"Aku tahu kenapa kamu datang ke sini? Apa Nic sudah tahu kalau dia punya adik?"Cloud menatap Doni penuh kebencian. Dadanya naik turun menahan emosi yang ingin segera diluapkan. Cloud datang menemui pria itu ke penjara jelas bukan untuk menerima hinaan semacam ini."Kenapa ada manusia yang sangat jahat sepertimu di dunia ini? Bahkan kamu memfitnah orang yang sudah mati," ketus Cloud."Aku tahu kenapa kamu melakukan ini, kamu ingin menghancurkan hati Nic. Membuatnya kecewa ke orangtua yang sangat dia sayangi. Kamu pasti tahu Nic tidak mungkin mengizinkan makam papanya dibongkar demi melakukan tes DNA."Alih-alih menjawab ucapan Cloud, Doni malah tersenyum, menatap remeh istri keponakannya ini dan berkata—"Sepertinya kamu belum mengenal baik kehidupan suamimu. Apa kamu pikir Nic dengan mudah percaya padaku hanya karena terpuruk kehilangan Danuarta? Tidak Cloud, hubungan kami baik, tapi ya seperti yang kamu tahu aku diam-diam membenci mereka."Cloud mengepalkan tangan yang berada di atas
"Kala, kenapa Kala marah? Onty sudah bilang 'kan kalau hari ini ada syuting off air.""Iya, tapi tidak sama dia. Aku nggak mau."Nina heran, meski sudah biasa menghadapi Kala yang suasana hatinya sering berubah-ubah, tapi kali ini agak aneh menurutnya."Itu 'kan kak Maha, bukankah dia kakaknya Kala?" "Bukan, dia bukan kakakku. Dia itu nyebelin Onty." Maha cemberut. Melipat ke dua tangan di depan dada dan membuang muka.Nina menoleh ke belakang. Seorang staff acara terlihat menunggu. Jika tidak berhasil membujuk Kala sudah pasti dirinya harus membuat jadwal ulang — yang belum tentu juga disetujui oleh sutradara. Hari itu acara yang harus Kala ikuti bertema tentang anak-anak yang memiliki bakat. Sebab itulah Maha juga hadir. Anak itu datang diantar oleh ibunya—Sabrina, tapi Sabrina menitipkan sebentar Maha kepadanya karena sedang pergi di toilet."Kala, nggak boleh gitu! Ayo masuk dan duduk di dekat kak Maha. Cuma sebentar, kalau Kala fokus tidak akan memakan waktu satu jam," bujuk Nin
Sabrina mengingat permintaannya saat membahas masalah Maha dengan keluarga sang suami. Dia memang tidak melahirkan anak itu, tapi kasih sayang yang Sabrina miliki ke Maha jelas melebihi ibu kandung.Apa yang Sabrina inginkan, sudah Gama sampaikan ke Cloud — yang sampai detik ini belum memberitahu Nic tentang masalah Maha. Meskipun Bianca juga sudah tahu karena mendengar percakapannya dan Skala hari itu di rumah, tapi Cloud meminta sang mama untuk tidak membahas hal ini di depan Nic saat mereka berkumpul."Apa mungkin dugaan kak Sabrina benar? Doni sangat licik, bisa jadi dia memang memutar balikkan fakta," ucap Cloud. Saat Nina mengirim pesan soal Kala yang marah dan hampir mogok syuting tadi, sebenarnya Cloud sedang berada di kantor Rain. Dia menunggu pengacara Doni yang berjanji akan datang menemui mereka. Menurut sipir penjara yang merupakan mata-mata Skala, Doni kemungkinan memberikan informasi ke orang luar lewat pengacaranya itu. Sehingga dengan alasan ingin membicarakan kasus
Cloud kembali ke perusahaannya sendiri setelah menemui Rain dan pengacara Doni. Langkah kaki wanita itu tampak lemah, tatapannya terus tertuju ke lantai yang dipijak. Sesekali pundaknya turun seiring dengan hembusan napas lelah yang keluar dari mulut. Cloud tak yakin berapa lama lagi bisa menyembunyikan masalah ini dari Nic. Dia berharap kabar yang didapat kakak sepupunya benar, kalau kesehatan Bagaskara sedang tidak baik, sehingga kemungkinan tidak akan datang ke Indonesia dalam waktu dekat. Cloud masih menggerakkan kaki menuju ruang kerja, dia melamun dan seketika kaget melihat kaki seseorang yang menghadang tepat di depannya. “Nic! Kenapa kamu ada di sini?” Cloud kaget setengah mati, tak menyangka Nic berada di kantornya di siang bolong seperti ini. Cloud mencoba memandang Tasya dengan cara menggeser sedikit kepala, beruntung dia tadi juga berbohong ke sekretarisnya itu kalau keluar untuk bertemu teman lama. “Kenapa kaget? Tidak mengharapkan kedatanganku?” “Bukan, tapi tumben
Perasaan bersalah Cloud karena merahasiakan masalah Maha dari Nic pun sejenak terlupakan. Wanita itu memilih untuk menikmati sentuhan yang Nic berikan, satu hal yang selalu membuatnya tidak bisa memikirkan hal lain saat akan bercinta, kecuali membalas Nic dengan perlakuan yang sama. Cloud berada di atas pangkuan Nic yang duduk di tepi ranjang, melingkarkan tangan ke leher pria itu sambil mencium bibir penuh nafsu. Nic sendiri juga melakukan hal yang sama, tangannya memegang erat pinggang Cloud agar duduk seimbang. Cloud menjauhkan wajah dan mengusap bibirnya yang basah, dia menatap nakal Nic yang sorot matanya sudah dipenuhi kabut birahi. Pria itu memulas senyum sambil melepas kancing kemeja Cloud dan melepaskannya buru-buru dari tubuh wanita itu. Nic merebahkan istrinya ke ranjang, melepas semua pakaian yang dia kenakan dan membuang sembarangan. Nic tak lagi peduli dengan rasa panas karena belum menyalakan pendingin ruangan. Dia melepas celana bahan yang Cloud pakai, menyisakan se
“Cloud, apa kamu melihat uangku di sini?” Pertanyaan Nic sukses membuat Cloud yang sedang menyisir rambut kaget. Dia sama sekali tidak pernah membuka dompet Nic, bahkan menyentuhnya pun tidak pernah dia lakukan. “Uang? Uang apa?” “Uang seratus ribu yang kamu berikan saat aku mengantarmu pulang ke rumah papa malam-malam. Uang yang kamu berikan untuk ongkos taksi,” jawab Nic. Pria itu panik seperti baru saja kehilangan jam tangan mewah berharga miliaran. “Ya ampun, apa kamu menyimpannya? Apa itu sangat berharga?” Cloud menyepelekan kegelisahan sang suami. Ia pikir tidak ada yang spesial dari uang itu, tanpa tahu bagi Nic uang itu seperti barang berharga yang nilainya melebihi lukisan Monalisa. “Itu uang pertama yang kamu berikan padaku, aku tidak pernah sebahagia itu menerima uang dari orang.” “Astaga, sayang! Kamu mungkin hanya lupa, coba cari lagi dengan benar. Tidak perlu sepanik itu, kalau hilang aku bisa memberikannya lagi.” Cloud masih tidak paham dan malah sibuk memoleskan
"Sudah lama aku tidak melihatmu, apa kamu sudah pindah tempat kerja dari Overnight club? Apa pelangganmu sudah bosan atau malah sudah habis?" Pria yang kemungkinan pernah menjadi pelanggan Thea saat bekerja menjadi kupu-kupu malam itu bicara santai, tak memiliki etika bahkan saat sadar gadis itu sedang dikelilingi banyak orang dan juga ada satu anak kecil di sana."Apa kamu mengenalku? Aku .... "Thea tak jadi meneruskan kalimatnya karena Aditya lebih dulu berdiri. Menyadari situasi yang mungkin akan membuat Thea kebingungan dan sedih, Aditya meminta pria itu pergi dengan tatapan penuh intimidasi."Sepertinya kamu salah orang, tidak sopan langsung bicara seperti itu tanpa permisi. Apalagi tidak memastikan dulu apakah bicara dengan orang yang benar atau tidak," ucap Aditya."Dia Thea 'kan? Dia PS .... " "Pergi dari sini!" Bentak Aditya. Jantungnya hampir melompat keluar karena pria itu hampir saja menyebut kata PSK.Pria itu pun membuat wanita yang datang bersamanya ke toko gelato me
"Mungkin barang-barang itu bukan milikmu, jadi tidak perlu kamu pikirkan."Aditya masih mencoba menyembunyikan masa lalu Thea. Meskipun dia tahu semua akan membingungkan dan menimbulkan kegaduhan jika gadis itu sampai benar-benar bertanya ke nenek dan adiknya."Kalau begitu aku akan tanya ke nenek nanti, barang-barang milik siapa itu dan kenapa bisa berada di lemariku." Aditya seharusnya sadar kalau Thea hanya kehilangan ingatan, dan bukan mengalami kemunduran pikiran. Gadis itu cerdas, jadi sepertinya akan sulit menyembunyikan kebenaran soal masa lalunya. Apalagi kejadian saat seorang pria menghampiri meja mereka di toko gelato tadi."Tidak usah kamu tanyakan, karena Thea yang dulu tidak ingin sampai nenek dan adiknya tahu apa pekerjaannya." Pada akhirnya Aditya terpaksa jujur.Thea merasa dadanya seketika sangat sakit. Benar-benar tak menyangka kalau dia bukanlah wanita baik-baik. Thea membuang muka kembali, menutupi kesedihan dari Aditya meski suara isak tangisnya jelas bisa diden