dan berkata—"Sepertinya kamu belum mengenal baik kehidupan suamimu. Apa kamu pikir Nic dengan mudah percaya padaku hanya karena terpuruk kehilangan Danuarta? Tidak Cloud, hubungan kami baik, tapi ya seperti yang kamu tahu aku diam-diam membenci mereka."Cloud mengepalkan tangan yang berada di atas
"Kala, kenapa Kala marah? Onty sudah bilang 'kan kalau hari ini ada syuting off air.""Iya, tapi tidak sama dia. Aku nggak mau."Nina heran, meski sudah biasa menghadapi Kala yang suasana hatinya sering berubah-ubah, tapi kali ini agak aneh menurutnya."Itu 'kan kak Maha, bukankah dia kakaknya Kala?" "Bukan, dia bukan kakakku. Dia itu nyebelin Onty." Maha cemberut. Melipat ke dua tangan di depan dada dan membuang muka.Nina menoleh ke belakang. Seorang staff acara terlihat menunggu. Jika tidak berhasil membujuk Kala sudah pasti dirinya harus membuat jadwal ulang — yang belum tentu juga disetujui oleh sutradara. Hari itu acara yang harus Kala ikuti bertema tentang anak-anak yang memiliki bakat. Sebab itulah Maha juga hadir. Anak itu datang diantar oleh ibunya—Sabrina, tapi Sabrina menitipkan sebentar Maha kepadanya karena sedang pergi di toilet."Kala, nggak boleh gitu! Ayo masuk dan duduk di dekat kak Maha. Cuma sebentar, kalau Kala fokus tidak akan memakan waktu satu jam," bujuk Nin
Satu bulan kemudian Hari itu awan mendung menyelimuti hati Cloud. Sejak Nic berangkat kerja dan Kala sekolah, Cloud terus menangis karena merasa sangat bersalah ke baby Gaza juga Kala. Bukan tanpa alasan Cloud bersikap seperti ini. Beberapa hari ini dia sering merasa mual dan lemas. Bahkan setelah makan banyak dan mengonsumsi vitamin kondisinya juga masih sama. Hingga, Cloud yang memang sejak melahirkan baby Gaza belum mendapat tamu bulanan memilih untuk mencoba melakukan uji kehamilan. Cloud awalnya hanya iseng dan berpikir untuk tidak berpikir yang macam-macam, tapi dia berakhir lemas saat melihat dua garis merah tertera jelas pada alat uji kehamilan yang dia gunakan. Hati Cloud sedih, merasa sangat bersalah pada dua anaknya terutama ke baby Gaza yang baru saja berumur empat bulan. Karena hal itu, Cloud tidak bisa fokus bekerja dengan tenang meskipun masih bekerja dari rumah. Dia juga takut memberitahu Nic dan sekarang hanya Bianca yang menjadi tumpuannya. Setelah mengetahui diri
Cloud meraba dada Nic, mengusap lembut sambil merapatkan tubuhnya dan menciumi punggung pria itu. Cloud tahu Nic mengizinkannya melakukan itu saat tak mendapatkan penolakan sama sekali, bahkan saat dia mulai menempelkan lalu menggesekkan dadanya yang memang lebih padat karena berisi ASI putra kedua mereka. Nic diam-diam tersenyum, menikmati sentuhan Cloud. Tak lama tanpa ragu Nic akhirnya meraih tangan Cloud yang sejak tadi mengusap dada untuk mulai mengusap miliknya yang berada di antara paha.Cloud tersenyum penuh arti, dia mengangkat kepala untuk menjangkau tengkuk Nic dan memberi kecupan di sana, tak puas Cloud menggigit kecil cuping telinga suaminya bahkan menggelitik beberapa detik menggunakan ujung lidah.Nic pun tak sanggup lagi, dia bergerak dan Cloud pun bergeser, secepat kilat Nic mengurung tubuh Cloud, mencekal ke dua tangan istrinya di sisi kepala."Apa kamu tahu hukuman apa yang pantas diberikan ke wanita yang membuat prianya cemburu?" Tanya Nic."Aku tidak tahu, tapi k
Tidak terasa tiga bulan pun berlalu. Siang itu Cloud menitipkan Gaza ke Bianca karena harus menghadiri pesta pernikahan Thea dan Aditya.“Misal nanti Gaza rewel atau kenapa-napa, Mama langsung kabari aku saja,” ucap Cloud saat menitipkan putra ke duanya.“Kamu itu kayak baru kali ini nitipin anakmu ke Mama,” ucap Bianca. “Kayak masih setengah ga percaya.”Cloud pun tersenyum lebar mendengar protes Bianca kemudian membalas, “Bukan begitu, Ma. Siapa tahu Mama tidak bisa mengatasi kalau Gaza sedang rewel.”“Sudah kamu tenang saja. Nikmati pesta Thea dan jangan mikir yang aneh-aneh. Mama akan menjaga Gaza dengan baik,” ujar Bianca.Cloud pun melebarkan senyum mendengar ucapan Bianca. Dia lantas berpamitan dan pergi bersama Nic juga Kala. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu terlihat mengenakan setelan jas yang sama, Kala bahkan memperlihatkan aura seperti anak bangsawan.“Ayo!” Nic mengulurkan tangan ke Cloud agar istrinya itu bisa menuruni anak tangga dengan nyaman. Mereka te
“Hai.”Arkan masuk menyapa Cloud dan Nic yang ada di kamar. Nic yang awalnya tegang seketika rileks saat menyadari sepupunya datang mengajak Shafira dan memperkenalkan gadis itu sebagai calon istrinya dengan bangga.Nic pun bisa menerima kehadiran Arkan, bahkan bersikap ramah saat menyadari tatapan mata pria itu sudah sangat berbeda ke Cloud.“Bagaimana kondisimu dan juga bayimu?” Tanya Arkan. Dia berdiri di dekat ranjang Cloud bersisian dengan sang kekasih.Cloud sendiri tampak begitu kagum melihat bagaimana anggunnya Shafira. Sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang fashion, Cloud mendapat inspirasi bagaimana kalau perusahaannya mulai mencoba merambah dunia busana yang bisa dikenakan juga oleh para wanita yang mengenakan hijab.“Kami sehat, bahkan besok aku sudah diperbolehkan pulang,” jawab Cloud lantas menoleh ke baby box di mana bayinya sedang tidur.Shafira langsung mengalihkan tatapan ke sana, senyum gadis itu merekah bahkan diam-diam menarik bagian kemeja Arkan yang a
Kala masuk dan langsung menuju box bayi di mana sang adik tidur. Dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana wajah sang adik dari pada menyapa Cloud dan Nic lebih dulu. Berbeda dengan Bianca yang datang bersama rombongan putranya dan juga Skala. Wanita itu mendekati Cloud dan memeluk putrinya dengan tangis haru."Selamat ya! Kamu hebat, Cloud. Mama bangga," bisik Bianca. Perlahan dia mengurai pelukan sambil berkata membawakan makanan kesukaan Cloud. Bianca menjauh agar yang lainnya juga bisa mengucapkan selamat ke ibu dua anak itu.Seluruh anggota keluarga sudah melek akan informasi hingga berusaha agar Cloud tidak sampai mengalami Baby Blues Syndrome. Ya, terkadang seorang ibu yang baru saja melahirkan merasa tersisihkan, melihat bagaimana sikap orang sekitar yang lebih memperhatikan bayinya dari pada dia yang berjuang mempertaruhkan nyawa."Aku dan Embun sudah menyiapkan kado untukmu, coba lihat!" Pinta Rain sambil mengulurkan sebuah tas kertas kecil ke Cloud. Setelah sang adik
"Ners, tolong itu suami saya!"Cloud yang sudah ingin mengejan masih bisa memikirkan Nic yang baru saja terkena mental. Seorang perawat pun mencoba mendekat untuk memastikan keadaan Nic. Dia memegang lengan pria itu yang tatapannya terlihat kosong."Anda duduk saja di sini ya, Pak!" Ucap perawat itu sebelum kembali mendekat ke ranjang untuk mendengarkan keputusan dokter."Ibu tahan ya! Kita pindah ke ruang bersalin."Dokter pun memberi kode ke perawat yang berada di dekatnya dan Cloud pun segera dipindahkan. Nic sendiri seolah baru sadar saat ranjang sang istri dibawa keluar. Dia berdiri bergegas mengikuti ke mana Cloud pergi."Pak, Anda hanya boleh masuk kalau yakin kuat melihat apa yang terjadi di dalam, kalau tidak lebih baik Anda menunggu di luar." Dokter menahan Nic di depan pintu. Wajah pucat pria itu semakin membuat Dokter berpikir Nic sama sekali tidak siap menemani persalinan Cloud. Dokter pun hendak masuk tapi Nic menerobos sambil berkata dia kuat dan mampu.Meski wajahnya
Kelakuan Nic membuat Kala sampai terbangun, anak itu menggosok mata melihat Cloud berdiri menyanggah pinggang sedangkan Nic sibuk berganti baju. “Mama,” panggil Kala. Cloud yang mendengarnya menoleh, dia pun mendekat ke Nic dan memukul lengan sang suami karena membuat Kala terbangun.“Kala bangun gara-gara kamu,” ucap Cloud masih sambil menahan sakit di bagian perut bawah. Dia mengusap pipi agar Kala tak sampai melihatnya menangis. “Mama, apa Mama masih marah?” Cloud menoleh dan buru-buru menghampiri Kala. Dia membelai pipi anak itu dan mencium puncak kepalanya. Cloud menggeleng dan malah meminta maaf karena merasa keterlaluan memarahi Kala tadi. “Kenapa muka Mama begitu?” Kala menyadari ekspresi wajah Cloud yang berbeda.” Apa Mama sakit?” Tanyanya. “Hm… iya, adik sepertinya mau lahir,” jawab Cloud. Namun, bukannya merasa kasihan ke sang mama, Kala malah melompat-lompat kegirangan di atas kasur. Cloud sampai membeku dan saling pandang dengan Nic. Mata Kala yang mengantuk berub
Cloud ternyata hanya berpura-pura, setelah Kala dan dua keponakannya memasang muka bersalah dan ketakutan, Cloud pun berhenti mengaduh kesakitan. Masing-masing dari Cloud dan juga Embun tentu saja sangat ingin marah. Ini jelas bukan hanya sekadar masalah belanja atau uang puluhan juta, tapi seharusnya Olla dan Kala meminta izin lebih dulu kepada orangtua."Kalau izin namanya ga kejutan donk," ucap Olla. Meski awalnya takut, cucu pertama Skala itu akhirnya berani mengeluarkan pendapat karena mendapat pembelaan opanya."Sudahlah, tidak perlu ribut. Nanti papa yang ganti."Mendengar ucapan Skala baik Cloud dan Embun menoleh bersamaan. Skala sendiri tidak merasa takut diplototi anak dan menantunya, dia malah memanggil Olla, Kala juga Omi dan memeluk ke tiganya bergantian menunjukkan kasih sayang."Benar-benar," gerutu Embun sambil membuang muka.Nic sendiri dengan cara berbisik mengatakan pada Rain, kalau dia akan segera mengganti uang yang dipakai Kala berbelanja."Papa tidak bisa membel
Usia kandungan Cloud pun akhirnya sudah memasuki sembilan bulan. Seperti kesepakatan mereka saat kandungan Cloud masih berumur enam bulan, wanita itu bekerja di rumah karena Nic sudah tidak memperbolehkannya bolak-balik ke perusahaan, demi menjaga kondisi tubuh juga calon buah hati mereka. Bahkan mendekati hari perkiraan lahir, kini Nic dan Cloud tinggal di rumah Skala. Hal ini dilakukan semata-mata karena Nic takut Cloud mengalami kontraksi.Sore itu Rain datang ke rumah sang papa bersama Embun juga anak-anaknya untuk makan malam bersama dan menginap di sana. Saat masuk, Rain melihat sang adik yang duduk di sofa ruang keluarga sambil meluruskan kaki bersama Bianca dan Skala.“Bagaimana kabarmu?” tanya Rain yang langsung menghampiri Cloud.“Baik.” Cloud menjawab kemudian mengelus perutnya karena sang bayi baru saja menendang.Rain dan Embun pun ikut duduk, seperti biasa membiarkan Olla dan Omi bermain di belakang, apalagi Kala juga berada di sana. Awalnya Rain membahas tentang harga s