Share

Istri Masa Depan Mafia
Istri Masa Depan Mafia
Author: Yurisha

Merenggut Ciuman Pertama

Sialan! 

Apa yang baru Xiana rasakan? Sebuah benda lembut menyentuh bibirnya tanpa sengaja? Dengan sekuat tenaga agar bisa tersadar dalam keadaan mabuknya Xiana membuka mata, seorang pria berdiri dengan angkuh di hadapannya. Memandangnya dengan mata melotot. Menandakan pria itu kaget dibuatnya. 

Memangnya apa yang sudah Xiana lakukan? Tidak mungkin ia yang mencium pria itu lebih dulu. Tidak, jelas tidak. Bagaimana bisa begitu? Sedangkan selama hidupnya, ia tidak pernah mencium bibir siapapun! 

Baru saja Xiana akan murka karena merasa ciuman pertamanya telah direnggut, ia merasa sebuah tangan melingkari pinggangnya dan menarik tubuhnya secara tiba-tiba. Pria itu mencium bibirnya lagi. Dengan lembut, bahkan perlahan kelembutan itu menjadi sebuah emosi yang melingkupi. Pria ini seperti sedang memastikan sesuatu. Bisa-bisanya Xiana kecolongan. 

Tidak bisa dibiarkan, Xiana langsung mendorong dada pria itu kasar. "Tuan! Apa yang sudah kau lakukan?" Bentakan Xiana terdengar keras. Nafasnya naik turun menahan emosi sembari membersihkan bibirnya kasar. 

"Sialan, tidak mungkin." 

Pria itu bergumam sendiri sambil menoleh ke samping. Benar-benar sudah gila, Xiana merasa dihiraukan. 

"Bicara apa kau?" Xiana tidak bisa menahan kemarahannya lagi, ia bahkan mulai melangkah untuk memperdekat jarak mereka. 

Belum dua langkah ia menggerakkan kakinya, pria itu tiba-tiba mengangkat telapak tangannya sembari menjauhi Xiana, "jangan mendekat." 

Setelah berkata seperti itu, pria yang ada di hadapannya pergi begitu saja meninggalkan Xiana yang sedang emosi. Dasar bajingan, pria bajingan. Menyesal sekali Xiana ikut temannya, -Valeria- ke klub ini. 

Segera Xiana merapikan bajunya, dan berkaca pada cermin yang berada di depannya. Siapa yang punya club mewah tapi membahayakan seperti ini? Bisa-bisanya tidak ada peraturan untuk kamar mandi pria dan wanita. Ah, menyebalkan sekali. Peduli setan siapa yang punya, Xiana berharap ia tidak akan lagi berada di sini.

Baru pertama kali saja ia sudah diberikan kesan dan kenangan yang buruk. Juga pria yang … yang aneh tetapi tampan. Jelas, Xiana akui itu. Dengan keadaan mabuk pun, Xiana tidak bisa membohongi dirinya bahwa pria itu sangat tampan meskipun sudah membuatnya kesal setengah mati. 

"Ah, Xiana. Sudah, lupakan." 

Setelah memperbaiki keadaannya di kamar mandi, Xiana mulai berjalan keluar. Segera menuju tempat berdiamnya tadi bersama Valeria, mencari wanita itu. Meskipun penglihatannya masih sedikit buram karena alkohol sialannya, ia masih memaksakan diri. Rasanya Xiana ingin cepat pulang, ia harus segera menemukan Valeria secepatnya sebelum Xiana benar-benar tidak mampu untuk berjalan lagi. 

Namun sayang, pandangannya melihat Valeria sedang dalam pelukan seorang pria di tengah-tengah kerumunan orang dengan musik yang sangat-sangat memekakkan telinga. Melihat keadaan temannya yang seperti itu, sudah pasti tidak bisa Xiana ganggu. 

Sepertinya, dengan terpaksa Xiana harus pulang sendiri dan mengendarai mobilnya dengan keadaan tidak begitu normal. Ia menghembuskan nafasnya pelan, berjalan ke arah basement menggunakan lift dengan sedikit sempoyongan. 

Ketika lift yang ia naiki sudah turun dan terbuka di lantai paling bawah, serta kakinya baru saja maju satu langkah, ia langsung tercengang. Tubuhnya mulai bergetar, kakinya hampir sudah tidak bisa menopang tubuhnya lagi. 

Di depannya, segerombolan pria berbaju hitam sedang menyiksa dua orang laki-laki. Memukulinya hingga berdarah-darah. Sedangkan salah satunya sedang berhadapan dengan sebuah pistol yang diacungkan seorang pria yang tidak Xiana ketahui wajahnya, pria itu membelakanginya. 

Belum sempat Xiana bersuara untuk bertanya apa yang sedang terjadi, sebuah suara yang ia takuti tiba-tiba terdengar, mengejutkannya setengah mati. Membuat pandangan Xiana menggelap, membuat tubuhnya tidak bisa lagi ia tahan agar tetap tegak, Xiana akhirnya jatuh tidak sadarkan diri.

Suara terjatuhnya tubuh Xiana membuat semua orang yang berada di sana terkejut. Pandangan mereka langsung tertuju pada tubuh Xiana yang tergeletak di depan lift begitu saja. 

"Tuan?" Salah satu pria berumur sekitar tiga puluh lima tahun dengan name tag yang tertempel di dada sebelah kanannya bernamakan –Tiago– mengeluarkan suara, bertanya pada pria di depannya yang terlihat paling berkuasa. 

"Bereskan, tanpa bekas sedikit pun."

"Baik, Tuan Sergos." 

Tiago mundur satu langkah, melirik semua bawahan-bawahannya sebagai sebuah petanda mereka harus bergerak dengan cepat. 

Sebuah perintah membuat mereka semua mengangguk dan bergegas menarik orang-orang yang sedang mereka urus tadi.

Lalu Hector berjalan menghampiri Xiana, hentakan sepatunya benar-benar menggema sampai di depan tubuh wanita itu. Hector meletakan satu lututnya di lantai, memeriksa keadaannya.

Perlahan lengan Hector terulur, meletakkan masing-masing tangannya pada tengkuk serta pada bawah lutut Xiana. Hector memangkunya dengan pelan, lalu berjalan ke salah satu mobil hitam dan memasukan tubuh Xiana ke dalamnya. 

Semua orang yang menyaksikan terheran-heran, bagaimana mungkin Hector yang terkenal tidak pernah mau memegang tubuh wanita terlebih dahulu sekarang dilakukannya? Siapa wanita itu? Kenapa bisa wanita itu berada di sana sedangkan semua hal sudah diatur oleh komunitas gelapnya. 

"Apa kalian akan terus berdiri di sana?" 

"Tidak, Tuan Sergos." Jawab Tiago cepat. 

"Masuk, pergi ke Mansionku." 

Semua orang memasuki sekitar lima mobil yang terparkir. Ketika semua mobil berjalan beriringan dan waktu sudah terkikis beberapa saat, Hector merasa perjalanan kali ini begitu lambat. Ia bahkan beberapa kali menoleh ke arah kursi yang diduduki Xiana, memeriksa keadaan wanita itu. 

"Apa yang akan anda lakukan dengan wanita ini, Tuan? Apa kita akan membawanya ke rumah sakit?" Tanya Tiago yang sedang duduk di samping kemudi seraya melihat pergerakkan Tuannya lewat kaca yang menggantung. 

"Tidak perlu," jawab Hector singkat. "Bawa saja ke Mansionku, aku tidak butuh rumah sakit. Semua yang kita butuhkan ada di dalam Mansionku." 

Tiago mengangguk, itu sudah pasti. Seorang Hector tidak mungkin tidak mempunyai dokter pribadi, tapi maksud pertanyaan Tiago adalah apa tidak masalah dokter itu dipakai untuk memeriksa wanita yang tidak dikenal ini? 

Bukannya selama ini tidak satu pun orang termasuk orang tua Hector diperiksa oleh dokter pribadinya. Ah, Tiago semakin penasaran, siapa sebenarnya wanita ini? 

Tiba-tiba keheningan terpecahkan saat mobil berhenti di halaman sebuah Mansion yang luasnya tidak terukur, Mansion berwarna putih keemasan menjulang tinggi. Dengan pilarnya yang menghiasi bagian depan bak istana. 

Semua mobil hitam berjajar di halaman mansion milik Hector dan satu persatu orang di dalamnya keluar. Mereka berdiri dan membuat barisan di depan pintu Mansion, menunggu Hector keluar dengan wajah tertunduk, tanda bahwa mereka sangat menghormati seorang Hector. 

"Panggilkan Edmund, Tiago." 

Perintah Hector membuat semua bawahannya penasaran, beberapa dari mereka terutama pelayan wanitanya mencuri lihat apa yang sedang dilakukan Tuannya. 

Rupanya Hector sedang berjalan tergesa sambil menggendong seorang wanita dengan bridal style dan masuk ke mansionnya. Sedangkan Tiago, selaku tangan kanan Hector menuturinya dari belakang, bergerak meraih ponselnya dan meletakkannya di samping telinga, menghubungi dokter Edmund. 

"Dokter Edmund, dalam lima menit. Kalau tidak, kau tamat." Nada yang datar dan terkesan mengancam dari Tiago berhasil membuat mereka juga merasakan apa yang dirasakan Dokter Edmund di kejauhan sana. Pasti pria paruh baya itu sedang tertekan dan terburu-buru. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status