“Semalam, apa tidurmu nyeyak? Apa wanita itu mengganggumu?”Wangi baru pulang pukul lima pagi tadi, dia memeluk pinggang Jiwa yang sedang sibuk bersiap berangkat kerja. Pria itu menggeleng, entah kenapa hatinya mulai cemburu dengan pekerjaan sang istri. Dan bukan tanpa alasan wanita itu menggelayutinya manja, Wangi ingin meminta izin untuk pergi shuting ke luar kota.“Sayang, malam ini aku harus berangkat ke Jogja untuk pengambilan gambar sebuah iklan,” ucap Wangi ragu-ragu. Ia menggigit bibir saat mendapati respon Jiwa. Pundak pria itu turun, menunjukkan rasa kecewa.“Wangi, sepertinya kita sudah sama-sama tahu. Raga kembali, dan papa memintanya menjadi direktur di perusahaan. Posisi Raga saat ini sudah sejajar denganku, aku merasa tak lama lagi Papa pasti akan memaksanya untuk menikah, kamu tahu ‘kan apa yang aku takutkan?” tanya Jiwa sedikit menahan gejolak yang merajai hati.Wangi memilih mengalah kali ini, hingga dia menjanjikan sesuatu ke Jiwa. “Tiga bulan lagi ada gelaran award
Dira yang sedang dipikirkan oleh Ayuda nampak sedang menikmati hidup barunya. Gadis itu berdiri di depan kaca dan sibuk memakai kerudung. Ia kini bekerja di bagian keuangan toko batik milik Pak Asman. Bersama beberapa pekerja yang lain, Dira memakai rumah di belakang toko yang memang sengaja dibentuk seperti kos-kosan. Gadis itu merasa hidupnya lebih tenang, meski terkadang masih mencemaskan bagaimana nasib Randy. “Dia pasti baik-baik saja, untuk apa aku memikirkan anak nakal itu,” gumam Dira. Sebagai satu-satunya perempuan di rumah Bowo, dia memang dijadian tumpuan. Baik tenaga maupun isi dompetnya selalu diperas. Bahkan tak jarang Randy meminta sesuatu dengan cara memaksa, akibatnya Dira kadang capek hati meladeni adiknya. “Dira! Sini cepat!” Teriakan Yati - salah satu pekerja Pak Asman membuat Dira buru-buru keluar. Wanita itu terlihat bersama dua pekerja lainnya, mereka memasang muka bingung dan berbicara dengan logat Jawa yang kental. “Ada apa mbak Yati? Kayaknya ada yang pen
Bowo yang datang setelah putranya berangkat sekolah nampak menatap heran Ayuda. Ia tak percaya bahwa gadis itu adalah Arra, berbeda dengan Randy yang sama sekali tidak curiga, Bowo menatap Ayuda dengan mata menyipit. Saat hendak pergi tadi, Randy berkata bahwa papanya sebentar lagi pasti pulang. Bowo selalu menghabiskan malam di tongkrongan sambil minum dan berjudi. Randy pergi begitu saja tanpa mengunci pintu, pemuda itu menganggap Ayuda adalah Arra hingga tak perlu khawatir. Lagi pula tidak dikunci pun tidak akan ada pencuri yang mau masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu sama sekali tidak ada barang berharga.Bowo masih menatap Ayuda, pria itu berjalan mendekat sehingga Aldi langsung pasang badan. Bodyguard tampan itu maju beberapa langkah untuk membatasi Bowo dan sang nona.Ayuda tersenyum miring, dia membuat nyali Bowo ciut. Pikiran pria itu seketika tertuju pada Jiwa dan Wangi yang mengajaknya bertemu saat Arra melarikan diri. Pria itu masih belum tahu bahwa gadis di depannya ini
“Hei … jangan begitu! Aku ‘kan Papamu,” kata Bowo. Ia menelan saliva, dan mulai curiga mungkinkah seseorang akan berubah secepat ini? baginya sang putri tiri sangat berbeda, seperti bukan Arra.“Syukurlah kamu sehat, beberapa saat yang lalu Tuan Jiwa dan istrinya mencarimu. Kenapa kamu harus kabur kalau bisa hidup enak?” Bowo mencoba mengalihkan perbincangan. Matanya terus fokus ke tangan Aldi, takut pria itu mengeluarkan sebuah senjata api.“Berapa uang yang Papa terima?”Ayuda berhasil membuat Aldi kaget, pria itu menundukkan pandangan untuk menatap ekspresi wajah sang nona. Ia tidak salah dengar ‘kan? Ayuda baru saja memanggil Bowo dengan sebutan ‘papa’.“I … tu.” Bowo tak bisa langsung menjawab, uang ratusan juta yang diberikan oleh Jiwa sudah habis dia pakai untuk membayar hutang dan berjudi. “Banyak, bisa buat beli mobil,” jawab pria itu pada akhirnya.Ayuda pun menyeringai, dia mencondongkan badan ke arah Bowo dan bertanya,”Apa Papa mau uang?”“A-apa? uang? Kamu menawariku uang
Sudah cukup lama Aldi menghentikan mobil di depan gerbang rumah Ramahadi, ini karena permintaan Ayuda sendiri yang tidak ingin diantar sampai masuk ke dalam. Pria itu enggan membangunkan sang atasan, terlihat Ayuda sekarang sedang tidur dengan kepala meneleng ke kiri. Aldi memilih untuk bersandar pada kursi sambil bermain ponsel, hingga beberapa menit kemudian Ayuda bangun dalam kondisi kaget. “Sudah sampai?” tanyanya yang membuat Aldi bergegas mengunci layar benda pipih ditangannya. “Baru saja.” Aldi menoleh ke Ayuda, dia mendapati gadis itu memandang keluar jendela lalu mengedip. “Terima kasih hari ini Al, sampai bertemu besok,” ucap Ayuda dengan suara lengket. Ayuda keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju gerbang rumah. Terdengar suara mobil masuk saat dia baru beberapa langkah menapaki halaman, Ayuda tak peduli dengan siapa yang datang, karena sudah tahu itu pasti salah satu anggota keluarga Ramahadi yang dia benci. Benar saja, Jiwa keluar dari dalam mobil. Pria itu bahkan
“Jangan mimpi!” ketus Jiwa. “Pergi dari kamar ini sebelum aku selesai mandi, jika kamu masih ada di sini, aku akan menyeretmu keluar,” ancamnya.Ayuda hanya tersenyum tanpa menjawab perkataan Jiwa. Alih-alih melakukan apa yang pria itu perintahkan, Ayuda malah duduk di tepian ranjang sambil menyisir sekeliling. Satu sudut bibirnya tertarik melihat foto pernikahan wangi dan Jiwa.“Wangi apa? namanya tidak sesuai dengan kelakuannya,” cibir Ayuda.Kening Ayuda mengernyit saat mendapati walk in closet yang ada di kamar itu. Tanpa permisi gadis itu masuk dan melihat-lihat. Matanya terfokus pada deretan lingerie milik Wangi yang tergantung rapi di lemari kaca. Seketika ide gila muncul di benak Ayuda, dia mengambil salah satu lingerie berwarna merah menyala dengan bahan satin dan langsung mengganti setelan kerjanya dengan baju tipis itu.Ayuda mematut dirinya di depan cermin lalu bergumam di dalam hati,”lihat saja kamu akan menyeretku keluar atau tidak!”__Beberapa menit kemudian, Jiwa kel
Tatapan mata dan ucapan Ayuda membuat jiwa membeku. Beruntung dia tersadar dan langsung menjauhkan badan. Pria itu memunggungi ranjang hingga tak menyadari Ayuda mengembuskan napas lega.“Pergi dari kamar ini sebelum aku benar-benar menyeretmu!” ancam Jiwa.“Kamu tidak mungkin berani menyeretku, banyak CCTV di rumah ini. Aku yakin kamu mulai menyadari kalau aku adalah musuh yang sepadan denganmu,” kata Ayuda. Ia menegakkan badan masih menatap punggung Jiwa.“Apa kamu memegang proyek tender pembangunan rumah subsidi dari kementerian? Jika iya bersiaplah menghadapiku, aku akan memenangkan proyek itu,” ucap Ayuda dengan penuh percaya diri.Jiwa pun menoleh, membahas soal pekerjaan sepertinya membuat pria itu tertarik. Ia tersenyum mencibir, karena tahu kalau wanita itu pasti belum berpengalaman dengan pekerjaan semacam ini.“Kamu masih anak kemarin sore, aku tidak takut dengan tantanganmu.”Jiwa menarik salah satu sudut bibirnya setelah berucap, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Mel
“Kenapa bisa begitu? Apa kamu tidak mau lapor ke polisi?”Pak Asman baru saja mendengarkan cerita Dira. Gadis itu datang ke rumahnya malam-malam untuk meminta izin besok pagi tidak bekerja, dan kalau boleh Dira ingin bersembunyi di rumah Pak Asman.“Bagaimana aku melapor Pak, mereka orang kaya, artis, pengusaha. Yang ada aku yang akan masuk ke penjara Pak,” kata Dira. Ia menunduk dengan mata merambang. Di dunia ini keadilan memang selalu tak berpihak pada kaum lemah.“Ya sudah, kamu bisa di sini selama shuting itu berlangsung, tapi Bapak masih nggak percaya lho, artis yang namanya Wangi itu jahat sekali.”Pak Asman geleng-geleng, dia juga memiliki putri seorang artis dan penyanyi, ngeri juga memikirkan bahwa kepopuleran bisa digunakan untuk menindas orang sesuka hati.“Sudah! sudah, jangan takut, besok Bapak akan bilang ke karyawan yang lain kalau Bapak minta kamu ke kota buat cek harga kain,”imbuh pria paruh baya itu.Dira mengangguk, kata terima kasih terus dia ucapkan ke Asman. Set