Sri dan Rahman masuk ke dalam ruang perawatan Sofia. Putrinya terus bertanya mengenai bayinya dan tentu saja mengenai keberadaan Eril. Selang infus dan kateter yang menempel di tubuhnya sudah di lepaskan oleh perawat. "Bapakmu sepertinya lelah. Sekarang istirahatlah, Sofia!" Titah Sri saat Sofia bertanya mengenai tingkah ayahnya yang menyebut jika Eril adalah pria berengs*k. Sofia manut dan berusaha beristirahat kembali. Tapi mata wanita itu tak kunjung terpejam. Ia begitu memikirkan bayinya. Ada perasaan gelisah yang tidak bisa ia jelaskan. "Bu?" Sofia memanggil ibunya yang duduk di sofa yang ada di dalam kamar perawatan dirinya. "Ada apa, Nak? Butuh apa?" Tanya Sri dengan sigap. Rahman pun sudah masuk kembali ke dalam ruang perawatan putrinya setelah emosinya mencair. "Sofia ingin menyusui bayi, Sofia. Bisa ibu bawakan kursi roda?" Pinta Sofia dengan halus. Sri langsung menoleh pada suaminya. "Bu, lebih baik jujur saja! Sofia ibunya dan wajib tahu!" Rahman ingin segera be
Jenazah bayi Sofia dan Eril sudah dimandikan dan dikafani. Bayi itu akan segera dimakamkan sesuai instruksi dari Bu Laksmi. Rencananya bayi yang diberi nama Ashaka Arshalan itu akan dimakamkan di makam keluarga milik Bu Laksmi yang terletak tak jauh dari rumahnyam Tepatnya Arshaka akan dikebumikan di sebelah makam ayahanda Eril yang sudah tiada.Semua pelayat silih bergantian hadir ke rumah duka, tak terkecuali keluarga Lily. Gadis itu hadir bersama dengan kedua orang tuanya. Bu Laksmi sangat takjub dan bangga melihat orang tua Lily datang mengunjungi kediamannya, terlebih melihat mobil yang mereka gunakan. Andai saja Lily menjadi istri Eril, pasti Eril pun akan mendapatkan status sebagai menantu dari kepala desa."Kami turut berduka ya, Bu?" Ibu dari Lily yang bernama Tika berucap sembari duduk di depan putra Eril yang sudah di masukan ke dalam keranda."Terima kasih, Bu Kades," jawab Bu Laksmi dengan ramah. Ia paksakan agar air mata menitik agar wanita di hadapannya melihat kerapuha
Tiga hari dirawat, selama itupun Eril tak menunjukkan batang hidungnya. Hari ini adalah hari terakhir Sofia di rumah sakit. Tubuhnya sudah fit dan bugar, walaupun ia masih tertatih untuk berjalan. Sofia tak sabar untuk mengunjungi makam anaknya, ia hanya menatap video yang diberikan Rahman saat Rahman menjenguknya di ruang NICU saat itu. "Anakku sayang!" Lirih Sofia seraya mengusap layar ponsel milik sang ayah. "Sabar ya, Sayang. anakmu sudah bahagia di alam sana. Di sana ia minum susu banyak sekali sampai kekenyangan," hibur Rahman yang membuat Sofia semakin menangis tergugu. "Sayang, jangan begini! Hidup kamu harus berjalan, Nak!" Sri mendekati Sofia, ia lalu memeluk putrinya dengan sayang. "Jika memilih, biar aku saja yang pergi dari pada anakku, Bu," isaknya memprihatinkan. "Tidak, Sayang. Jika kamu yang pergi, anak kamu lebih hancur, Nak. Dia sangat membutuhkan ibunya, dan semua itu tak mudah. Sudahlah, Nak! Jangan terus meratapi nasib. Nyebut, Nak. Inii sudah takdir
Sofia menatap hamparan sawah yang luas. Ia tampak menikmati angin yang berhembus menerpa wajahnya dengan pelan. Sejenak ia bisa melupakan segala kemalangan hidupnya. Wanita yang akan berstatus sebagai janda itu memejamkan matanya. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya agar mampu menghilangkan sesak pada dadanya. "Kamu makan dulu ya, Nak?" Sri menghampiri putrinya dan duduk di sebelahnya. Tak lupa ia membawa nasi hangat dan juga sup ayam yang menjadi menu andalannya saat Sofia sedang sakit. "Ibu, Sofia bukan anak kecil lagi! Nanti Sofia bisa ambil makannya sendiri, Bu," Sofia membuka kedua matanya dan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan terkena terpaan angin. "Kalau nunggu kamu ambil sendiri, bisa-bisa sore kamu baru ambil nasi. Kamu kan masih dalam tahap pemulihan, Nak. Jadi, asupan kamu harus di jaga ya?" Sri menyendokan nasi dan sup ayam itu ke mulut Sofia. "Sofia bisa makan sendiri, Bu. Ibu jangan terlalu memanjalkan Sofia!" Sofia tersenyum kemudian mengambil piring
Dokter Reynard baru saja melepas jas legitimasi medisnya yang berwarna putih khas dokter. Pria itu mengemudikan mobilnya membelah jalanan kota yang mulai padat karena banyaknya pengendara yang pulang selepas mengais rejeki untuk keluarga. Perdebatan antara keluarga Sofia dan keluarga Eril mengusik pikirannya. Apalagi ketika mendengar suami Sofia mengikrarkan talak. Entah mengapa hatinya merasa bahagia. Entah bahagia karena apa, Reynard pu tak paham. Namun Reynard menduga ia bahagia karena wanita sebaik Sofia akan terlepas dari pria yang tak bertanggung jawab seperti Eril dan keluarganya. Ya, mungkin karena itu, dan tak lebih. Saat keluarga Sofia terkejut dengan nominal biaya operasi, Dokter Reynard sudah berniat untuk membiayai semua perawatan Sofia dan bayinya dengan uang pribadinya. Namun setelah kedatangan suami Sofia, Reynard mengurungkan niatnya. Ia ingin tahu sejauh mana suaminya memperjuangkan Sofia dan buah hati mereka.Namun semua di luar dugaannya, Eril malah menjadikan b
Malam hari keluarga Bu Laksmi sedang membahas mengenai rencana untuk melaporkan Rahman ke polisi dengan tuduhan penganiayaan. Semua anggota keluarga Bu Laksmi sangat setuju dengan ide itu, kecuali Dicky yang menentang."Jangan begitulah, Ril! Pak Rahman mukul kamu kan memang itu semua salah kamu. Kamu engga ingat kata dokter anak yang tanganin almarhum bayi kamu?Bayi kamu itu kekurangan nutrisi. Kamu juga bikin ibunya stres mulu!" Dicky menyauti pembicaraan."Engga bisa gitu, Kak. Kekerasan tidak dibenarkan. Dafa akan menyiapkan lawyer terbaik untuk mendampingi Kak Eril," Dafa berucap, sok-sok menjadi pahlawan kesiangan. "Sayang, makasih," Mega mencium pipi Dafa di hadapan semua orang. Bu Laksmi tak kalah bangganya karena menantunya itu cukup bisa diandalkan."Terima kasih, Dafa. Aku hargai. Aku memang harus memberikan pelajaran pada Pak Rahman. Agar dia tahu berhadapan dengan siapa," balas Eril dengan teganya. "Ingat, Ril! Itu Bapak mertua kamu. Bapak yang besarkan Sofia dari bayi.
Intan pulang dari kantor langsung membanting tas kerjanya ke sofa. Hari ini ia kesal dengan teman-temannya yang terus memuji Vebby karena kerja naik mini Cooper terbaru. Hatinya sangat panas, ia ingin membeli mobil yang sama untuk menyaingi teman kantornya itu. "Ada apa, Ma? Kok pulang-pulang marah-marah?" Dicky yang baru saja pulang dari kantornya pun heran melihat wajah masam sang istri. Ia sudah cukup pusing dengan kelakuan keluarganya akhir-akhir ini, ditambah lagi dengan sikap uring-uringan istrinya. "Itu lho, Pa! Temen kantor Mama beli mini Cooper baru dan tiap hari dipamerin ke kantor. Kaya sengaja banget mau flexing dengan pake tuh mobil tiap hari!" Intan duduk di sofa seraya menyedekapkan tangannya di dada. "Lha, bagus dong! Berarti temen kamu itu udah mapan dan dia memanfaatkan barang yang dia punya biar kepake," jawab Dicky santai, ia duduk di sofa yang bersebrangan dengan Intan. Mereka memang pulang dari rumah Bu Laksmi tadi malam karena Dicky tidak ingin bermalam
Bu Laksmi mengantarkan Eril untuk melakukan visum di kantor kepolisian. Sebenarnya awalnya hati Eril terasa gamang. Akan tetapi, hatinya mantap untuk melaporkan bapak mertuanya atas desakan dari Lily. Lily berkata jika Rahman patut untuk diberikan pelajaran. "Kenapa ya orang orang susah selalu aja menyelesaikan masalah pake kekerasan dari pada pake otak?" Ucap Lily yang saat ini sedang mengompres luka memar di sudut bibir Eril dengan air hangat. Kini mereka sedang ada di rooftop kantor untuk makan siang seperti biasanya. "Ya begitulah," Eril menyusuri wajah mantan kekasihnya itu dengan matanya. Ia menatap bibir berwarna merah itu. Masih ingat jika bibir mereka pernah bertemu saat keduanya berada di dalam mobil. "Padahal kalau masih nyeri, engga usah berangkat kerja dulu, Er," Lily dengan telaten masih mengompres luka di sudut bibir Eril dengan sapu tangan yang ia bawa. Sedangkan air hangatnya ia bawa dari dispenser kantor. "Engga enak kalau kelamaan izin, Ly," jawab Eril seray
Mega menatap jendela di ruang tamu, hatinya begitu gelisah saat sang suami belum juga pulang. Malam telah larut, namun tak menyurutkan Mega untuk menunggu kepulangan Daffa. Mega tersenyum getir saat melihat foto pernikahannya terpajang di tembok ruang tamu. Nyatanya kehidupan rumah tangganya sangat berbeda dengan pose dirinya dan Daffa yang begitu mesra saat di foto itu. Kehidupan Mega seakan tak menemui titik terang, semakin hari ia semakin jauh dari Daffa. Apalagi kini Daffa memilih untuk resign dari maskapai yang telah memperkerjakannya selama lima tahun. Mega melarang keras Daffa untuk resign dari sana. Namun, Daffa tak mendengarkan saran dan penolakan dari istrinya. Pria itu mantap untuk resign dan memasukan lamaran ke maskapai yang lebih terkenal dan menjanjikan. Setelah resign Daffa sering menghabiskan waktunya di luar. Tak ada waktu untuk Mega kini. Pria yang sebentar lagi akan menjadi ayah itu seakan sibuk dengan dunia barunya. Tanpa Mega ketahui, Daffa kini sedang dimabuk
Eril mengacak rambutnya frustasi. Semenjak kepulangannya dari klinik bidan, Lily tak kunjung mau menyusui anak mereka yang diberi nama Renata Annida itu."ini bayi kamu lapar!!" Sentak Eril sekali lagi."Aku engga bisa nyusuin bayi itu, Er. Setiap kali aku netein dia, aku kaya mau ngelempar dia!!" Ucap Lily dengan wajahnya yang tanpa dosa."Gila ya kamu, Ly! Anak kamu kelaparan ini!! Kalau kamu engga mau ngurus dia, mending kamu pergi dari sini!! Dasar wanita engga guna!" Eril mengusir Lily.Eril sendiri kini sedang berusaha menenangkan bayinya yang sedang menangis kejer itu. Lily memang tidak mau menyusui bayinya dengan alasan dia terkena baby blues. "Cup cup, Nak!!" Eril memberikan susu di dalam dot yang sudah ia seduh tadi. Pria itu menyusui sang putri dengan cekatan. Eril juga sudah menghabiskan masa cutinya untuk mengurus bayinya itu. Padahal Lily hanya berkilah. Ia tidak mengalami baby blues sama sekali. Lily hanya tidak ingin p*yudaranya kendor karena menyusui Renata. Tujuan
Sofia berjalan menuruni tangga, ia melihat semua keluarga Reynard sedang duduk memutari meja makan yang berbentuk bulat. Ya, sudah dua hari ini Sofia menginap di rumah Dokter Ali. Ia ikut berpartisipasi merayakan pernikahan Rangga dan Paula. Setelah pernikahannya di sebuah hotel mewah, Rangga dan Paula diharuskan menginap di rumah Dokter Ali sebelum mereka pindah. Dokter Bagus dan Dokter Ali memberikan dana kepada pasangan suami istri itu untuk membeli rumah di sebuah perumahan elite sebagai hadiah pernikahan mereka. Tentunya Rangga dan Paula menerimanya dengan senang hati, mereka merasa bebas jika hidup berdua saja. Tak akan ada orang yang curiga jika mereka tidak saling mencintai satu sama lain. Paula dan Rangga baru saja keluar dari dalam kamar mereka. Rambut mereka terlihat basah, membuat Ghina dan Dokter Ali melontarkan godaan kepada pasangan suami istri itu. Paula dan Rangga segera duduk di kursi makan untuk memulai sarapan mereka. "Sayang, kamu cantik sekali!" Puji Reynard s
Sebelum berbulan madu, Sofia menyematkan diri untuk datang ke kediaman Dicky dan Intan. Ia memang belum menjenguk Arsya dan Arsyi karena kesibukannya selama ini. Sofia berangkat sendiri karena sang suami harus bekerja sebelum mereka pergi berbulan madu. Sofia membawa buah tangan yang tak sedikit. Wanita itu masih mengingat apa saja yang menjadi kesukaan kedua keponakannya. Sofia kemudian memarkirkan mobil mewahnya di kediaman Intan dan Dicky. Kedatangannya sudah disambut oleh Intan dan Dicky. Mereka memang mendengar ada deru mobil yang masuk ke pekarangan rumah. Akan tetapi, mereka begitu terkejut jika yang datang adalah Sofia. "Kak?" Sofia turun dari mobilnya dengan tersenyum. Intan dan Dicky menatap mantan adik iparnya itu dengan tak terbaca. Dalam hati, Intan sangat takjub karena kini Sofia amatlah cantik dan amat berbeda dengan Sofia dulu. Dahulu Sofia hanya bisa memakai pakaian lusuh dan tanpa make up. Sekarang penampilan cucu konglomerat itu begitu membuat siapa pun pangling.
Bidan menyerahkan bayi berjenis perempuan itu pada Lily. Mata Lily berkaca-kaca. Ia menatap putrinya dengan sedih. Sedih karena ia akan meninggalkan bayi malang itu bersama Eril saja. Lily akan pergi sejauh mungkin karena ia tak sanggup lagi hidup bersama sang suami. Lily akan menjemput kebahagiaannya sendiri.Lily mengusap air matanya yang jatuh. Impiannya bukan melahirkan seperti ini. Impiannya dulu adalah melahirkan di rumah sakit dengan kelas VIP dan ditemani Eril dengan penuh cinta. Eril hanya memandang Lily dengan dingin seolah tak ada rasa khawatir dengan keadaan Lily. Ia hanya memperhatikan putrinya. Bidan pun mengambil kembali sang bayi agar Eril bisa mengazaninya. Eril mengazaninya dengan takzim. Hatinya begitu tersayat kala mengingat anak pertamanya dengan Sofia yang tiada. Andai saja anak itu masih ada pasti sekarang Eril sedang berbahagia dengan Sofia. Andai saja.Selesai mengazani, bayi yang belum diberi nama itu dibedong oleh bidan dan di simpan di box bayi. Eril pun b
Eril yang baru pulang dari kantor merasa aneh melihat plastik buah yang berserakan di atas kasur. Gegas ia melihat bungkus buah itu. Matanya terbelalak karena melihat harga-harga yang menempel di plastik buah dengan harga yang fantastis. Rahangnya menegang karena menyangka Lily membelanjakan uang makan mereka hanya demi membeli buah-buahan yang menurut Eril tak terlalu penting. "Ly! Lily!" Panggil Eril, ia celingukan mencari keberadaan sang istri. Dilihatnya Lily tang tengah duduk di kursi makan usang. Ia memegang ponselnya seraya tersenyum sendiri. Eril menatap tajam sang istri yang tengah asyik dengan ponselnya, ingin rasanya ia melempar ponsel milik Lily. Bagaimana tidak emosi, pulang bekerja bukannya disambut, tapi Lily asyik dengan dunianya. Eril jadi merasa tak dianggap. Apalagi kemarahannya menjadi berlipat ketika Eril mengingat plastik buah yang tercecer dan nominal yang sangat besar di plastik itu. "Bagus ya, suami pulang kerja bukannya disambut. Malah HP terusss!!" Ceroco
Pernikahan Paula dan Rangga digelar di Ballroom hotel berbintang lima. Semua kerabat Paula dari dalam negeri maupun di luar negeri turut menghadiri undangan, begitu pun dengan Dokter Ali. Semua kenalannya di undang demi memeriahkan pesta sang anak kedua agar tak kalah meriah dari resepsi Reynard dan Sofia. Sofia turut hadir bersama sang suami. Ia pun memboyong kedua orang tuanya dan kakeknya Hartanto. Mereka dijamu dengan begitu mewah dan hangat. Bahkan Dokter Ali memberikan meja VIP untuk keluarga Sofia, karena Dokter Ali ingin sekali menjamu keluarga besannya dengan sangat baik. Pernikahan Paula dan Rangga mengusung tema modern. Berbeda sekali dengan Sofia dan Reynard yang mengusung adat Sunda yang sangat kental. Paula memang bersekolah dan tumbuh di luar negeri. Maka tak heran, konsep pernikahannya pun mengusung modern ala-ala western, tapi masih dengan kostum yang sopan namun elegan. Paula memakai dress yang memperlihatkan lekukan tubuhnya, namun tidak terlalu ketat. ia tak su
Sofia baru saja selesai berdandan. Hari ini ia akan menemui Reynard, suaminya. Sofia akan membawakan bekal makan siang yang sudah ia masak dengan menu spesial. Wanita cantik itu telah cantik dengan dress dan polesan make-up yang natural. Selesai berdandan, Sofia segera berjalan menuju carport dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit swasta terbesar di kota itu. Sofia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali wanita cantik itu bernyanyi mengikuti alunan lagu yang berdendang di tape mobilnya. Hidup Sofia kini jauh lebih bahagia, ia pun selalu mensyukuri apa yang ia punya sekarang. Keluarga dan Reynard lah yang membuat hidupnya terasa lengkap. Rahman, Sri, dan Hartanto selalu memanjakannya. Meskipun mereka sudah berbeda rumah, namun setiap satu bulan satu kali mereka akan menyempatkan diri menghabiskan waktu bersama Sofia. Begitu pun dengan sang suami, di tengah kesibukannya sebagai dokter dan calon pemimpin rumah sakit, Reynard selalu memperhatikan dan memanjakan Sofia.
Rizal memulai pekerjaannya sebagai dokter gigi di puskesmas yang ada di Kabupaten Sumbawa , Nusa Tenggara Barat. Pria itu tersenyum menatap suasana kerjanya yang baru. Pikirannya kini terasa damai. Rizal memang bertekad akan memulai hidup baru yang lebih baik tanpa bayang-bayang masa lalunya yang amat pahit. Matanya sedikit mengembun kala mengingat sang ibu. Sebenarnya berat hati meninggalkan Bu Laksmi yang kini hidup sendirian dan dijauhi semua anaknya. Akan tetapi, hatinya yang lain masih merasakan kecewa yang amat dalam saat sang ibu terang-terangan lebih memilih Mega dan Daffa dari pada dirinya. Luka di hati Rizal itu belum juga mengering. Entah kapan akan sembuh secara sempurna, yang pasti Rizal ingin menyembuhkan luka itu sepenuhnya dengan hidup di tempat yang baru. Untaian doa selalu ia curahkan untuk sang ibu. Rizal memulai hari pertamanya bekerja dengan antusias. Ia menyambut ramah pasien pertamanya yang ingin menambal giginya yang berlubang. Rizal melayani dengan sepenuh ha