Home / CEO / Istri Manis Tuan Jicko / 20 — D’ Day pt. 2

Share

20 — D’ Day pt. 2

Author: JOSEPHWANG_11
last update Last Updated: 2022-12-24 08:04:15

Jicko dan Ameera berjalan di atas semacam altar. Tetapi jelas bahwa itu bukanlah altar. Hanya panggung kecil dan memanjang seukuran lebar 1,5 meter dan panjangnya sepuluh meter. Dilapisi dengan karpet merah, di pinggir karpet dijahit dengan benang emas bermotif khusus.

Lalu di sisi kiri dan kanan panggung setinggi tulang kaki itu ada para tamu undangan. Mereka memandang takzim sepasang pengantin pagi ini. Acara dilaksanakan di luar ruangan (out door) dengan atap adalah dome (kubah kaca).

Dua pengantin itu bergandengan tangan. Amat mesra. Semua yang melihatnya, terutama kaum jomblo dan jomblowati bahkan anak remaja sekalipun akan iri pada mereka. Saling melengkapi. Satu si cantik dan satunya lagi si tampan. Mereka dipasangkan amat serasi. Semacam pepatah ‘si cantik akan cocok dengan si tampan’.

“Bisa langsung kita mulai acaranya?” Penghulu bertanya sesaat setelah Ameera dan Jicko duduk di kursi ijab kabul.

Jicko mengangguk, “Silakan,” katanya.

Giliran Pak penghulu itu yang mengang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Istri Manis Tuan Jicko   21 — Tidur Seranjang

    Di rumah sakit kota, di lantai atas, Gino terduduk di atas ranjang tidurnya. Mata menatap keluar bangunan. Melirik mentari yang bersinar terang. Tangan memegang perut, sekali dia mendesis kesakitan. Padahal dia belum melakukan operasi, tapi rasanya sudah sesakit ini. Dia hanya baru menjalankan terapi saja. Suster datang membawakan pria itu makan siang. Diletakkan di atas meja di samping ranjang tidurnya. Suster curi-curi pandangan saat melirik pria itu. Dia melamun. “Pak Gino butuh sesuatu?” Suster bertanya. Dia memberanikan diri. Gino menggeleng pelan, “Tidak.” “Kalau begitu, Pak Gino makan dulu. Sudah waktunya makan siang.” “Aku tidak lapar, Sus.” “Meskipun tidak lapar, Anda harus tetap makan. Supaya Anda memiliki tenaga.” Suster mengulum senyum. Gino mendesah lelah nan gusar. Dia tidak membantah. Pria itu menuruti perintah perawatnya. Suster itu duduk di samping Gino, dia menyuapi bubur masuk ke dalam mulut pria itu. Gino sendiri duduk di kepala ranjang, bersandar di sana.

    Last Updated : 2022-12-25
  • Istri Manis Tuan Jicko   22 — Jangan Panggil ‘Kak’

    “Bawa koper ke dalam kamarku!” Jicko memerintah sopir untuk menggeret dua koper besar ke dalam kamarnya. Dia menunjuk tempat itu di depan muka. Itu koper pakaian Ameera. Sang sopir mengangguk. Lekas dijalankan perintah sang tuan. Ameera berdiri di samping Jicko. Matanya sedang memerhatikan rumah sang suami. Besar sekali. Pun berdiri di dalam komplek golf permai di kota modern. Jangan tanyakan seberapa bagusnya tempat ini. Masuk ke kota modern harus memakai identitas khusus. Ameera sempat takjub sejenak. “Di rumah ini hanya ada kita berdua. Jangan tanya ke mana pelayan. Aku tidak memperkerjakan satu asisten rumah tangga pun di sini.” Jicko menjelaskan, “Tukang bersih-bersih rumah akan datang seminggu dua kali. Jam kerja mereka Minggu dan Rabu.” Jicko menuntun jalan, maksudnya menjelaskan isi detail rumah ini. Ameera mendengar takzim. Tepekur diam, enggan menyela. “Pantry dapur, kolam renang, tempat olahraga dan lain-lain dalam rumah ini, kamu bebas memakainya. Di komplek kota moder

    Last Updated : 2022-12-26
  • Istri Manis Tuan Jicko   23 — Undangan Pertemuan Ibu Negara

    Hari-hari berlalu. Hari berikutnya, jam sembilan pagi, di rumah besar Mama. Jicko dan Ameera duduk di kursi meja makan, menikmati sarapan pagi. Mereka berada di sana, Maria yang meminta sejak pagi sekali untuk sarapan bersama. “Jadwal cuti kerja kamu masih ada seminggu lagi, kan?" Mama berkata disela sarapan pagi ini. “Besok aku mulai kembali ke kantor.” “Ha? Cepat sekali. Bukannya seminggu?” Maria menatap terkejut. “Aku tidak bisa libur lama-lama. Aku tidak terbiasa.” “Tapi kamu bosnya, Jicko. Kepala grup. Papa kamu pas jadi kepala grup jarang ke kantor. Dia mengontrol semuanya dari rumah. Pekerjaan kamu juga seharusnya bisa di-remote dari sini.” “Lalu?” Jicko berhenti menyendok makanan ke dalam mulut. Sendok emas 24 karat yang dipakai untuk makan menggantung di atas piring. “Itu kan Papa, bukan aku. Mama tidak bisa menyamakannya." “Memang apa bedanya?” Maria bertanya. “Bedanya terletak pada pribadi masing-masing. Kalau Papa lebih suka kerja remote, maka aku tidak.” “Ah, ter

    Last Updated : 2022-12-27
  • Istri Manis Tuan Jicko   24 — 130 Juta Wanita Beruntung

    Kamis pagi, pukul sembilan. Ameera diantar Jicko datang ke balai pertemuan ibu istri kepala negara di gedung pertemuan alam indah permai golf. Di kota modern tentunya. Tidak jauh dari komplek megah rumah Jicko. Jaraknya hanya dua kilometer. Namun Jicko mengantar tidak sampai masuk ke dalam. Hanya sebatas tempat parkiran. Karena Jicko harus pergi setelahnya. Ameera mengenakan gaun hitam berenda sebatas tulang kering kaki. Dengan tas kulit keluaran brand H, senada dengan gaun yang dikenakan. Rambut Ameera dicatok dengan gaya bergelombang dan digerai panjang. Makeup di wajah dibuat senatural mungkin. Dia tidak mau penampilan riasannya terlalu mencolok. Apa yang Ameera pakai pagi ini adalah yang paling mahal. Semuanya bernilai ratusan juta. Jicko telah mengatakannya kemarin. Dia harus datang dengan sesuatu yang tidak membuat reputasi sang suami malu. “Ingat, utamakan penekanan dalam setiap kata-kata yang akan kamu keluarkan.” Jicko mengingatkan sebelum Ameera keluar dari automobile-nya

    Last Updated : 2022-12-28
  • Istri Manis Tuan Jicko   25 — Rencana Memiliki Anak

    Jicko menyeringai tersenyum manakala ketika mendengar Ameera menjawab ucapan para istri pejabat negara berusaha mengolok-oloknya. Dalam hati Jicko puas dengan ucapan yang Ameera katakan. Jicko tidak salah menilai kalau Ameera adalah wanita yang didefinisikan cantik tetapi mematikan. Ucapannya skak mat. Jicko menguping pembicaraan serius Ameera dan wanita-wanita yang ada di sana melalui alat sadap yang pria itu letakkan di dalam tas sang istri. Dia akan mendengar dengan jelas apa saja yang mereka katakan di sana. Jicko terduduk diam di sofa ruang tengah rumah. Telinga lamat-lamat mendengar percakapan itu. “Bisa main golf?” tanya sang istri presiden. Ameera mengangguk. Acara kini berganti, dari jamuan minum teh hangat menjadi main golf. Satu jam telah berlalu. Waktu kian bertambah. Jam menunjukkan pukul sepuluh. Terik matahari bersinar terang. “Olahraga ini tidak terlalu unik, tetapi hal-hal yang harus diperhatikan saat bermain golf itu amat rinci. Kita terkadang harus memahaminya

    Last Updated : 2022-12-29
  • Istri Manis Tuan Jicko   26 — Dompet Lusuh

    Roti panggang isi telur, sayuran dan olesan mayonaise telah terhidang di atas meja. Ameera menyediakannya untuk makan siang sang suami. Jicko menatap heran. Masakan di depannya tidak biasa. Dia belum pernah melihat makanan ini. Bahkan belum pernah mencicipinya sama sekali, seumur hidup. “Kamu bisa masak rupanya?" Jicko berkata dengan nada meremehkan. Dikiranya Ameera ini termasuk jutaan wanita yang tidak pandai memasak. Alasan klasiknya, benci bau bawang. Ameera duduk di depan Jicko, di seberang meja makan pantry. “Buat jaga-jaga.” “Jaga-jaga?” Jicko penasaran. Ameera menyendok makanan masuk ke dalam mulut, lalu membalas tatapan penasaran sang suami. “Kakak sakit karena kanker. Makan yang dikonsumsi harus terjaga kebersihannya. Aku belajar memasak sebagai alternatif lain supaya aku bisa mengontrol makanannya. Satu hal terbesar dalam hidupku. Jika aku tahu kakak mengidap penyakit seperti ini, aku mungkin tidak akan mengambil kuliah kedokteran bedah spesialis. Mungkin aku akan memil

    Last Updated : 2022-12-29
  • Istri Manis Tuan Jicko   27 — Janji Yang Tak Terpenuhi

    Anda menyerahkan undangan resmi dari pihak istana negara begitu Jicko masuk kembali ke kantor. Pagi, pukul delapan, hari berikutnya. Ketika itu Jicko telah duduk di tempat kerjanya. “Undangan dari Presiden, Pak.” “Letakkan di atas meja,” jawab Jicko. Pria yang diperintah mengangguk, meletakkan pucuk undangan di depan sang bos besar. Anda pamit keluar dari ruangan. Sesaat setelahnya, Jicko meraih pucuk undangan berwarna hitam itu. Dicetak dengan tinta emas timbul. Ini adalah undangan spesial dari presiden. Tidak banyak orang yang akan mendapatkannya. Hanya orang-orang penting saja. Seperti para taipan dan pejabat negara lain. Jicko membaca sekilas isi undangan. Acara pertemuan dilaksanakan Minggu pagi. Di lapangan berkuda. Tempat biasa Jicko mengajak orang-orang penting bertemu. Semisalnya staf perusahaan Ventura asal Tiongkok atau kepala keluarga terkaya di India, Ambami family. Selain gemar main golf, Jicko juga gemar berkuda. Dia ahli dalam hal ini. Dia profesional. “Katakan ke

    Last Updated : 2022-12-30
  • Istri Manis Tuan Jicko   28 — Vodka itu Sogokan

    “Diminum tehnya, Mas.” Ameera memerintah sopan. Gelas teh diletakkan di atas meja kaca di tempat keduanya duduk. Di ruangan tengah. Jicko sendiri sedang memandang tablet layar lebar di depan muka. Sedang membaca artikel berita terkini. Malam ini pukul delapan. Satu jam lalu Jicko kembali ke rumah usai keluar dari kantor. Sementara Ameera, dia sendiri sudah kembali dari rumah sakit sejak pukul lima tadi. Untungnya, Jicko tidak pulang cepat. Jadi Ameera aman. Takutnya akan ditanya banyak hal, dari mana saja dia pergi. Bukan Ameera tak bisa jujur, hanya saja dia belum siap. Ada banyak hal yang harus disembunyikannya dari sang suami. “Aku sudah makan di luar. Kalau kamu mau makan, pesan saja. Jangan menungguku untuk makan. Kecuali kamu masak sendiri." Jicko berbicara, tapi matanya masih fokus dengan artikel bisnis di depannya. Dia telah mengganti topik bacaan. “Aku sudah juga, Mas. Sebelum pulang, aku sempat mampir makan di restoran sebelum masuk komplek.” Ameera menjawab ramah. “Ya

    Last Updated : 2022-12-31

Latest chapter

  • Istri Manis Tuan Jicko   90 — End pt. 3

    Tahun berlalu lagi. Usia Jeano makin bertambah. Tak terasa. Anak itu sudah tumbuh jadi pemuda agak dewasa. Dengan perawakan tinggi jangkung, macam bapaknya. Tingginya hampir dua meter, jika saja ditambah empat centi lagi. Ngomong-ngomong, Mama sudah bekerja di rumah sakit. Dia sudah jadi dokter, lho. Dokter bedah jantung paling masyhur di rumah sakit tempatnya bekerja. Sekali Jeano ke sana. Ehm ..., orang-orang sangat menghormati beliau. Bahkan Mama sudah dapat gelar profesor dari universitas kenamaan Inggris atas prestasi hebatnya. Kalau Papa ....? Ah, dia selalu sibuk akhir-akhir ini. Apalagi dalam dua pekan terakhir. Dia sibuk sekali. Papa jadi penyokong terbesar dalam penyelanggaraan Asian games yang diselenggarakan di kota kami. Perusahaan Linux automobiles, Linux Star-X dan Linux mobile-nya jadi sponsor utama. Logo roket, mobil dan telepon seluler milik perusahaan Papa paling menonjol dari semua sponsor resmi. Eh, tapi Jeano patut bangga. Masalahnya, bukan karena Papa saj

  • Istri Manis Tuan Jicko   89 — End pt. 2

    Lima tahun berlalu. Jeano sudah besar. Tingginya kira-kira 140 cm. Cukup tinggi untuk ukuran bocah enam tahun. Kecuali temannya yang bisa menyaingi tinggi anak itu. Si Sultan, anaknya Om Gabriel. Jeano mengayuh sepeda. Mempercepat laju sepeda, tergesa-gesa masuk ke dalam rumah. Hendak melaporkan sesuatu pada sang Papa. “Papa, Jeano berantem hari ini,” kata anak itu. Tanpa ada rasa bersalah. Seolah dia sedang menyombongkan diri bahwa dia jago berkelahi. Papa menoleh ke arahnya. Waktu itu Papa sedang ada di garasi mobil. “Berantem sama siapa?” tanya Papa. Dahinya mengerut. Agak penasaran. “Sama Beryl.” “Berantem kenapa?” tanya Papa lagi. Dia tidak khawatir pada anaknya. Sebab anak itu tidak kenapa-kenapa. Tidak ada memar. Yang dikhawatirkannya adalah si Beryl, teman sepermainannya di dalam komplek perumahan ini. “Dia bawa sepeda Jeano. Ya Jeano pukul dia. Jeano tinju perutnya. Dia nangis.” Anak itu memberitahu. Ketika mendengar penuturan itu, darah di dalam diri Jicko mendidih r

  • Istri Manis Tuan Jicko   88 — End

    Setahun berlalu. “Mama enggak ikut?” Jicko bertanya. Pagi itu anaknya dan menantu mau pergi keluar. Mengajak si kecil jalan-jalan. Umurnya sudah setahun. Sudah bisa diajak ke mana-mana. Dalam gendongan sang Papa. Sudah rapi. Wangi pula. “Enggak. Kalian aja. Mama enggak bisa pergi hari ini. Tante kamu mau ke sini hari ini. Kasihan dia, sudah jauh-jauh terbang dari Amerika sana tapi enggak ada yang nyambut.” “Yah. Padahal seru kalau Mama ikut.” Ameera menyahut. “Ini waktu kalian, sayang. Mama enggak mau ganggu.” “Mama beneran enggak bisa ikut?” tanya Jicko lagi. Memastikan. Mama cepat menggeleng. Mama benar-benar tidak bisa pergi. Mama harus menjamu Tante yang akan tiba siang ini.”“Ya sudah deh. Kalau gitu, Jicko berangkat ya, Ma. Kalau ada apa-apa, langsung telepon Jicko. Biar kami bisa pulang kalau Mama butuh bantuan.”“Hush. Ada bibi. Mana mungkin Mama kenapa-kenapa. Berangkat sana, nanti kesiangan.” Maria mengusir halus. Menantu dan anaknya langsung bergegas. Mobil sudah sia

  • Istri Manis Tuan Jicko   87 — Papa Sibuk

    Hari Rabu tiba. Begitu masuk ke kantor, Jicko langsung diberondongi banyak dokumen. Tya dan Anda menghadap ke meja kerja bos besar mengingatkan kalau hari ini rapat penting akan diadakan. Ia berjanji begitu dua pekan lalu, sebelum ambil cuti. “Semuanya sudah siap, Pak. Mau ke sana langsung?” Tya memberitahu. Jicko melirik dokumen di depan mukanya sebentar, sebelum akhirnya menganggukkan kepala. Berdiri, mendorong kursi kerja ke belakang. “Semua jajaran direksi sudah tiba di ruang rapat?” tanya Jicko. Dua sekretarisnya mengikuti langkah orang itu. Mereka sudah berjalan menuju ke lift, turun ke satu lantai di bagian bawah ruangan kerja Jicko. “Sudah, Pak. Semua sudah datang. Tinggal menunggu Anda lagi.” Tya menjawab pertama. Pintu lift terbuka. Beberapa karyawan menyapa ramah di lorong menuju ruangan rapat. Beberapa lagi menuntun menuju ke tempat besar itu. “Silakan, Pak,” kata karyawan. Tangan membuka pintu untuk sang bos besar. Beberapa petinggi perusahaan berdiri begitu meli

  • Istri Manis Tuan Jicko   86 — Perlu Debat Kecil

    Pagi ini, cuaca mendung. Angin bertiup kencang. Baju yang dikenakan Ameera dan Jicko berkibar-kibar. Awan hitam menutupi langit di atas pemakaman Beverly hills county. Ameera duduk di depan pemakaman Gino yang sudah dicor beton. Sedangkan Jicko memayungi sang istri. Diletakkannya buket bunga di sana. Mereka hari ini berkunjung. Sesuai permintaan Ameera beberapa hari lalu pada Maria. Sehingga ketika dia mendapatkan waktu untuk berkunjung, anaknya akan diasuh oleh sang mertua. “Kak. Aku dateng hari ini. Aku berkunjung ke tempat kakak. Sekalian berkunjung ke pemakaman ayah dan ibu.” Ameera bergumam pelan. Memberitahu, maksudnya. Hujan rintik-rintik mulai luruh. Airnya tumpah di atas badan Jicko dan Ameera sebatas pinggang. Angin kian bertiup kencang. “Seminggu lalu aku sudah lahiran. Laki-laki. Anakku laki-laki. Dia sehat sekarang. Maaf kalau aku dateng enggak bawa dia ke sini. Karena dia belum bisa diajak bepergian. Tapi nanti kalau dia sudah sudah bisa jalan, aku bakal bawa dia k

  • Istri Manis Tuan Jicko   85 — Hari Lahiran

    Waktu melahirkan sudah tiba. Ameera dalam kondisi bersiapnya. Dokter yang membantu telah siaga. Malam ini pukul satu. Jam melahirkan yang sangat menyebalkan. Udara juga dingin, menusuk pori-pori. Jicko menemani istrinya di ruang bersalin. “Tarik napas dalam-dalam, hembuskan. Tarik lagi, hembus lagi. Lalu dorong. Dorong Bu, sekuat tenaga.” Dokter memberi aba-aba dan arahan. Ameera menuruti perintah sang dokter. Ditariknya napas dalam-dalam. Bahkan sampai penuh rasanya paru-paru. Peluh membanjiri badan. Rasanya tak menyenangkan sama sekali dalam kondisi ini. Rambut juga terasa lepek. Bak orang keramas ulah keringat yang bercucuran. “Tarik napas lagi, Bu. Lebih dalam. Lalu hembuskan. Yak ..., dorong kuat.” Dokter kembali mengintruksi. Ameera masih mengikuti apa perintah dokter melahirkan itu. Jicko memegang erat tangan istrinya. Tidak dilepaskan. Dia penyemangat di sana. Muka pria itu sesekali terlihat tegang. Ini sesuatu yang baru baginya. Menyaksikan perempuan melahirkan. Sekaligu

  • Istri Manis Tuan Jicko   84 — Cuti Melahirkan

    Hari-hari berlalu. Semuanya mulai terlupakan. Mulai direlakan. Ameera juga sudah keluar dari zona sedih. Hidup masih berlanjut. Masih ada hari esok. Jadi tidak baik berlarut-larut dalam kesedihan. Perlu diingat, dia masih punya keluarga yang harus diperhatikan. Ada suaminya. Ada Mama mertua. Ada calon anak yang harus diurus. Buat apa dia memendam semua itu? Tidak ada gunanya. Itu tidak akan membuat Gino bangkit dari kubur. Sebaliknya, lebih baik fokus pada hari ini dan kedepannya. Itu prinsip Ameera saat ini. Sekarang pukul sembilan. Jicko baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Memeriksa dokumen peluncuran produksi mobil listrik keluaran terbaru. Seharusnya hari ini rapat tinggi tingkat direksi. Namun Jicko meminta semua itu ditunda. Lagian, dia bosnya. Mau apa mereka kalau Jicko menolak atau membatalkan rapat penting. Dia sesuka hati bisa melakukan apapun pada perusahaannya. Jika tidak senang, bisa angkat kaki dari Linux Inc. Mudah bukan? Mengganti CEO, CFO bahkan sampai jajaran

  • Istri Manis Tuan Jicko   83 — Hadiah Terakhir Ibu

    Masih di hari yang sama. Waktu berpindah setengah jam berikutnya. Di kamar Jicko dan Ameera. “Ra, aku tahu kamu butuh waktu sendiri. Tapi mau bagaimanapun, aku sebagai suami, enggak bakal biarin kamu sendirian, Ra. Aku enggak bakal biarin itu terjadi.” Jicko berkata tegas. Ameera mengulum senyum. Dia mengiakan kata-kata suaminya. Ameera berdiri dari duduknya di pinggir ranjang tidur. Melangkah mendekati Jicko, lantas memeluknya. Jicko bersiap. Langsung dibelainya rambut sang istri. Pelukan itu hangat. Ameera sempat menangis lagi, dalam diam. Tetapi dia berhasil mereda segalanya. Jicko kemudian teringat ucapan ibunya satu jam lalu. “Tolong jangan ceritain kisah ini ke Ameera,” kata Maria waktu mereka berbincang di gazebo taman pemakaman. Jicko mengangguk. Dia akan menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Jicko bertanya-tanya, kenapa Mama melakukan semua ini. Namun yang pasti, Mama hanya mengatakan bahwa ini semua demi Ameera. Dia tidak mau membuat anak itu sakit hati atas apa yang terja

  • Istri Manis Tuan Jicko   82 — Agnes Datang Lagi

    “Biarkan Ameera di sana sebentar. Kamu ikut Mama. Ada yang mau bilang sama kamu.” Maria berkata pada anaknya. Jicko menurut. Diikuti langkah kaki sang ibu. Meninggalkan Ameera yang masih terisak pilu di depan pusara sang kakak. Di samping tempat peristirahatan terakhir ibunya dan sang ayah. Mereka telah beristirahat dengan damai, menemui Tuhan di akhirat sana. Berkumpul di tempat yang sama. Maria membawa Jicko ke gubuk beton (gazebo pemakaman) di pekuburan Beverly Hills county. Di sana mereka hanya berdua, bicara empat mata. Face to face. Jaraknya puluhan meter dari liang lahat Gino. “Mama mau bilang apa?” Jicko bertanya begitu mereka sampai di gazebo marmer putih itu. “Rahasia yang puluhan tahun Mama sembunyikan dari kamu.” Maria menjawab santai. Tapi jelas bahwa Maria tidak terlihat tenang saat itu. Waktu itu mereka memakai baju serba hitam. Jicko dengan setelan jas dan kemeja hitam, sedangkan Ameera dan sang Mama memakai dress dengan payet mengilap. Khas orang-orang yang perg

DMCA.com Protection Status