Sarah melihat para karyawan masih berada di depan monitor meja masing-masing. Sarah melirik jam yang menempel di dinding ruangan itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Biasanya para karyawan disana pulang tepat waktu. Namun tadi, diam-diam Rendra meminta semua karyawan untuk tinggal, sampai CEO baru mereka pulang lebih dulu."Kenapa mereka semua belum pulang, Pak?" tanya Sarah ketika baru keluar pintu ruangannya."Oh, ini hari pertama Anda, Nyonya. Mereka memang sengaja pulang lambat karena ingin menyambut dan menghormati Anda Nyonya."Sarah mengangkat kedua alisnya. Rasanya dia tidak memerlukan sambutan yang berlebihan. Justru dia menjadi tidak enak hati karena mereka terpaksa pulang lebih lama."Pak, tolong katakan pada mereka agar pulang saja.""Baik kalau begitu." Rendra langsung mendekati area meja kerja para karyawan dan memberikan pengumuman agar mereka segera pulang.Tanpa menunggu lama, para karyawan itu serentak bangkit dari kursinya dan keluar ruangan satu persatu samb
Adipati tersenyum tengik. Seolah tidak ingin menampakkan rasa cemburu yang masih mendera hatinya. "Cemburu? Arjuna bukan lagi sainganku."Sarah menaikkan sebelah alisnya, mengulas senyum sambil mendengarkan alasan yang tidak masuk akal yang akan suaminya utarakan."Sekarang saingan terkuat ku hanya satu, Reyhan. Beraninya dia mengambilmu dariku," ucapnya sambil mendengkus kesal.Sarah terkekeh. Rupanya lagi-lagi suaminya merasa cemburu dengan putranya. Sarah tahu itu hanya gurauan, namun itu lumayan menghiburnya. Cup.Secepat kilat, kedua bibir itu bertemu lalu berpisah lagi. Sarah memalingkan wajahnya tak sanggup menahan tawa. Dalam sikap dingin suaminya ternyata terdapat jiwa pelawak juga. Sarah kembali mensejajarkan pandangannya."Jadi, Paman akan mandi sekarang atau nanti?"Adipati tidak menjawab, dia langsung saja berdiri dan tiba-tiba menggendong Sarah dan membawanya ke kamar mandi buru-buru.Sarah terkikik, dan meminta suaminya untuk menurunkannya. Namun adipati tidak menggu
"Selamat pagi, Bu Presdir.""Pagi, Bu.""Selamat Pagi."Sapa beberapa karyawan bersahutan saat Sarah dan Adipati melewati mereka. Mereka juga sedikit membungkukkan tubuh saat menyapa. Sarah yang masih saja gugup mendapat perlakuan istimewa itu terseyum kaku, sambil sesekali membalas sapaan mereka. "Selamat pagi juga."Saat sampai di depan pintu lift, seorang karyawan yang sudah ada di dalamnya bergegas menahan pintu lift yang akan tertutup."Silahkan, Bu Presdir dan Tuan."Melihat beberapa orang yang sudah berada di dalam mendadak sengaja keluar kembali, Sarah menolak untuk masuk. Lalu meminta mereka kembali masuk lift.Sarah akan menunggu giliran berikutnya, dia tidak suka menyerobot antrian apa lagi memanfaatkan jabatannya untuk mendapatkan kemudahan."Kalian tetap duluan saja. Saya akan naik di giliran berikutnya."Mereka tidak berani membantah, beberapa orang yang keluar langsung masuk kembali-menurut. Adipati tersenyum tipis, dia membiarkan Sarah menjadi dirinya sendiri. Karakt
"Apa yang ingin Paman katakan padanya?" tanya Sarah dengan nada suara yang meninggi.Awalnya Adipati hanya ingin menggoda Sarah, namun melihat reaksi yang diberikan istrinya, Adipati merasa ini tidak lagi hanya sebuah niat menggoda. Adipati akan benar-benar menemui Arjuna sekarang."Paman!"Langkah kaki Adipati terhenti sekejap. Dia tersenyum tipis. Apakah istrinya itu benar-benar takut kalau dirinya akan menyentuh Arjuna? "Apa yang kamu takutkan?" tanya Adipati tanpa menatap Sarah.Disana Sarah termangu, menyadari tindakannya mungkin berlebihan. Keparnoan dirinya membuat suaminya menjadi salah paham dan semakin salah paham sekarang. Juga membuat Arjuna mungkin akan menghadapi hari yang buruk setelah ini.Adipati mengurungkan niat untuk pergi. Dia kembali lagi, duduk di sofa ruangan Sarah lalu berdiam diri."Pa-paman. Maafkan aku. Aku tidak bermaksud," "Tidak perlu kamu jelaskan. Aku bisa memahaminya," potong Adipati ketus.Situasi kikuk kembali menerpa mereka. Sesuatu yang seharus
"Anda berharap saya melakukan apa, Tuan?"Arjuna tahu, Adipati tidak mungkin datang hanya untuk memperingatkannya. Namun dia menginginkan sesuatu untuk dia lakukan."Apa Anda ingin saya keluar dari perusahaan ini?" Adipati menggeleng, "Aku tidak kejam begitu. Aku hanya ingin kalu melaporkan padaku apapun yang Roger perintahkan untuk mencelakai keluarga istriku."Menurut Adipati hal itu tentu sesuatu yang mudah jika Arjuna masih memiliki rasa kemanusiaan. Mencelakai seseorang itu adalah suatu bentuk tindakan kejahatan. Seharusnya Arjuna takut melakukan perintah seperti itu.Arjuna juga bergeming, dia masih belum mempercayai sepenuhnya jika Roger akan memberikan perintah untuk melukai orang lain apalagi Sarah adalah keponakannya."Apa Anda sedang memberikanku perintah? Saya bukan anak buah Anda lagi."Adipati mengambil gelas kopinya, menyesap kopi itu dengan santai sembari melihat pemandangan di luar kaca. "Aku meminta tolong padamu."Arjuna hampir melongo tidak percaya dengan pendeng
"Ahh." Sarah berhasil mendorong dan melepaskan ciuman Arjuna. Namun pria itu kembali meraih tengkuknya dan melumat bibirnya lagi.Sangat rakus, Arjuna terus membenamkan dan memainkan lidahnya di dalam mulut Sarah. Bukan hanya ketakutan jika Adipati sampai melihatnya, namun Sarah juga takut Adipati akan membunuh mereka berdua jika mengetahui perbuatan tidak senonoh itu.Jemari Arjuna juga tidak diam saja, mereka mulai menjelajah, persis sama dengan yang Adipati lakukan saat Arjuna tidak sengaja membuka pintu ruangan itu tadi siang.Melihat Sarah yang menitikkan air mata, Arjuna mulai mengendurkan cumbuannya. Namun bukan berarti Arjuna melepaskan tubuh Sarah dari peluknya. Arjuna menempelkan bibirnya pada sebelah telinga Sarah dan berbisik sesuatu sehingga Sarah merasa kegelian."Jangan menangis, Sayang. Aku sangat merindukanmu. Aku menginginkanmu, bahkan setiap hari aku selalu bermimpi tentangmu. Tolong, biarkan aku menyentuhmu."Sarah mulai terisak. Dia tidak menginginkan hal ini terj
Saat Adipati akan membuka pintu lemari tempat Arjuna bersembunyi, suara Sarah mengejutkannya."Paman, ayo cepatlah. Aku sudah mulai pusing."Adipati menarik kembali tangannya yang masih melayang diudara. Arjuna masih beruntung, Adipati belum sampai membuka pintu lemari itu. Adipati bergegas kembali pada Sarah. "Maaf, apa kamu masih kuat?" "Masih, ayo cepat. Aku takut pingsan, Paman," lirih Sarah memelas.Adipati mengangguk, kemudian menggandeng lengan Sarah untuk pulang.Sementara di dalam, Arjuna membuang napasnya merasa lega.Pagi ini Sarah hanya di antarkan ke kantor oleh suaminya. Adipati memiliki pekerjaan yang sedang tidak bisa ditinggalkan. Jadi Adipati tidak akan bisa mendampingi Sarah sampai beberapa hari."Paman, bagaimana jika aku kebingungan?" rengek Sarah."Kita bisa melakukan panggilan video sayang."Bibir Sarah manyun satu senti. Adipati juga mengetahui kegelisahan istrinya. Namun ada baiknya jika Adipati tidak selalu mendampinginya, sehingga Sarah terpaksa mandiri d
Disisi lain, Layla dan Ali sedang mengawasi para pelayan yang membersihkan rumah lamanya dengan Arthajaya dahulu.Kedua netra Layla memindai seluruh area rumah itu dengan rasa haru. Kepingan-kepingan ingatan masa lalu kembali menyapanya. Layla termenung menatap ruang santai, dimana dia biasa menemani sang suami mengobrol melepas penat selepas bekerja.Layla mengusap butir airmata yang terjatuh. Layla pergi ke lantai atas, dimana kamarnya bersama suami berada. Beberapa orang pelayan juga sedang menata interior kamar tersebut. Kamarnya masih sama, demikian juga kenangannya. Layla melangkah masuk ke kamarnya. Dia duduk di bibir ranjang tempat mereka memadu cinta dahulu. Layla mengusap kasur itu sembari mengulas senyum.'Suamiku. Aku sangat merindukanmu.'Sekali lagi, tanpa sadar air mata Layla telah luruh membanjiri pipinya. Ketiga pelayan yang sedang membersihkan kamar itu berangsur keluar dari kamar. Sementara Layla masih meratapi kerinduannya pada sang suami.Layla tidak sadar, bahw