"Dia membuat Nala setiap hari bicara tentangnya di sekolah. Membosankan!"Jawaban Kala hari itu terus terngiang di telinga Nic. Dia memandang anaknya yang saat ini sedang bermain bersama teman sebaya. Nic masih terus mengamati Kala, menyesap cairan berwarna merah keunguan dari gelas berleher tinggi di tangan sebelum Cloud mendekat untuk menyapa. Wanita itu mengambil alih tasnya yang dititipkan ke Nic lantas berkata, "Untung saja aku selalu membawa itu ke mana-mana.""Gagal lagi Kala mendapat adik," jawab Nic. Tampaknya dia sangat kecewa karena Cloud mendapat tamu bulanan."Artinya belum rezeki, kita bisa apa? Aku sudah bilang, bukan cuma kamu, aku juga ingin cepat-cepat punya anak lagi." Cloud cemberut, merasa seperti disalahkan oleh Nic, padahal jika bisa memilih tentu saja dia ingin hamil buah cinta mereka secepatnya."Sudah! Jangan cemberut begini!" Nic mencubit pipi Cloud. Asyik bercengkerama sendiri di tengah pesta yang diadakan oleh orangtua Arkan.Hari ini merupakan hari ulang
"Ya sudah ambil saja anaknya!" Nic membuat Cloud terkesiap. Pria itu langsung menggandeng sang istri meninggalkan Kala dan Arkan. "Nic! Itu.... bagaimana?"Cloud bingung. Meski tidak ingin gede rasa, tapi dia sadar kalau wanita bersuami yang dibicarakan oleh Arkan dan Nic adalah dirinya."Kenapa kamu memberikan Kala?" Cloud bermonolog. Dia menelan ludah karena jelas tidak berani mengucapkan kalimat itu ke suaminya."Kita nikmati saja pesta ini, lagipula Kala juga aman bersama Arkan.""Sepertinya Kala kesal, dia mungkin saja marah, atau malah kecewa karena merasa kita kurang membelanya," terka Cloud. Nic akhirnya menghentikan langkah di depan meja prasmanan. Tersenyum ke arah Arini yang sedang memandang dari tempat wanita itu berdiri sebelum berkata—"Biarkan Kala belajar bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa didapat dan berjalan sesuai keinginannya."Cloud merasa ucapan Nic benar. Dia tak ingin berdebat dan memilih diam memandangi wajah pria itu, setelahnya menawarkan makanan."A
"Ada apa kak? Maaf aku tadi tidak tahu kakak menghubungi." Cloud baru saja sampai di rumah, berjalan di belakang Nic yang menggendong Kala. Anak itu tertidur, tentu saja kelelahan setelah berlarian dengan teman sebayanya di pesta orangtua Arkan."Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin bertemu, kalau bisa apa besok kamu bisa mampir ke kantorku? Atau aku akan menemuimu di Niel."Jawaban Rain tentu membuat Cloud curiga. Wanita itu bertanya lagi apa ada hal yang mendesak dan penting."Kakak mau bicara soal apa? Bisnis atau .... " Cloud menelan ludah, dia berhenti melangkah tepat di depan anak tangga sambil menatap punggung Nic yang terus naik. "Tentang Nic, ini masalah serius Cloud. Aku tidak bisa mengatakannya di telepon," pungkas Rain."Baik, kalau begitu aku akan datang ke PG Factory."Cloud menjauhkan ponsel dari telinga. Tangan kanannya gemetar sampai dia harus memeganginya menggunakan tangan kiri. Cloud berusaha menyembunyikan kegelisahan. Dia bergegas menyusul Nic dan saat sampai di
"Aku tahu kenapa kamu datang ke sini? Apa Nic sudah tahu kalau dia punya adik?"Cloud menatap Doni penuh kebencian. Dadanya naik turun menahan emosi yang ingin segera diluapkan. Cloud datang menemui pria itu ke penjara jelas bukan untuk menerima hinaan semacam ini."Kenapa ada manusia yang sangat jahat sepertimu di dunia ini? Bahkan kamu memfitnah orang yang sudah mati," ketus Cloud."Aku tahu kenapa kamu melakukan ini, kamu ingin menghancurkan hati Nic. Membuatnya kecewa ke orangtua yang sangat dia sayangi. Kamu pasti tahu Nic tidak mungkin mengizinkan makam papanya dibongkar demi melakukan tes DNA."Alih-alih menjawab ucapan Cloud, Doni malah tersenyum, menatap remeh istri keponakannya ini dan berkata—"Sepertinya kamu belum mengenal baik kehidupan suamimu. Apa kamu pikir Nic dengan mudah percaya padaku hanya karena terpuruk kehilangan Danuarta? Tidak Cloud, hubungan kami baik, tapi ya seperti yang kamu tahu aku diam-diam membenci mereka."Cloud mengepalkan tangan yang berada di atas
"Kala, kenapa Kala marah? Onty sudah bilang 'kan kalau hari ini ada syuting off air.""Iya, tapi tidak sama dia. Aku nggak mau."Nina heran, meski sudah biasa menghadapi Kala yang suasana hatinya sering berubah-ubah, tapi kali ini agak aneh menurutnya."Itu 'kan kak Maha, bukankah dia kakaknya Kala?" "Bukan, dia bukan kakakku. Dia itu nyebelin Onty." Maha cemberut. Melipat ke dua tangan di depan dada dan membuang muka.Nina menoleh ke belakang. Seorang staff acara terlihat menunggu. Jika tidak berhasil membujuk Kala sudah pasti dirinya harus membuat jadwal ulang — yang belum tentu juga disetujui oleh sutradara. Hari itu acara yang harus Kala ikuti bertema tentang anak-anak yang memiliki bakat. Sebab itulah Maha juga hadir. Anak itu datang diantar oleh ibunya—Sabrina, tapi Sabrina menitipkan sebentar Maha kepadanya karena sedang pergi di toilet."Kala, nggak boleh gitu! Ayo masuk dan duduk di dekat kak Maha. Cuma sebentar, kalau Kala fokus tidak akan memakan waktu satu jam," bujuk Nin
Sabrina mengingat permintaannya saat membahas masalah Maha dengan keluarga sang suami. Dia memang tidak melahirkan anak itu, tapi kasih sayang yang Sabrina miliki ke Maha jelas melebihi ibu kandung.Apa yang Sabrina inginkan, sudah Gama sampaikan ke Cloud — yang sampai detik ini belum memberitahu Nic tentang masalah Maha. Meskipun Bianca juga sudah tahu karena mendengar percakapannya dan Skala hari itu di rumah, tapi Cloud meminta sang mama untuk tidak membahas hal ini di depan Nic saat mereka berkumpul."Apa mungkin dugaan kak Sabrina benar? Doni sangat licik, bisa jadi dia memang memutar balikkan fakta," ucap Cloud. Saat Nina mengirim pesan soal Kala yang marah dan hampir mogok syuting tadi, sebenarnya Cloud sedang berada di kantor Rain. Dia menunggu pengacara Doni yang berjanji akan datang menemui mereka. Menurut sipir penjara yang merupakan mata-mata Skala, Doni kemungkinan memberikan informasi ke orang luar lewat pengacaranya itu. Sehingga dengan alasan ingin membicarakan kasus
Cloud kembali ke perusahaannya sendiri setelah menemui Rain dan pengacara Doni. Langkah kaki wanita itu tampak lemah, tatapannya terus tertuju ke lantai yang dipijak. Sesekali pundaknya turun seiring dengan hembusan napas lelah yang keluar dari mulut. Cloud tak yakin berapa lama lagi bisa menyembunyikan masalah ini dari Nic. Dia berharap kabar yang didapat kakak sepupunya benar, kalau kesehatan Bagaskara sedang tidak baik, sehingga kemungkinan tidak akan datang ke Indonesia dalam waktu dekat. Cloud masih menggerakkan kaki menuju ruang kerja, dia melamun dan seketika kaget melihat kaki seseorang yang menghadang tepat di depannya. “Nic! Kenapa kamu ada di sini?” Cloud kaget setengah mati, tak menyangka Nic berada di kantornya di siang bolong seperti ini. Cloud mencoba memandang Tasya dengan cara menggeser sedikit kepala, beruntung dia tadi juga berbohong ke sekretarisnya itu kalau keluar untuk bertemu teman lama. “Kenapa kaget? Tidak mengharapkan kedatanganku?” “Bukan, tapi tumben
Perasaan bersalah Cloud karena merahasiakan masalah Maha dari Nic pun sejenak terlupakan. Wanita itu memilih untuk menikmati sentuhan yang Nic berikan, satu hal yang selalu membuatnya tidak bisa memikirkan hal lain saat akan bercinta, kecuali membalas Nic dengan perlakuan yang sama. Cloud berada di atas pangkuan Nic yang duduk di tepi ranjang, melingkarkan tangan ke leher pria itu sambil mencium bibir penuh nafsu. Nic sendiri juga melakukan hal yang sama, tangannya memegang erat pinggang Cloud agar duduk seimbang. Cloud menjauhkan wajah dan mengusap bibirnya yang basah, dia menatap nakal Nic yang sorot matanya sudah dipenuhi kabut birahi. Pria itu memulas senyum sambil melepas kancing kemeja Cloud dan melepaskannya buru-buru dari tubuh wanita itu. Nic merebahkan istrinya ke ranjang, melepas semua pakaian yang dia kenakan dan membuang sembarangan. Nic tak lagi peduli dengan rasa panas karena belum menyalakan pendingin ruangan. Dia melepas celana bahan yang Cloud pakai, menyisakan se