Wangi nampaknya tak ingin menyerah begitu saja saat Ayuda membuatnya terlibat masalah. Wanita itu mencatat semua kerugian yang dialaminya karena Ayuda dan hendak menuntut balas nantinya.Banyak vendor yang urung mengajaknya kerjasama, sebuah rumah produksi membatalkan Wangi sebagai pemeran utama, belum lagi panggilan ke acara off air yang juga harus dicoret Audy di dalam daftar pekerjaan sang artis.Wangi benar-benar kehilangan pundi-pundi karena sang madu Ayuda, yang lebih pantas disebut racun. Hal ini membuat Wangi semakin ingin segera membuat Ayuda mengandung anaknya dan Jiwa. Wangi sudah merasa menjadi orang paling pintar dengan ide licik di kepala. Jika dulu rencannya dia akan berpura-pura hamil saat Arra hamil, maka sekarang dia tidak perlu melakukan itu karena anak yang dikandung Ayuda jelas adalah anak biologisnya dan Jiwa.“Ada untungnya juga ternyata,” gumam Wangi yang merasa dirinya berada di atas angin. Ia tak sadar bahwa Ayuda memiliki rencana tak kalah gila darinya.“Kam
Ayuda tak bisa berkata-kata, bukan karena terpesona tapi heran melihat penampilan Bowo. Malam itu, seperti dugaannya, Bowo memakai setelan yang sangat mencolok. Dia yang mengenakan gaun belahan tinggi sampai paha merasa tersaingi dan akan kalah dari Bowo. Ia yakin, pria itu akan menjadi pusat perhatian di La Royale.“Wah … ternyata ada juga orang yang cocok memakai setelan motif macan seperti ini,” cibir Ayuda.Bowo tak mau ambil pusing, dia tertawa dan bahkan mengerlingkan sebelah mata menggoda Ayuda. Terang saja wanita itu merasa jijik dan memintanya untuk tidak bertingkah berlebihan.“Pantas kalian memintaku untuk menunggu di pinggir jalan raya, ternyata kita harus memakai mobil panjang ini ke sana,” ucap Bowo sambil menepuk bagian jok mobil di sampingnya.Ayuda membuang muka, dia hampir menyambar botol wine tapi lebih dulu ingat pantangannya menghindari alkohol. Mobil yang ditumpanginya benar-benar mewah. Bagaimana tidak? sebuah limosin disewa Aldi untuk membawa Ayuda dan Bowo ke
Ayuda dan Bowo masih bersikap biasa saja saat Aldi mengajak mereka masuk ke ballroom setelah menunjukkan kartu VVIP ke penjaga. Namun, tak berselang lama mereka kebingungan melihat tempat itu sangat sepi. Aldi tersenyum miring lalu berjalan menuju bagian barat ballroom. Baik Ayuda dan Bowo hanya mengekor langkah pria itu.Selain letak La Royale yang tersembunyi, parkiran pengunjungnya pun disembunyikan, tapi entah kenapa Aldi malah menyewa limosin mahal untuk membawa Ayuda ke sana. Aldi nampak merogoh ponsel di kantung celana, dia seperti mengetikkan sesuatu lantas menoleh sang Nona.“Mereka harus melakukan pengecekan lebih dulu, mungkin tiga menit.”“Kenapa kamu membawa limo ke sini jika tempat ini sangat rahasia?” tanya Ayuda yang heran. “Bukankah itu sangat mencolok?”“Itu persyaratan dari mereka Nona, anggota baru setidaknya harus bisa menyewa limosin,” jawab Aldi.“Cih … apa setengah miliar tidak cukup untuk membuktikan? Dasar!”Ayuda membuang muka kesal, sedangkan Bowo hanya men
Aldi memastikan bahwa ponselnya dan Ayuda di simpan di tempat yang aman. Penjaga La Royale nampak curiga saat melihat satu ponsel yang tak lain adalah milik Bowo. Ponsel itu memiliki layar yang sudah retak, belum lagi model lama yang tidak mencerminkan dirinya sebagai orang kaya yang bisa membayar sejumlah uang untuk masuk ke sana.“Kenapa?” sinis Aldi. Sengaja agar fokus penjaga itu pecah.“Ponsel itu memiliki nilai yang sangat tinggi untuk dia, bahkan kornea matamu tidak sebanding dengan harganya, jaga baik-baik. Ada banyak data penting di sana.”Aldi menggertak sekaligus memberi perintah, dia yakin penjaga La Royale semuanya bermental preman. Untuk menghadapi tipikal orang seperti itu, jelas dibutuhkan keberanian dan sedikit bersilat lidah. Aldi melihat ponsel mereka dimatikan. Ia lalu meminta chip yang akan digunakan untuk berjudi ke petugas, senilai uang yang sudah dia bayarkan.Aldi baru memutar badan, tapi Bowo sudah merampas beberapa chip dan berlari menuju meja judi yang dia
Jiwa meminta bantuan rekannya yang merupakan aparat. Pria itu jemawa dan sudah besar kepala berpikir bahwa dia akan membongkar hal yang besar. Namun, ada satu hal yang tak Jiwa sadari bahwa rekannya selama ini menerima tips besar dari perbuatan menyembunyikan dan melindungi La Royale. Hingga, Jiwa pun ditipu mentah-mentah. Rekannya itu menghubungi pengelola dan memberitahu bahwa mereka akan ke sana dalam waktu kurang dari satu jam. Benar saja, Jiwa berdiri dan tersenyum lebar melihat aparat datang dan langsung masuk ke dalam hotel itu. Mereka menuju ke ballroom dan dihadang oleh penjaga seperti tadi. “Ada apa ini, Pak?” tanya penjaga seolah bingung dengan apa yang terjadi. Ia melihat seringai puas terpulas di bibir Jiwa. “Kami ingin memeriksa ballroom ini, menyingkir!” titah aparat. “Tidak! Anda tidak bisa seenaknya melakukan itu.” Si Penjaga mencegah sekuat tenaga, tapi akhirnya harus dipaksa menyingkir dari depan pintu. “Habis kau!” ucap Jiwa diikuti tawa kemenangan. Sayang, k
Aldi bingung mencari keberadaan Ayuda. Ia kehilangan jejak, dia juga tidak bisa menghubungi karena ponsel mereka tertinggal di La Royale. Pria itu memilih mendekati penjaga ballroom, lantas bertanya apakah melihat wanita dengan ciri-ciri seperti Ayuda. "Suaminya membawa dia pergi," jawab penjaga. "Apa?" Aldi menyugar rambut frustrasi. Ia tak tahu kalau Jiwa mengajak Ayuda ke kamar, yang masih berada di hotel yang sama. __"Ya, aku menyukaimu!""Menyukaiku? Cih... Pandai sekali aktingmu," bibir Ayuda tertekuk mendengar jawaban Jiwa. "Kamu sepertinya pantas menjadi aktor, kamu bisa beradu akting dengan Wangi," sinisnya. Ayuda membuang muka seolah tak sudi berbicara sambil menatap suaminya. Jiwa yang kepalang tanggung sudah mengungkapkan perasaan mendorong tubuh Ayuda, hingga membentur dinding lift. "Apa yang mau kamu lakukan?" tanya Ayuda - yang merasa nyawanya sedang terancam. "Aku bilang aku menyukaimu, apa kamu tidak dengar?" Amuk Jiwa. "Beginikah sikapmu ke orang yang kamu
Jiwa yang kesal membawa mobil mewahnya melaju di jalanan dengan kecepatan tinggi. Ia merasa menjadi orang paling bodoh dan payah. Pria itu benar-benar menyukai Ayuda, dia terpikat pesona istri mudanya yang keras kepala, ketus dan sering seenaknya. Jiwa tak tahu kapan pastinya perasaan itu muncul dan bersemayam di hati. Namun, setiap kali melihat Ayuda tersenyum dia merasa terpesona. Dadanya serasa terbakar jika senyuman wanita itu ditujukan kepada orang lain terutama ke Raga.Sampai di depan istana sang papa, Jiwa menekan klakson berulang seolah tak sabar untuk masuk. Penjaga rumah sampai berlari tunggang langgang menghampiri. Namun, baru setengah pagar besi setinggi tiga meter itu terbuka, Jiwa sudah menerobos. Hal ini menyebabkan bagian samping mobilnya menabrak pagar yang belum terbuka sempurna, lampu bagian kiri pecah dan body mobil tergores cukup panjang.Penjaga hanya bisa melongo melihat apa yang baru saja terjadi, tatapannya tertuju pada anak sulung sang majikan yang turun lal
“Apa?”“Ayuda berjanji mau menemaniku makan mikurame, apa telingamu butuh corong?”“Brtt … “ Ayuda tak bisa menahan gelenyar geli yang menggelitiki perutnya karena ucapan Raga ke Jiwa barusan. Dia menggosok hidung lalu berdehem. “Hem … iya, aku mau menemani Raga makan,” ucapnya.“Kalau begitu aku juga akan makan bersama kalian.” Jiwa tak mau kalah.“Tapi Susi pasti hanya membeli dua bungkus,” kilah Raga.“Aku bisa memintanya pergi membeli lagi.”“Tidak boleh, dia harus memasakkannya untuk kami.”Ayuda benar-benar merasa dua kakak beradik ini sungguh kekanak-kanakan, hingga dia pun mendapat ide. Ayuda berpikir tidak akan ada satu pun di antara Jiwa atau Raga yang bisa menolak idenya ini. “Aku akan memasakkan mi itu untuk kalian, dan aku tidak akan ikut makan,”kata Ayuda.“Nah … kalau kamu tidak makan, biarkan saja dia makan sendiri. Ayo kita naik!” Jiwa meraih pergelangan tangan Ayuda dan hendak melangkahkan kaki.“Enak saja! tidak bisa, dia sudah berjanji menemaniku.” Raga bersuara.
Pelukan, kasih sayang dan senyuman tulus kini bisa Jiwa rasakan setiap hari. Hidupnya sudah lengkap dengan kehadiran istri yang sangat dia cintai, juga putri cantik yang semakin hari semakin pintar. Jiwa berdiri sambil memegang cangkir kopi di tangan, dia memandang ke arah Nala yang sudah mulai belajar berjalan bersama bik Nini. Sementara itu, Ayuda bertelanjang kaki menemani dengan perut yang nampak membuncit. Nala, dia pasti terlihat seperti saudara kembar dengan adiknya nanti. “Nala pintarnya!” puji Ayuda, putrinya itu tertawa dan memeluk kakinya. Dia sedikit kesusahan untuk mengusap punggung sang putri karena terganjal perutnya yang sudah besar. Dengan bantuan bik Nini, Ayuda akhirnya bisa menggendong Nala. Namun, tak diduga Jiwa langsung berlari dan meminta Ayuda untuk tidak melakukan itu. “Sayang, kasihan adik Nala nanti,”ucap Jiwa. Bik Nini yang melihat tuannya sangat posesif pun tersenyum. Ia bahkan dibuat malu sendiri dengan tingkah Jiwa yang over protective. “Dari pada
Aura pengantin baru terpancar jelas dari wajah Dira. Kembaran Ayuda itu nampak sedang duduk bersama mertua dan saudara-saudara Aldi di teras sambil bercanda. Ibunda Aldi menceritakan bagaimana masa kecil pria itu, sampai aibnya yang masih suka minum susu menggunakan dot meski sudah kelas 5 SD.“Besok kalau kamu hamil banyak-banyak sugesti calon bayimu, jangan sampai kayak bapaknya.”Dira tertawa, dia tak sadar Aldi sedang memandanginya. Pria yang sudah resmi mempersuntingnya itu sibuk membantu merapikan kursi yang dipinjam dari RT untuk acara pengajian.“Lha … gimana nggak kayak bapaknya, Bu? Kalau aku hamil ‘kan memang anak mas Aldi, kalau nggak mirip nanti bisa-bisa malah menimbulkan fitnah,”kata Dira.“Maksudnya sifatnya yang jelek-jelek itu lho, Ra!”“Mas Aldi nggak punya sifat jelek, Bu. Mas Aldi itu sempurna buatku.”Aldi yang mendengar pujian sang istri seketika malu. Pipinya bahkan merona merah sedangkan Dira terlihat sangat santai meski orang-orang bersorak menggoda.“Ya begi
Pernikahan adalah impian setiap wanita, apalagi menikah dengan pria yang sangat dicintai. Begitu juga dengan Sienna, dia tidak pernah menyangka hatinya akan tertambat pada pria casanova seperti Raga. Meski tahu bagaimana sepak terjang pria itu, tapi Sienna yakin, suaminya itu kini sudah berubah. Ibarat panci bertemu tutupnya, mereka saling melengkapi. Membangun pernikahan yang sebenarnya mereka sendiri masih belum begitu yakin.Namun, Raga dan Sienna yakin mimpi-mimpi dan rencana akan mereka temukan seiring berjalannya waktu. Seperti saat ini. Mereka harus menunda bulan madu karena Sienna harus menghadapi ujian semester."Boleh aku bicara serius?" tanya Raga saat mereka berada di dalam salah satu kamar villa milik Ramahadi.Raga teringat akan Ayuda yang mual-mual tadi, setelah ditanya kakak iparnya itu menjawab dia memang belum datang bulan sejak melahirkan Nala. Kata Linda, kemungkinan besar Ayuda pasti hamil lagi."Bicara serius? Apa?"Sienna yang memakai paha Raga sebagai bantalan
Tiga bulan kemudianHari yang membahagiakan untuk semua orang akhirnya tiba. Ramahadi mengajak seluruh keluarganya pergi ke villanya yang dulu digunakan Ayuda untuk bersembunyi.Raga baru seminggu menikah dengan Sienna. Bulan madu mereka pun tertunda karena Sienna harus menghadapi ujian semester minggu ini. Raga tidak mau kalau sampai kuliah istrinya itu terganggu hanya karena bulan madu - yang sejatinya sudah sering mereka lakukan sebelum menikah.Affandi juga hadir, dia menerima undangan dari Ramahadi dengan penuh suka cita. Awalnya Affandi ingin mengajak Dira ke sana, tapi putrinya itu lebih dulu menerima ajakan dari sang mertua untuk berkumpul di rumah keluarga besar Aldi.Ayuda nampak memangku Nala, dia menyusui putrinya sambil menatap keluar jendela di mana papanya tengah sibuk mengobrol dengan sang mertua. Ayuda menepuk pantat Nala lembut, dia menoleh kaget kala Jiwa keluar dengan membawa buku - yang dulu selalu menjadi teman saat dirinya merasa kesepian tinggal sendiri di sana
Di saat putra putri mereka sedang berdua dan kembali meleburkan asa, Affandi dan Ramahadi duduk bersama. Ramahadi tak menyangka pria yang seumur hidup terus menganggapnya musuh kini mengajaknya bicara. Affandi bahkan mengeluarkan satu kata yang dia rasa mustahil untuk didengar. “Maaf!” Ramahadi tentu tak bisa percaya begitu saja, setelah hampir berpuluh-puluh tahun menganggapnya musuh, kini Affandi mengucap kata maaf dan terdengar begitu sangat tulus. “Aku tahu perbuatanku salah, dan selama ini aku terlalu malu untuk mengakuinya. Mungkin, pertemuan Ayuda dan Jiwa adalah takdir yang memang sudah ditetapkan, hingga akhirnya aku bisa sadar,”ungkap Affandi panjang lebar. Hening, Ramahadi tak langsung membalas permintaan maaf Affandi. Ia mencoba mencerna dulu, menimbang apakah pria itu tulus atau hanya sekadar meminta maaf agar dirinya tak lagi menaruh prasangka. “Aku sudah lelah bekerja, aku ingin menyerahkan perusahaan ke anak-anakku, dan aku ingin hidup tenang bermain bersama cucu,”
Terkesan nakal, tapi begitulah naluri manusia dewasa. Mereka memiliki birahi yang butuh disalurkan. Ayuda tahu perbuatannya membuat Jiwa semakin ingin menerkamnya. Namun, bukankah itu yang mereka inginkan? Ayuda memindai manik mata Jiwa, di sana terlihat penuh cinta, berbeda dengan tatapan mata pria itu saat pertama kali menyentuhnya. Tak ada perasaan hangat seperti ini, Jiwa bahkan mencekoki dirinya obat perangsang agar nafsunya tersalurkan tanpa perlu ikatan seperti saat ini. Jiwa membelai pipi Ayuda, mencium setiap bagian wajahnya seolah setiap incinya tak ingin terlewatkan untuk dia cicipi. Pria itu menghentikan sapuan bibir di hidung bangir sang istri, sorot matanya seolah meminta izin. “Bisakah aku bisa melakukannya jauh lebih dari ini.” Ayuda tersenyum tipis, tangannya menarik tengkuk Jiwa hingga bibir mereka kembali bertaut. Mereka sama-sama memejamkan mata, menyelami setiap perasaan cinta yang membara. Perlahan tangan Ayuda melonggar dan beralih membuka kancing kemeja Jiw
Dira masih berada di pelukan Ayuda, meski tak mau membalas pelukan saudaranya, tapi Dira menyandarkan kepala ke pundak ibunda Nala itu. Ia masih tergugu, tak menyangka satu orang datang lagi ke rumahnya dan masuk dengan wajah kebingungan. Aldi menjadi pusat perhatian semua orang, sampai Ayuda melonggarkan pelukan dan Dira memanggil dengan manja nama pria itu.“Mas Al!”“Ra, kenapa kamu menangis?” tanya Aldi bingung, dia hanya diberitahu Affandi akan datang, tapi jika tahu akan membuat calon istrinya menangis, tentu saja Aldi akan melarang. Alih-alih berada di sana tepat waktu, Aldi terjebak lampu merah beberapa kali.“Pak, ini bukan seperti yang Anda janjikan, bukankah ….”Aldi menjeda kata, Dira yang masih sesenggukan mendekat dan memberitahu Aldi kalau Affandi baru saja berkata akan menikahkannya.“Benarkah?” Aldi nampak bahagia. Ia raih tangan Affandi dan menggoyang-goyangkannya beberapa kali.Meski awalnya kesal, tapi Dira tertawa melihat kelakuan Aldi. Ayuda lega karena yakin Dir
Setelah Jiwa berangkat ke kantor, Ayuda tak langsung pergi ke rumah Dira. Ia malah berdiri di depan lemari baju, bingung memilih pakaian mana yang cocok dia kenakan untuk malam spesial yang Jiwa katakan tadi. Ayuda menekuk bibir ke dalam lalu memajukannya lagi, bunyi decapan lidahnya membuat bik Nini yang baru saja masuk untuk menata baju Nala keheranan.“Non, cari apa?”Ayuda menggeleng, wanita itu sedang berpikir mana mungkin memakai gaun yang sama di depan Jiwa. Apalagi dia sama sekali tidak memiliki satu pun baju tempur selain piyama satin yang sering dia pakai karena praktis saat menyusui Nala.“Seharusnya aku pergi shopping kemarin,”ucap Ayuda.Bik Nini tentu saja semakin heran, dia sejajari Nonanya itu dan kembali bertanya,”Non cari apa?”“Linger … “ Ayuda keceplosan, matanya melotot menoleh bik Nini dan melempar senyuman canggung.Pembantunya itu pun menarik sudut bibir, tersenyum aneh sambil menaikturunkan alis mata. Bik Nini berhasil membuat Ayuda merasa malu, dia pasti tahu
Sejak pagi, Jiwa terus saja menampakkan wajah riang. Ia memandangi sang istri yang sibuk melakukan tugas merawat putrinya seperti biasa. Jiwa membuat Ayuda salah tingkah setelah semalam wanita itu menjawab pertanyaannya dengan kata ‘ya’.“Apa sudah?”“Berhenti bertanya apa sudah – apa sudah,”amuk Ayuda. Pipinya merona merah karena Jiwa bersikap sangat agresif. “Aku mau bertemu papa dan Dira dulu, kamu cepat bersiap sana untuk pergi bekerja!”Jiwa tak menggubris ucapan Ayuda, dia malah melingkarkan tangan di pinggang wanita itu yang sedang menggendong putrinya.“Jiwa!” bentak Ayuda.“Malam ini aku akan memberi bonus ke Bik Nini untuk menjaga Nala, kita bisa pakai apartemenku untuk melakukan itu.”“Melakukan apa?” Ayuda dengan sengaja menggoyangkan pinggang untuk membuat Jiwa melepaskan tangan. Namun, pria itu terlalu kuat dan membuatnya berakhir pasrah karena Nala ada di pelukannya.“Jangan berpura-pura! aku tahu kamu tidak sepolos itu, bahkan saat tidur kamu sesekali nakal dengan meng