Ayuda menatap kebaya yang akan digunakan untuk akad nikah besok. Sebagai seorang gadis, sejujurnya dia memiliki pernikahan impian. Ayuda ingin menikah tapi sebelumnya harus diawali dengan lamaran manis dari seorang pria yang sangat dicintainya. Ya, bukan seperti ini. Diperkosa dan akhirnya harus menikah dengan pria yang melakukan tindakan bejat itu padanya.Sama halnya dengan Ayuda, Jiwa juga sedang menatap setelan jas yang sudah disiapkan di walk in closet kamar. Wangi belum juga pulang, padahal dia tengah membutuhkan perhatian sang istri. Besok dirinya akan menikahi seorang wanita asing, dan sebagai suami yang sangat mencintai istrinya, batin jiwa pun memberontak.“Wangi, kenapa kamu bisa dengan tenang dan masih bekerja selarut ini?” gumam Jiwa.Jika mengingat betapa terpuruknya dia dulu sebelum Wangi datang, rasa curiga dan kesalnya pun pudar. Jiwa melangkah pelan keluar dari ruangan berisi koleksi baju dan sepatu brandednya dan Wangi. Ia hendak berbaring saat ponselnya yang berada
Semua orang terkejut dengan apa yang dikatakan Ayuda, terlebih penghulu yang merasa calon mempelai wanitanya sangat galak. Namun, tentu saja mereka sudah memiliki pengalaman. Melihat pernikahan ini hanya disaksikan oleh tak lebih dari lima belas orang, jelas ada satu alasan di baliknya. Mungkin, calon pengantin dipaksa menikah dan tidak saling mencintai, begitu pikir mereka.Jiwa pun duduk tanpa menoleh Ayuda, begitu juga gadis itu yang memilih menatap penghulu di hadapannya. Ia benar-benar pengantin tersantai yang pernah ada. Bahkan Affandi dibuat tak bisa berkata-kata dengan tingkah sang putri kesayangan.Penghulu mulai menyampaikan sepatah dua patah kata. Meski nampak mendengarkan tapi Ayuda tak memasukkannya ke dalam otak, dia membiarkan kalimat nasihat lewat begitu saja dari telinga.Beberapa menit kemudian, Jiwa menjabat tangan penghulu. Meski dia terpaksa menikahi Ayuda tapi pria itu bisa melafalkan kalimat sakral meminang Ayuda dengan sekali tarikan napas. Akhirnya dia resmi m
Raga memilih meninggalkan Ayuda, berurusan dengan gadis itu nyatanya menjengkelkan juga. Ia tidak ingin berseteru. Diam-diam, Raga ingin fokus membantu bisnis Ramahadi. Berusaha untuk melindungi papanya agar Ayuda tidak dengan mudah menjatuhkan.Ayuda tersenyum miring setelah semua orang dari keluarga Jiwa pergi, dia hendak memutar tumit menuju kamarnya saat Aldi sudah berdiri di belakangnya dan membuat gadis itu kaget.“Aldi, bisa tidak kamu itu memberi kode jika ada di dekatku? Berpura-pura batuk atau hembuskan napasmu,” sewot Ayuda. Seperti biasa, Aldi hanya mengucapkan kata maaf lalu menyampaikan maksudnya.“Nona apa malam ini Anda akan langsung pindah ke kediaman Tuan Ramahadi?” tanya Aldi dengan penuh sopan santun.“Jangan panggil dia tuan! aku tidak mau kamu memanggilnya seperti itu, panggil saja dia RH, itu jauh lebih baik,” kata Ayuda. Ia menunggu sang asisten sekaligus pengawalnya itu mengangguk sebelum berucap lagi,” Tentu saja malam ini aku akan datang ke sana, kamu tahu
Ayuda melangkah masuk setelah bisa melewati para penjaga, dia bahkan membuat pembantu terkejut karena penampilannya yang sangat seksi. Pembantu itu bahkan tergagap-gagap mempersilahkannya masuk ke dalam. Ayuda yakin semua orang di istana Ramahadi pasti sudah diberitahu soal dirinya, jadi dia bersikap santai dan tak ambil pusing dengan keterkejutan di wajah mereka. Lagi, Ayuda tersenyum miring saat memasuki ruang makan di rumah sang mertua. Semua orang sedang duduk tenang, tapi tiba-tiba saja dia datang dan membuat mereka terperanga. Raga bahkan sampai tersedak nasi rendang yang baru saja masuk ke dalam mulut, sedangkan Jiwa melotot dan tak sadar melepas sendok dari tangan. “Kamu! kenapa datang ke sini?” hardik Linda, wanita ini nampaknya lupa bahwa Ayuda sudah menjadi menantunya sekarang. “Kenapa? Mama, aku sekarang ‘kan sudah menjadi menantu Mama,” jawab Ayuda dengan santai, dia bahkan menunjuk kursi sambil menoleh pembantu. Si pembantu yang paham dengan permintaan Ayuda pun men
Ayuda tersenyum miring, tentu saja Jiwa tidak akan mungkin berani melakukannya lagi. Apa yang terjadi kepada mereka dulu hanyalah sebuah kesalahan, bahkan menatap wajahnya saja Jiwa sepertinya tak sudi, apa lagi menyentuh dan melakukan hal yang disebut orang sebagai surga duniawai.“Jangan harap kamu bisa membuatku berpaling dari Wangi! Kamu tak lebih dari boneka pajangan di rumah ini.”Ucapan Jiwa benar-benar ketus, tapi inilah yang diinginkan oleh Ayuda, membuat pria itu semakin benci dan tidak nyaman. Jiwa melangkah pergi, dan Ayuda hanya bisa memandang punggung suaminya itu sampai menghilang dari depan pintu.“Lihat saja siapa yang akan bertekuk lutut nanti,” gumam Ayuda. Ia pun keluar dari kamar tamu itu untuk mencari pembantu rumah, dia ingin meminta bantuan membawa barangnya dan merapikan kamar agar terlihat lebih manusiawi. Dia bukan tamu, dia adalah menantu di rumah Ramahadi.Sepi, sepertinya pembantu sudah sibuk di kamar mereka masing-masing saat Ayuda turun dan menuju bagia
“Semalam, apa tidurmu nyeyak? Apa wanita itu mengganggumu?”Wangi baru pulang pukul lima pagi tadi, dia memeluk pinggang Jiwa yang sedang sibuk bersiap berangkat kerja. Pria itu menggeleng, entah kenapa hatinya mulai cemburu dengan pekerjaan sang istri. Dan bukan tanpa alasan wanita itu menggelayutinya manja, Wangi ingin meminta izin untuk pergi shuting ke luar kota.“Sayang, malam ini aku harus berangkat ke Jogja untuk pengambilan gambar sebuah iklan,” ucap Wangi ragu-ragu. Ia menggigit bibir saat mendapati respon Jiwa. Pundak pria itu turun, menunjukkan rasa kecewa.“Wangi, sepertinya kita sudah sama-sama tahu. Raga kembali, dan papa memintanya menjadi direktur di perusahaan. Posisi Raga saat ini sudah sejajar denganku, aku merasa tak lama lagi Papa pasti akan memaksanya untuk menikah, kamu tahu ‘kan apa yang aku takutkan?” tanya Jiwa sedikit menahan gejolak yang merajai hati.Wangi memilih mengalah kali ini, hingga dia menjanjikan sesuatu ke Jiwa. “Tiga bulan lagi ada gelaran award
Dira yang sedang dipikirkan oleh Ayuda nampak sedang menikmati hidup barunya. Gadis itu berdiri di depan kaca dan sibuk memakai kerudung. Ia kini bekerja di bagian keuangan toko batik milik Pak Asman. Bersama beberapa pekerja yang lain, Dira memakai rumah di belakang toko yang memang sengaja dibentuk seperti kos-kosan. Gadis itu merasa hidupnya lebih tenang, meski terkadang masih mencemaskan bagaimana nasib Randy. “Dia pasti baik-baik saja, untuk apa aku memikirkan anak nakal itu,” gumam Dira. Sebagai satu-satunya perempuan di rumah Bowo, dia memang dijadian tumpuan. Baik tenaga maupun isi dompetnya selalu diperas. Bahkan tak jarang Randy meminta sesuatu dengan cara memaksa, akibatnya Dira kadang capek hati meladeni adiknya. “Dira! Sini cepat!” Teriakan Yati - salah satu pekerja Pak Asman membuat Dira buru-buru keluar. Wanita itu terlihat bersama dua pekerja lainnya, mereka memasang muka bingung dan berbicara dengan logat Jawa yang kental. “Ada apa mbak Yati? Kayaknya ada yang pen
Bowo yang datang setelah putranya berangkat sekolah nampak menatap heran Ayuda. Ia tak percaya bahwa gadis itu adalah Arra, berbeda dengan Randy yang sama sekali tidak curiga, Bowo menatap Ayuda dengan mata menyipit. Saat hendak pergi tadi, Randy berkata bahwa papanya sebentar lagi pasti pulang. Bowo selalu menghabiskan malam di tongkrongan sambil minum dan berjudi. Randy pergi begitu saja tanpa mengunci pintu, pemuda itu menganggap Ayuda adalah Arra hingga tak perlu khawatir. Lagi pula tidak dikunci pun tidak akan ada pencuri yang mau masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu sama sekali tidak ada barang berharga.Bowo masih menatap Ayuda, pria itu berjalan mendekat sehingga Aldi langsung pasang badan. Bodyguard tampan itu maju beberapa langkah untuk membatasi Bowo dan sang nona.Ayuda tersenyum miring, dia membuat nyali Bowo ciut. Pikiran pria itu seketika tertuju pada Jiwa dan Wangi yang mengajaknya bertemu saat Arra melarikan diri. Pria itu masih belum tahu bahwa gadis di depannya ini