Tatapan mata dan ucapan Ayuda membuat jiwa membeku. Beruntung dia tersadar dan langsung menjauhkan badan. Pria itu memunggungi ranjang hingga tak menyadari Ayuda mengembuskan napas lega.“Pergi dari kamar ini sebelum aku benar-benar menyeretmu!” ancam Jiwa.“Kamu tidak mungkin berani menyeretku, banyak CCTV di rumah ini. Aku yakin kamu mulai menyadari kalau aku adalah musuh yang sepadan denganmu,” kata Ayuda. Ia menegakkan badan masih menatap punggung Jiwa.“Apa kamu memegang proyek tender pembangunan rumah subsidi dari kementerian? Jika iya bersiaplah menghadapiku, aku akan memenangkan proyek itu,” ucap Ayuda dengan penuh percaya diri.Jiwa pun menoleh, membahas soal pekerjaan sepertinya membuat pria itu tertarik. Ia tersenyum mencibir, karena tahu kalau wanita itu pasti belum berpengalaman dengan pekerjaan semacam ini.“Kamu masih anak kemarin sore, aku tidak takut dengan tantanganmu.”Jiwa menarik salah satu sudut bibirnya setelah berucap, seolah ada sesuatu yang disembunyikan. Mel
“Kenapa bisa begitu? Apa kamu tidak mau lapor ke polisi?”Pak Asman baru saja mendengarkan cerita Dira. Gadis itu datang ke rumahnya malam-malam untuk meminta izin besok pagi tidak bekerja, dan kalau boleh Dira ingin bersembunyi di rumah Pak Asman.“Bagaimana aku melapor Pak, mereka orang kaya, artis, pengusaha. Yang ada aku yang akan masuk ke penjara Pak,” kata Dira. Ia menunduk dengan mata merambang. Di dunia ini keadilan memang selalu tak berpihak pada kaum lemah.“Ya sudah, kamu bisa di sini selama shuting itu berlangsung, tapi Bapak masih nggak percaya lho, artis yang namanya Wangi itu jahat sekali.”Pak Asman geleng-geleng, dia juga memiliki putri seorang artis dan penyanyi, ngeri juga memikirkan bahwa kepopuleran bisa digunakan untuk menindas orang sesuka hati.“Sudah! sudah, jangan takut, besok Bapak akan bilang ke karyawan yang lain kalau Bapak minta kamu ke kota buat cek harga kain,”imbuh pria paruh baya itu.Dira mengangguk, kata terima kasih terus dia ucapkan ke Asman. Set
Dira berada di rumah Pak Asman. Ia memilih untuk membantu pria itu membersihkan rumah dan bahkan mencuci baju. Ini Dira lakukan karena tidak ada hal lain yang bisa dia kerjakan. Meski jarak rumah Pak Asman dan toko batiknya bisa dibilang cukup lumayan jauh, tapi seperti kijang yang diburu singa Dira tetap was-was.“Aku harus mengumpulkan banyak uang, aku tidak bisa kembali sebelum uangku banyak, agar bisa menyewa pengacara jika Pak Jiwa dan Bu Wangi menuntut,” gumam Dira, setelahnya dia berkata lagi, “Aku doakan semoga Pak Jiwa segera memiliki anak.” Tujuan Dira jelas, tentu saja agar dia tidak dipaksa mengandung anak pria itu lagi.Dira mengibaskan kaus Pak Asman yang baru saja dicuci, menggantungnya dan buru-buru masuk ke dalam rumah lagi. Dira takut jika ada yang mengenali, padahal Pak Asman sudah berkata dia pergi.Sementara itu, semua kru yang datang untuk pengambilan gambar sudah nampak mempersiapkan diri. Wangi duduk di kursi yang sudah disediakan, di mana sang asisten yang ter
Permintaan bernada tantangan dari Raga membuat Jiwa tertawa. Ia mendekat lalu berbisik di telinga sang adik.“Kamu tidak akan pernah bisa memiliki, apa yang sudah sejak awal menjadi milikku.”Jiwa menyeringai, setelah itu meninggalkan Raga masuk ke dalam ruangan Ramahadi. Sedangkan Raga hanya bisa tergelak ironi. Ia sudah menebak jawaban dari Jiwa, tapi tetap saja hatinya mencelos mendengar kalimat sombong kakaknya.“Awas dia! Dia pikir menyombong ke siapa,” gerutu Raga.__Malam ini, tepat dua hari Wangi pergi. Ayuda menatap lingerie wanita itu yang kemarin dipakainya, dia berniat mengembalikannya ke tangan Wangi sendiri. Jelas tujuan Ayuda hanya satu, dia ingin memantik api kesalahpahaman di antara Wangi dan Jiwa.Maka, Ayuda sengaja tidak tidur sebelum Wangi pulang. Ia memilih menuju mini bar yang ada di rumah Ramahadi, dia duduk setelah mengambil satu kaleng bir dari dalam lemari pendingin.“Nona, apa Anda butuh sesuatu?”Ayuda menoleh mendengar suara pelayan yang membantunya mer
“Sudah! hentikan, keluar kamu dari sini!” bentak Jiwa ke Ayuda.Namun, Ayuda tetap tak mau bergerak, hingga pria itu menarik tangannya dan menyeretnya pergi. Sedangkan Wangi, hati wanita itu panas melihat apa yang baru saja diperbuat oleh sang madu.Jiwa membuka pintu kamar Ayuda cepat, dia masuk ke dalam dan hendak memperingatkan istri keduanya itu, tapi Ayuda lebih banyak akal darinya. Secepat kilat gadis itu mengunci pintu lalu mencabutnya. Ia berlari ke arah jendela dan melempar kunci itu dari sana.“Apa yang kamu lakukan?” pekik Jiwa melihat kelakuan Ayuda yang sama sekali tak terduga.“Mengunci diri di kamar berdua denganmu. Membuat Wangi semakin resah di luar sana,” jawab Ayuda dengan santainya.“Kamu benar-benar wanita gila!” Jiwa berucap sambil mendekat ke arah pintu. Ia mencoba menggoyangkan gagang pintu dengan kencang dan menggedor.“Gedor saja sampai ada yang lewat, salah sendiri memberiku kamar di paling ujung.” Ayuda mengedikkan bahu, dia duduk di tepian ranjang sambil l
Wangi bergegas keluar kamar, dia ingin melabrak Ayuda. Selain kesal karena masalah semalam, dia juga ingin mencegah madunya itu mengadakan pesta di rumah sang mertua.Karena kunci kamar Ayuda masih menempel di luar, Wangi pun dengan mudah masuk ke dalam, dia membuat Ayuda yang sedang berdiri di depan cermin kaget dan menoleh.“Tidak tahu sopan santun, kenapa tidak mengetuk pintu? Mengagetkan saja,” kata Ayuda.“Lebih tidak tahu sopan santun siapa? aku atau wanita jalang yang memakai baju wanita lain tanpa izin.”“Jalang yang kamu sebut itu siapa? aku tidak menggoda Jiwa, dia ‘kan juga suamiku.” Ayuda mendekat ke Wangi, melipat tangan ke depan dada lalu tersenyum meremehkan. “Dia itu juga milikku, jangan serakah ingin memilikinya sendiri. Aku berniat mengandung anaknya sesegera mungkin.”Wangi terbungkam, hal yang tidak akan pernah dia menangkan dari Ayuda adalah jika sudah membahas perihal anak. Ia memang belum bisa mengandung saat ini, tidak mau.“Aku tidak ingin membahas hal itu, ad
Hari yang ditunggu Ayuda tiba, dia benar-benar akan berpesta malam itu di rumah sang mertua. Bahkan Linda tak berkutik sama sekali. Ia takut Ayuda akan membongkar perihal kebiasaannya bermain judi.Wangi tak bisa tenang, dia bahkan memilih untuk mengosongkan jawdal kerjanya di pagi hari itu untuk memantau apa yang dilakukan oleh Ayuda. Seperti tak sabaran, wanita itu memburu sang mertua, meminta Linda melakukan sesuatu agar madunya gagal melakukan pesta di rumah.“Ma, kenapa Mama diam saja, dia secara tidak langsung menginjak harga diri keluarga kita,” ujar Wangi. Ia mencoba mempengaruhi Linda yang sedang sibuk membaca majalah di teras balkon lantai dua rumah.“Mama harus bagaimana? Papa mertuamu saja mengizinkan,” jawab Linda tanpa menoleh ke Wangi. “Lagi pula, semua ini salahmu, kenapa kamu tidak mau hamil, dasar! Kamu itu harusnya tidak egois, mementingkan karir. Kamu pikir Mama tidak tahu apa? untung ya Jiwa sangat mencintaimu, apa kamu tidak takut dia nanti jatuh cinta ke Ayuda?”
Aldi memang layak dipuji, pekerjaannya membuat Ayuda tak henti berdecak kagum. Wanita itu berdiri di halaman samping dengan gaun silver belahan tinggi sebatas paha. Ayuda memandangi venue pestanya, di mana beberapa lilin nampak mengapung di tengah kolam renang. Ia juga melihat pelayan catering sudah mulai bersiap melayani tamu-tamu bayarannya, bibir Ayuda tersenyum tipis kala Aldi mengirimkan biodata para tamu bayaran itu via aplikasi berbalas pesan.Tak berselang lama beberapa tamu mulai berdatangan. Mereka jelas sudah diberi arahan oleh Aldi, tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hingga Raga yang ikut berpesta pun terkecoh, menganggap orang-orang itu memang teman Ayuda.Raga tersenyum dengan gelas kristal di tangan. Cairan berwarna merah keunguan yang ada di dalamnya itu, baru dia tenggak setengah. Mata Raga terus mengekori Ayuda, wanita tercantik dan teranggun di pesta itu.Sementara di salah satu sudut rumah sedang diadakan acara, Ramahadi dan Linda memilih berdia