Paginya, Xiana dibangunkan oleh beberapa pelayan wanita yang bekerja di kediaman Hector. Mereka tidak berbicara apa-apa, bahkan ketika Xiana bertanya maksud dan tujuan mereka mendandani Xiana, mereka tidak memberi jawaban. Semuanya tutup mulut, seakan memang tidak mengetahui apa-apa atau memang diperintahkan untuk tidak boleh memberitahunya.
Xiana menghela nafas kasar, cermin yang besar di depannya benar-benar menunjukkan rasa lelah di wajahnya. Tahap terakhir yang mereka lakukan adalah menata rambut Xiana. Ia melihat di cermin salah satu di antara mereka tersenyum kecil. Xiana mengangkat alisnya, apa yang membuat dia tersenyum seperti itu ketika sedang menata rambutnya?
‘’Rambut nona benar-benar bagus sekali, ini kali pertama bagi saya menemukan rambut yang panjang dan begitu indah. ‘’ pelayan itu tersenyum lagi, kali ini senyumannya lebih kentara sembari menatap Xiana yang juga menatapnya dari cermin.
‘’Apa rambut Nona pernah Nona warnai?‘’
Xiana menggelang, ‘’aku tidak pernah mewarnai rambutku. Aku tidak suka mengubah apapun yang ada pada diriku.’’ Jawab Xiana diiringi senyuman kecilnya.
Pelayan-pelayan itu semakin takjub, merasa sedikit tidak percaya. Semua yang ada pada Xiana begitu sempurna. Kulit putihnya yang begitu lembut, rambut hitam legamnya yang panjang sepinggang benar-benar menambahhkan kesempurnaannya. Jangan lupakan netra berwarna hijau di sepasang mata kecilnya.
‘’Sudah selesai, Nona. ‘’
‘’Ah, terima kasih. ‘’
Tepat setelah mengatakan itu, seorang wanita paruh baya memasuki kamar yang ia tempati, berjalan perlahan menghampiri Xiana. ‘’Mari ikut saya Nona,’’ ujarnya sambil mengarahkan satu tangannya keluar pintu.
Meski masih dalam kebingungannya, Xiana tetap mengikutinya. Setelah keluar dan berjalan beriringan dengan wanita itu, ia memperhatikan setiap tempat yang ia lewati. Xiana juga menyadari saat ia keluar dari pintu kamarnya tadi, ia mendapati satu orang penjaga yang berdiri di sana. Tentu saja Xiana tahu apa alsannya. Hector, lelaki itu pasti takut Xiana berusaha melarikan diri. Pria itu benar-benar. Xiana begitu kesal jika mengingatnya.
‘’Nama saya Maria, Nona. Saya kepala pelayan wanita di rumah ini. ‘’ tiba-tiba wanita di sampingnya berbicara dan mengenalkan diri, ‘’saya akan membawa anda ke ruang makan terlebih dahulu. ‘’
Tidak ada jawaban dari Xiana, ia hanya mengangguk. Dia merasa sangat tidak bersemangat sama sekali. Ia harap hari ini tidak akan melihat wajah Hector. Sayangnya, harapan itu hilang begitu saja, membuat langkah kakinya yang sedang menuruni anak tangga melambat, karena seseorang yang ia hindari sedang duduk di kursi ruang makan dan menatap ke arahnya.
Langkah kakinya terhenti tepat di bawah tangga terakhir, Xiana dengan cepat berbalik dan berniat untuk kembali menaiki tangga, mengindari Hector. Namun Maria mencekal salah satu lengan Xiana. Tidak kasar tetapi cukup membuat Xiana tidak bisa bergerak.
‘’Kembali ke sini dan makanlah, Xiana. ‘’ suara serak dan penuh penekanan itu terdengar di telinganya.
Seketika Xiana terkekeh, merasa lucu ketika sesorang yang menculiknya menyuruhnya untuk makan bersama. Apa dia sudah gila? Alih-alih mengajaknya makan bersama, harusnya lebih baik lelaki itu mengeluarkannya dari sini. Memulangkan Xiana dan mengembalikan semuanya seperti mereka tidak pernah kenal sama sekali.
Xiana yang keras kepala tetap berniat melanjutkan langkahnya untuk mencoba menaiki tangga, sayangnya cekalan tangan Maria bertambah kuat dan sedikit membuatnya nyeri hingga meringis. Baru saja Xiana akan berbicara kepada Maria agar melepaskan cekalannya, Hector tiba-tiba sudah berada di belakangnya dan melepaskan cekalan Maria.
Hector menatap tajam Xiana, merasa kesal melihat kekeras-kepalaan wanita itu. Tanpa kata, Hector menggenggam lengannya. Menarik tubuhnya untuk berjalan dan mengikuti Hector ke arah meja yang sudah dipenuhi macam-macam makanan. Mendudukkannya di samping kiri kepala kursi. Membuat Xiana duduk dengan terpaksa dan menatap Hector dengan penuh kebencian.
‘’Kau butuh tenaga untuk melawanku, jadi makanlah. ‘’ Hector mengambil sepasang alat makan miliknya setelah kembali duduk, menatap Xiana yang masih tetap diam.
‘’Wanita mana yang sudi makan bersama penculiknya. Kau sudah gila, lebih baik lepaskan aku secepatnya.‘’
Lelaki di depannya terkekeh, bahkan setelah mendengar sedikit ancaman dari Xiana, Hector dengan santainya mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan terlihat menikmatinya.
‘’Kau menganggapku penculik? ‘’ Hector tersenyum miring dan berdecih, ‘’Aku lebih dari itu. ‘’
Xiana sedikit bergidik mendengarnya. Mengingat tragedi yang Xiana lihat di basemant waktu itu, sudah cukup menjadi bukti bahwa memang Hector bukan lelaki biasa. Ia seorang pembunuh berdarah dingin. Xiana bahkan dengan jelas melihat tidak ada rasa penyesalan di mata Hector. Sudah pasti bisa dikatakan bahwa pria itu terbiasa melakukannya. Hal ini harus Xiana ingat bahwa memang bisa jadi Hector seseorang yang lebih menakutkan dari yang pernah Xiana lihat dan hadapi. Ia harus hati-hati kali ini.
Sibuk dengan pikirannya membuat Xiana tidak sadar ia sudah menggigit bibirnya sendiri. Bahkan membuatnya sedikit robek dan berdarah. Hector yang sedang memakan makanannya tiba-tiba merasa bibirnya perih tanpa luka, ia langsung mengangkat kepalanya dan memastikan sesuatu.
‘’Berhenti menggigit bibirmu dan melukainya. ‘’ Hector berkata dengan nada yang sangat kesal.
Tidak ada respon, perkataan Hector tidak digubris sama sekali. Xiana masih tetap dengan pikirannya, sesekali kening wanita itu mengerut. Entah apa yang dia pikirkan sampai tidak sadar sudah melukai bibirnya.
BRAK!
Hector tiba-tiba meletakkan sendok serta garpunya dengan sangat kasar dan mengejutkan Xiana, berhasil membuat wanita itu menatapnya dan memperhatikan gerakan Hector yang dengan cepat berdiri dan menarik tangannya.
‘’Bodoh!’’
Bentakan Hector kali ini cukup keras, ia bahkan kembali menarik lengan Xiana dan membawanya keluar. Menuju sebuah mobil hitam yang terparkir di halaman dan memaksanya untuk masuk. Tidak ada yang bisa Xiana lakukan selain mengikuti pergerakkan Hector. Pria itu terlihat cukup emosi ketika memasuki mobil, duduk di belakang kemudi dan langsung mengendarainya.
‘’Kau mau membawaku ke mana? ‘’ Xiana memberanikan diri untuk bertanya.
Tidak ada jawaban dari Hector selain wajahnya yang menakutkan dan mata tajamnya yang sedang fokus memperhatikan jalan. Keadaan sangat hening, keduanya tidak berbicara sepatah kata pun. Hal itu Xiana jadikan kesempatan untuk mencari cara melarikan diri. Ada celah sedikit saja harus Xiana manfaatkan.
Tidak banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalan yang mereka lewati. Xiana memikirkan hal yang cukup membahayakan, ia berniat untuk membuka pintu mobil dan lompat keluar. Kalau-kalau ia terluka, itu mungkin tidak akan cukup parah dan masih bisa membuatnya sanggup untuk lari sembari mencari pertolongan setelahnya. Ya, Xiana harus mencobanya.
Sebelum hal itu terjadi, Xiana melirik ke samping. Memastikan bahwa Hector tidak sedang memperhatikannya. Ketika sudah benar-benar lengah, dengan pelan Xiana membuka pintu mobil tanpa suara. Membuatnya terbuka sedikit. Xiana benar-benar tegang dan memastikan sekali lagi dengan bola matanya bahwa Hector sedang fokus melihat ke depan. Dan ....
‘’XIANA! ‘’
Sialan! Apa yang baru Xiana rasakan? Sebuah benda lembut menyentuh bibirnya tanpa sengaja? Dengan sekuat tenaga agar bisa tersadar dalam keadaan mabuknya Xiana membuka mata, seorang pria berdiri dengan angkuh di hadapannya. Memandangnya dengan mata melotot. Menandakan pria itu kaget dibuatnya. Memangnya apa yang sudah Xiana lakukan? Tidak mungkin ia yang mencium pria itu lebih dulu. Tidak, jelas tidak. Bagaimana bisa begitu? Sedangkan selama hidupnya, ia tidak pernah mencium bibir siapapun! Baru saja Xiana akan murka karena merasa ciuman pertamanya telah direnggut, ia merasa sebuah tangan melingkari pinggangnya dan menarik tubuhnya secara tiba-tiba. Pria itu mencium bibirnya lagi. Dengan lembut, bahkan perlahan kelembutan itu menjadi sebuah emosi yang melingkupi. Pria ini seperti sedang memastikan sesuatu. Bisa-bisanya Xiana kecolongan. Tidak bisa dibiarkan, Xiana langsung mendorong dada pria itu kasar. "Tuan! Apa yang sudah kau lakukan?" Bentakan Xiana terdengar keras. Nafasnya n
"Nona ini mengalami Syok, Tuan Sergos." Jelas Dokter Edmund. Hector yang semula duduk menyandar pada kepala kursi yang berada di depan ranjang kini duduk tegak, kedua telapak tangannya bertaut dan menempel di bawah dagu, mengangguk mendengar penjelasan Edmund. "Kapan dia akan bangun?" "Keadaannya sudah membaik, mungkin sebentar lagi." Jawab Edmund sambil membereskan alat-alat miliknya. Kemudian berbalik dan berjalan ke arah Hector lalu menunduk sebagai tanda undur diri, berjalan keluar kamar dan menjauh. Hector kemudian memanggil Tiago yang berjaga di luar, menyuruhnya untuk masuk. Tiago menghampiri Hector dengan sebuah berkas yang ia genggam di tangannya. "Berikan padaku." Tiago segera menyerahkan berkas yang ia persiapkan sejak Hector memerintahkannya. Berkas yang berisi data diri wanita yang sedang terbaring di ranjang milik Tuannya. Ya, milik Tuannya. Tiago sempat kebingungan saat Tuannya langsung membawa masuk wanita dalam gendongannya ke dalam kamar pribadinya. Bagaiman
Kantor Ketinggian Polisi. 01.27 AM Fredo dengan fokus melihat satu-persatu kotak tayangan yang ada di dalam layar besar di depannya. Dengan kedua tangannya yang memegang meja dengan erat, wajah yang tegas dan mata yang tajam. Mengamati setiap CCTV yang memungkinkan ada Xiana di dalamnya. Perlahan, tidak ada satupun yang menunjukkan wajah Xiana, ataupun sebatas punggung kecil wanita itu. Terakhir kali, Fredo mengingat penjelasan Valeria yang mengatakan bahwa mereka berada di Klub, lalu Xiana menghilang begitu saja saat berkata ingin ke kamar mandi. “Jacob, lihat CCTV pada bagian kamar mandi Klub yang didatangi Xiana.” Perintah Fredo. Jacob, pria tua yang sudah beruban itu mengangguk. Dengan sedikit menahan kantuknya, ia memerintahkan bawahannya untuk memunculkan CCTV-F. Tepat menampilkan aktivitas apa saja yang ada di depan Klub. Hanya di depan Klub.Fredo mengerutkan kening, ia hampir marah. Ia dengan jelas memerintahkan untuk mengakses CCTV yang ada di dalam Klub. Bukan hanya di
‘’Ada yang melaporkan seorang wanita menghilang di klub ini, kami akan segera memeriksanya.‘’ Tutur Jacob memberi tahu maksud dan tujuan mereka datang.Pria di depannya, yang baru Jacob sadari memiliki nama di dadanya dengan nama Tiago, sedikit mengangkat sebelah alisnya. ‘’Banyak yang hilang di klub ini. Tapi ternyata mereka ditemukan di apartemen atau di rumah kekasih-kekasihnya,’’jawab Tiago serius.Jacob tercengang sesaat mendengar jawaban dari pria di depannya, tapi dengan cepat berusaha menyamarkan sikapnya itu. Menegakkan lagi bahunya dan dengan tegas berusaha untuk kembali menjelaskan, berupaya agar usaha mereka untuk menggeledah seisi klub bisa berhasil.‘’Pernyataan itu tidak bisa dipungkiri, tapi urusan kali ini berbeda.’’ Jacob sedikit berbalik untuk mengambil sesuatu dari bawahannya. Lembaran foto dengan ukuran sedang, seorang wanita yang tidak lain adalah Xiana. Satu persatu lembaran itu memperlihatkan dari awal Xiana keluar dari sebuah mobil putih miliknya, berjalan, da
Perkataan Hector membuat Jacob tersentak. Pertanyaannya memang menyangkut apa yang sudah terjadi baru saja. Walau rekan-rekannya terlibat perkelahian dengan orang-orang Hector, tetapi itu bukan hanya kesalahan mereka semua. Orang-orang Hector sudah membuat Jacob dan yang lainnya menahan kesabaran dari awal, sampai akhirnya tidak terbendung lagi dan menyebabkan kejadian yang tidak seharusnya.‘’Tentu saja bukan itu maksud tujuan kami datang ke klub milikmu, Tuan Hector. Kami sedang melakukan penyelidikan atas kasus menghilangnya wanita bernama Xiana Eugene. Putri dari Hugh Josephene.’’ Jelasnya dengan hati-hati.“Lalu? Apa hubungannya denganku?’’ tanya hector yang membenahi posisinya, mengedepankan tubuhnya dan manyautkan kedua telapak tangannya seraya menaruhnya di atas meja. Tatapannya semakin tajam dan serius‘’Aku tidak yakin ada hubungannya denganmu. Tapi menurut beberapa saksi, terutama sahabatnya mengatakan posisi Xiana terakhir kali berada di klub ini. ‘’‘’Begitu ceritanya? ‘’