Seolah sengaja mempersiapkan diri untuk menghabisi Linda. Pagi itu Ayuda menggunakan setelan berwarna merah. Ia tiba terakhir di ruang makan lalu duduk tanpa menyapa Raga seperti biasa. Ayuda bersikap masa bodoh, dia berpikir bahwa waktunya terlalu berarti hanya untuk memikirkan Raga yang merajuk seperti anak kecil. Meskipun sebenarnya ada alasan lain, dia memang tidak bisa memberikan hatinya ke Raga. Ayuda harus fokus ke tujuannya untuk segera membuat keluarga Ramahadi berantakan. Karena memikirkan proses bayi tabung, dia sampai mengesampingkan Linda yang berniat membuatnya celaka. "Aku ingin bicara ke Mama," kata Ayuda tanpa memberi kalimat pengantar atau sekadar basa-basi. Linda yang tak menyangka Ayuda akan buka suara terlihat kaget, dia mengambil air minum dulu setelah itu membalas ucapan sang menantu. "Apa yang mau dibicarakan? kamu bisa bicara nanti, haruskah merusak suasana sarapan keluarga?" "Aku tidak berniat merusak sarapan kalian pagi ini, tapi aku butuh saksi, karen
"Haruskah aku melaporkan ini ke polisi?"Ayuda menyeringai, dia puas membuat Linda mati kutu di depan anak dan suaminya.Ramahadi yang sudah kehilangan selera makan memilih untuk meninggalkan meja, dia bahkan berucap ke Ayuda untuk melakukan apapun yang dia inginkan. "Kalau kamu memang ingin melaporkan dia ke polisi, laporkan saja!""Papa!" Linda kalang kabut, dia menyusul suaminya ke luar untuk meminta maaf. Ayuda yang merasa belum puas dengan pembalasannya ke Linda, tak lama juga pergi dari ruang makan. Ia berjalan disusul Aldi yang selalu menjadi orang pertama yang bisa diandalkan. Ayuda kembali menarik sudut bibir melihat Linda sampai harus mengejar mobil Ramahadi yang hampir melewati gerbang. Linda terlihat sangat kacau, wanita itu berjalan cepat seolah ingin menerkam Ayuda, tapi Aldi dengan sigap meminta sang nona masuk ke dalam mobil. Linda semakin kesal, dia bahkan memukul bagian depan mobil yang dikendarai Aldi sambil memaki. "Awas kamu! Dasar Wanita jalang!"Bersamaan
Malam itu, suara kendaraan roda empat yang dinaiki Raga menggema memenuhi jalanan sepi di sekitar kawasan kota. Sudah hampir jam sebelas malam membuat jalanan itu hanya dilalui beberapa kendaraan yang melintas. Raga ingin mabuk malam itu, dia ingin melupakan rasa sakit yang disebabkan oleh Ayuda. Setibanya di kelap, seperti biasa, Raga menunjukkan kartu identitas diri agar bisa memasuki kawasan yang sangat terlarang untuk anak-anak dibawah umur itu. Setelah masuk, Raga mencari tempat duduk strategis yang berada di sudut ruangan yang bisa melihat sekitar dengan leluasa. Selangkah demi selangkah kakinya menuju ke sudut ruangan, beberapa wanita sudah siap untuk menggodanya, dengan santai tangan kanan Raga memegang pantat ataupun wajah wanita yang menggodanya dengan senyuman manis yang ditampakkan. Sambil mengatakan jika dia ingin sendirian dulu. Raga menenggak minuman dari gelasnya beberapa kali, Selang beberapa menit dia memanggil dua wanita yang biasa disewa untuk duduk menemani d
Raga masih saja larut dalam kesedihannya. Wanita yang duduk di sebelah kanan pria itu sampai menggelengkan kepala, ia merasa heran dengan para orang kaya yang rela menghabiskan uang untuk membeli minuman keras demi menghilangkan masalah. Padahal masalah tidak akan lari begitu saja tapi harus dihadapi. "Enak ya menjadi konglomerat, kalau lagi ada masalah tinggal lari ke kelap lalu mabuk-mabukan,"kata wanita yang duduk di sebelah kanan Raga itu. "Jangan ngomong sembarangan! Nanti kalau dia tiba-tiba datang dari toilet dan mendengar ucapanmu bisa jadi masalah."Wanita yang membicarakan Raga itu pun seketika mengatupkan bibir karena mendapat teguran dari temannya. Dia baru pertama kali bekerja menemani pria jadi belum begitu tahu apa yang harus dilakukan. Sementara itu di meja lain yang tidak jauh meja Raga, ada sekelompok gadis yang sedang melakukan permainan yang sepertinya menarik. Dari cara mereka tertawa, mereka terlihat senang dengan permainan yang sedang mereka jalankan. Kebetul
“Karena Papa, Linda hampir meracuniku dengan obat pencahar, apa Papa pikir begitu cara membantu dan melindungiku?”Nampak jelas bahwa Ayuda tengah dilingkupi amarah yang besar. Ingin rasanya dia melampiaskan dengan menampar atau mencakar. Ia tahu Affandi sangat menyayanginya, tapi jika harus ikut andil dan melakukan intervensi terhadap keputusannya, jelas Ayuda tidak terima.Malam itu, Ayuda memutuskan menyampaikan perihal kehamilannya ke Affandi, dari pada dipendam dan malah akan menjadi bom waktu.Tentu saja Affandi terkejut dengan fakta yang Ayuda sampaikan, tangan pria paruh baya itu bahkan terlihat mengepal di atas sofa yang dia duduki.“Aku tahu Papa meminta om Hari untuk memata-mataiku dan Aldi. Berhenti atau aku akan membenci Papa selamanya.”“Apa kamu bahagia melakukan ini? atau jangan-jangan kamu sekarang malah menyukai pria yang memperkosamu itu.”Hari dan Aldi saling pandang. Mereka kaget karena Affandi bisa dengan enteng mengatakan hal itu. Keduanya memilih untuk berpura-
Pagi itu saat membuka mata, Raga kaget melihat pakaiannya sudah berceceran di lantai. Menangkup sisi kepala, dia ingat semalam mengajak gadis yang tiba-tiba datang ke mejanya dan berakhir menggoyang ranjang di kamar ini.Berselimut tebal menutupi separuh tubuhnya, Raga membuka selimut itu untuk memastikan dirinya tidak telanjang. Namun, angannya hanya sekedar angan. Ia benar-benar tidak mengenakan sehelai kain pun. Raga berjalan ke kamar mandi menggunakan selimut sebagai pengganti pakaian, dia memunguti bajunya yang tercecer di lantai, kemudian membersihkan diri dan berkemas untuk segera pulang.Raga beberapa kali memukul kemudi mobil saat perjalanan Ia mencoba mengingat wajah gadis itu dan mengingat apa yang telah mereka lakukan semalam. Padahal dia sudah berjanji untuk tidak melakukan perbuatan seperti itu lagi. Raga merasa semakin tidak pantas untuk Ayuda dan kalah dari Jiwa.__ Ayuda pulang ke rumah setelah semalam menginap di rumah Affandi. Ia sempat mampir sarapan bersama Aldi
Begitu lama Ayuda berada di dalam dekapan Jiwa. Ia memang sudah merencanakan ini sejak semalam saat berada di rumah Affandi. Bahkan Ayuda menyampaikan niatannya ini ke Aldi. Ia ingin membuat Jiwa takluk di bawah kakinya dengan cara berpura-pura membuka hatinya untuk pria itu.Jiwa perlahan melepaskan pelukan, dia usap pipi Ayuda dan memintanya untuk tidak bersedih lagi. Meski ini adalah bagian dari rencana, tapi Ayuda tidak ingin dengan mudah membuat Jiwa merasa diterima saat itu juga. Terlalu mencolok, tidak baik untuk tujuan besarnya membuat pria itu terjerat sampai tak bisa lepas. "Jangan pedulikan aku!""Aku tidak bisa, Ayuda!" Jiwa membalas dengan penuh kelembutan. "Aku tidak akan percaya sampai benar-benar melihat ketulusanmu."Ayuda pun menjauh. Ia bergegas memutar tumit dan berlari menuju kamarnya dengan seringai di bibir. _Raga yang baru saja sampai ke rumah, berpapasan dengan Aldi yang menunggu Ayuda di teras. Sadar akan posisinya, Aldi menunduk menyapa dengan hormat. Na
Linda tak bisa membalas ucapan Jiwa. Ia menyadari pola asuh yang diterapkannya dan Ramahadi ke dua putranya memang jauh berbeda. Saat Raga lahir, Linda sudah melihat dampak didikan Ramahadi ke Jiwa, sehingga dia tidak mau mengulanginya ke Raga. Namun, tak Linda sangka pola asuh itu membentuk karakter dan kepribadian putra-putranya hingga dewasa. Jiwa ambisius, bermental tak ingin kalah, tapi memiliki rasa tanggungjawab tinggi, meski terkadang bersikap dingin ke orang lain. Sedangkan Raga lebih santai, penuh kebebasan dan tak memikirkan apa yang akan terjadi esok hari. Jika dilihat secara kasat mata Raga lebih bahagia dari Jiwa, akan tetapi nyatanya dua pria itu sama-sama memiliki luka sendiri. "Kenapa Mama tidak susul putra kesayangan Mama itu dan tanya semalam bermalam di mana," sindir Jiwa. "Jangan sampai dia berakhir sama sepertiku, memperkosa anak orang.""Jiwa!"Mendengar bentakan Linda, Jiwa malah tersenyum tipis, dia kembali berucap karena belum merasa puas dengan apa yang d