Setelah melakukan pengintaian di rumah Mr. Han semalaman, Andreas dan Romi akhirnya mendapat kesempatan untuk menyekap pria itu. Penyekapan dilakukan di rumahnya Mr. Han sendiri. Disana Mr. Han sudah terikat di kursi, di ruang kerjanya. Badannya sudah terasa remuk karena dihajar oleh Romi dan Andreas. Wajahnya juga sudah penuh lebam, bahkan ujung bibirnya juga sudah robek dan terdapat bercak berdarah yang sudah mengering.Glek. Adipati muncul bersama Sarah dan Layla. Pemandangan itu sontak membuat Mr. Han melotot tidak percaya. Setahunya Layla sudah mati bersama Arthajaya seperti yang Roger dan keluarganya katakan. "A-anda Layla 'kan?"Layla tersenyum miring. Dan melangkah lebih dekat dengan pria itu. "Hai, Han. Apa kabar? Ya, aku Layla. Aku senang kamu masih mengingatku.""Tapi, bukankah Anda sudah mati?""Apa itu yang mereka katakan?"Han meneguk salivanya. Teringat saat itu, setelah dua hari kematian Artha, Roger yang merupakan adik tiri Artha datang bersama keluarganya. Merek
"Mengapa saya harus pergi, Tuan?" "Kau tahu alasannya. Tapi jika kau tidak takut hal buruk terjadi padamu dan keluargamu, silahkan saja tetap disini."Handoko bergeming. Dia tahu resiko untuk membantu Layla dan sarah amatlah berat. Namun untuk pergi dari kota ini, negara ini terutama, dia perlu pertimbangan matang. Handoko berencana untuk membicarakan hal ini lebih dulu pada istri dan anaknya. Sehingga dia tidak gegabah mengambil keputusan sendiri."Saya harus berunding dulu dengan keluarga saya.""Itu tidak masalah. Aku akan mengirim uang untuk kompensasi kalian," ujar Adipati yang lalu memanggil Romi mendekat. "Rom, urus kompensasi untuknya.""Baik, Tuan." Romi lalu membawa Handoko sedikit melipir dari mereka untuk berbicara sebentar.Sementara itu Adipati dan lainnya keluar rumah. Andreas tidak bersama mereka. Dia masih menunggu Romi. Andreas sangat berhati-hati dalam bergerak. Andreas tidak ingin jika anak buah Roger lainnya menangkap keberadaannya bersama orang lain di rumah M
"Apa kamu sudah siap, Sayang?" tanya Adipati sambil menghampiri Sarah yang berdiri di depan cermin."Apa ini cocok untukku, Paman?" Sarah mencoba merapikan blouse yang dikenakannya. "Kamu sangat menawan." Dari belakang Adipati benar-benar mengagumi sang istri. Sungguh luar biasa, satu stel baju bermerek ch***l itu sangat cocok melekat di tubuhnya. Adipati mengambil sebuah tas selempang hitam dari merek yang sama untuk melengkapi penampilan sang istri. "Plak plak plak."Adipati bertepuk tangan atas penampilan Sarah yang memukau dirinya. Sarah menoleh ke belakang menatap Adipati, memastikan itu buka tepuk tangan ledekan.Aura mahal seorang pewaris konglomerat memang sudah ada padanya. Meskipun dulu Sarah selalu memakai baju lusuh, kecantikan dan pembawaan dirinya sangat berbeda dengan gadis desa lainnya."Apa kamu sudah siap?"Sarah mengangguk, "Sudah, Paman."Adipati memberikan tangannya, untuk menggandeng Sarah keluar dari walk in closet kamarnya. "Mbak Susi, saya mau keluar. Na
"Dharmawangsa? Berarti Anda putra dari Tuan Dharmawangsa?" tanya seorang yang hadir disana. "Benar, aku adalah putra tunggalnya. Dan suami dari Sarah, putri tunggal CEO kalian."Linda tidak bisa berkata apa-apa disana. Dia langsung meraih tasnya dan meninggalkan meja rapat begitu saja. Sementara Roger, dia masih ada disana. Selain penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Layla. Roger juga penasaran, kemana saja selama ini dirinya bersembunyi. Sebenarnya Roger telah berusaha mencari Layla, dia ingin menjadikan Layla istrinya. Namun hasil pencariannya nihil.Romi langsung menarik beberapa kursi untuk ketiga bosnya. Mereka mengambil posisi duduk masing-masing. Sarah kebetulan bertatap dengan seorang pria yang sangat dikenalnya. Sontak Sarah melebarkan kedua netranya. Arjuna juga terlihat sudah menatapnya dari tadi.Sarah bingung, mengapa Arjuna bisa berada di perusahaan ayahnya. Namun itu tidak penting untuk saat ini. Adipati yang memperhatikan mereka berdua, kembali mengeratkan
Sarah melihat para karyawan masih berada di depan monitor meja masing-masing. Sarah melirik jam yang menempel di dinding ruangan itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Biasanya para karyawan disana pulang tepat waktu. Namun tadi, diam-diam Rendra meminta semua karyawan untuk tinggal, sampai CEO baru mereka pulang lebih dulu."Kenapa mereka semua belum pulang, Pak?" tanya Sarah ketika baru keluar pintu ruangannya."Oh, ini hari pertama Anda, Nyonya. Mereka memang sengaja pulang lambat karena ingin menyambut dan menghormati Anda Nyonya."Sarah mengangkat kedua alisnya. Rasanya dia tidak memerlukan sambutan yang berlebihan. Justru dia menjadi tidak enak hati karena mereka terpaksa pulang lebih lama."Pak, tolong katakan pada mereka agar pulang saja.""Baik kalau begitu." Rendra langsung mendekati area meja kerja para karyawan dan memberikan pengumuman agar mereka segera pulang.Tanpa menunggu lama, para karyawan itu serentak bangkit dari kursinya dan keluar ruangan satu persatu samb
Adipati tersenyum tengik. Seolah tidak ingin menampakkan rasa cemburu yang masih mendera hatinya. "Cemburu? Arjuna bukan lagi sainganku."Sarah menaikkan sebelah alisnya, mengulas senyum sambil mendengarkan alasan yang tidak masuk akal yang akan suaminya utarakan."Sekarang saingan terkuat ku hanya satu, Reyhan. Beraninya dia mengambilmu dariku," ucapnya sambil mendengkus kesal.Sarah terkekeh. Rupanya lagi-lagi suaminya merasa cemburu dengan putranya. Sarah tahu itu hanya gurauan, namun itu lumayan menghiburnya. Cup.Secepat kilat, kedua bibir itu bertemu lalu berpisah lagi. Sarah memalingkan wajahnya tak sanggup menahan tawa. Dalam sikap dingin suaminya ternyata terdapat jiwa pelawak juga. Sarah kembali mensejajarkan pandangannya."Jadi, Paman akan mandi sekarang atau nanti?"Adipati tidak menjawab, dia langsung saja berdiri dan tiba-tiba menggendong Sarah dan membawanya ke kamar mandi buru-buru.Sarah terkikik, dan meminta suaminya untuk menurunkannya. Namun adipati tidak menggu
"Selamat pagi, Bu Presdir.""Pagi, Bu.""Selamat Pagi."Sapa beberapa karyawan bersahutan saat Sarah dan Adipati melewati mereka. Mereka juga sedikit membungkukkan tubuh saat menyapa. Sarah yang masih saja gugup mendapat perlakuan istimewa itu terseyum kaku, sambil sesekali membalas sapaan mereka. "Selamat pagi juga."Saat sampai di depan pintu lift, seorang karyawan yang sudah ada di dalamnya bergegas menahan pintu lift yang akan tertutup."Silahkan, Bu Presdir dan Tuan."Melihat beberapa orang yang sudah berada di dalam mendadak sengaja keluar kembali, Sarah menolak untuk masuk. Lalu meminta mereka kembali masuk lift.Sarah akan menunggu giliran berikutnya, dia tidak suka menyerobot antrian apa lagi memanfaatkan jabatannya untuk mendapatkan kemudahan."Kalian tetap duluan saja. Saya akan naik di giliran berikutnya."Mereka tidak berani membantah, beberapa orang yang keluar langsung masuk kembali-menurut. Adipati tersenyum tipis, dia membiarkan Sarah menjadi dirinya sendiri. Karakt
"Apa yang ingin Paman katakan padanya?" tanya Sarah dengan nada suara yang meninggi.Awalnya Adipati hanya ingin menggoda Sarah, namun melihat reaksi yang diberikan istrinya, Adipati merasa ini tidak lagi hanya sebuah niat menggoda. Adipati akan benar-benar menemui Arjuna sekarang."Paman!"Langkah kaki Adipati terhenti sekejap. Dia tersenyum tipis. Apakah istrinya itu benar-benar takut kalau dirinya akan menyentuh Arjuna? "Apa yang kamu takutkan?" tanya Adipati tanpa menatap Sarah.Disana Sarah termangu, menyadari tindakannya mungkin berlebihan. Keparnoan dirinya membuat suaminya menjadi salah paham dan semakin salah paham sekarang. Juga membuat Arjuna mungkin akan menghadapi hari yang buruk setelah ini.Adipati mengurungkan niat untuk pergi. Dia kembali lagi, duduk di sofa ruangan Sarah lalu berdiam diri."Pa-paman. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud," "Tidak perlu kamu jelaskan. Aku bisa memahaminya," potong Adipati ketus.Situasi kikuk kembali menerpa mereka. Sesuatu yang seharus