Sepulang dari rumah sakit, Reynard menjemput Sofia di rumahnya. Hari ini ia ingin mengajak Sofia bertemu dengan Ghina dan Dokter Ali di kediamannya. Meskipun sudah lamaran, namun Sofia jarang sekali bertandang ke kediaman Dokter Ali dan Ghina. Sofia hanya sekali mendatangi rumah mewah itu. Tepatnya saat Ghina mengajaknya untuk membeli hantaran untuk lamaran.Setelah meminta izin pada Sri dan Rahman, Reynatd membawa Sofia ke rumahnya. Mereka terlibat obrolan seru di dalam mobil. Namun Sofia merasakan ada yang berbeda dengan Reynard. Pria itu sedikit pendiam, tak seperti biasanya yang selalu membahas apa saja. Bahkan pembahasan yang tidak penting pun akan Reynard bicarakan. "Rey, kamu kenapa? Apa kamu kepikiran dengan ucapan Bu Laksmi kemarin?" Tebak Sofia menatap Reynard. Ia begitu mengenal Reynard dari SMA, hingga tahu penyebab Reynard menjadi sedikit pendiam. "Aku hanya takut kamu terpengaruh dengan ucapan mantan mertuamu, Sofia. Terus terang aku takut," Reynard tersenyum kecut. Se
Rizal baru saja keluar dari gedung tes. Ia memang baru menjalani tes kompetensi dasar agar lolos menjadi seorang pegawai negeri sipil. Rizal tersenyum karena tadi ia tidak menemukan kesulitan yang berarti. Tes-tes yang terdiri dari TWK, TIU dan TKP itu dikerjakannya dengan sangat baik. Tinggal menunggu hasil apakah Rizal bisa ikut seleksi kompetensi bidang atau tidak. Rizal berserah diri, dirinya sudah berikhtiar dan tentunya berdoa. Pria itu pun segera pulang ke rumah Dicky. Sesampainya di rumah sang kakak, Rizal di sambut oleh perdebatan kecil antara kakak sulungnya dan Intan. Rizal yang melihat hal tak biasa itu kemudian mendatangi kedua kakaknya. "Assalamualaikum. Aku pulang!" Ucap Rizal yang mengakhiri perdebatan antara sepasang suami istri itu. "Wa'alaikumsalam," ucap keduanya dengan salah tingkah. Rizal pun terheran-heran ada apa sebenarnya dengan Dicky dan Intan? Rizal menatap wajah keduanya yang tampak canggung. "Gimana tesnya, Zal?" Dicky berbasa-basi. "Alhamdulillah a
Hartanto mendapatkan laporan jika salah satu televisi miliknya sedang mengalami pailit. Memang sebelum bergabungnya Rahman, chanel televisi itu sudah diambang kebangkrutan. Hartanto dibuat pusing tujuh keliling karenanya. Walaupun ia sudah menyerahkan semuanya pada Rahman, namun tetap saja, ada rasa khawatir yang terselip dalam hati. Hartanto begitu takut jika Rahman akan merasakan kesulitan yang berujung kegagalan saat memimpin perusahaannya. Hartanto mempunyai empat stasiun televisi terbesar di negeri ini. Namun salah satunya, harus diambang pailit karena televisi itu sepi audiens. Empat televisi itu satu naungan dalam satu manajemen yang sama. Sore ini, pengusaha sukses itu memanggil Rahman untuk bertanya mengenai perkembangan stasiun televisi itu. Pasalnya, sudah satu bulan ini Rahman yang mengurus segalanya. Hartanto ingin tahu, laporan dari putranya langsung. Rahman memasuki ruang kerja Hartanto. Aroma buku dan pemandangan buku-buku tebal yang berjejer seakan menyambut kedatan
Sofia melangsungkan acara siraman hari ini. Semua terlihat fokus dengan acara yang dilakukan secara mewah dan khidmat itu. Begitu pun dengan Hartanto yang menghadiri acara penting cucu satu-satunya itu. Hartanto dan Rahman sampai rela tak menghadiri beberapa acara penting di perusahaan. Semua demi Sofia. Seorang MC dari artis papan atas tanah air muncul mengawali acara. Dengan kostum adat sundanya itu, MC menyapa para tamu yang hadir dan mengawali acara dengan mengucapkan bismillah. Serangkaian upacara telah disiapkan. Acara ini pun dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga saja yang hadir. Acara pertama di awali dengan kedatangan Sofia yang digendong oleh Bu Sri dengan gendongan jarik. Walaupun Sofia tidak benar-benar digendong. Sofia hanya berjalan dan dililit pinggangnya oleh kain jarik. Begitu pun dengan Rahman yang menunggunya di depan dan melepaskan ikatan kain jarik itu antara Bu Sri dan Sofia. Ini berarti bahwa sang ayah telah melepaskan tanggung jawabnya dan digantikan
Lily berkacak pinggang di hadapan Eril. Suaminya itu kini menatap Lily dengan malas. Sudah tidak ada rasa cinta setitik pun di hati Eril pada Lily. Bukan cinta, mungkin hanya nafsu sesaat padanya dulu. Nafsu yang membutakan dirinya hingga ia harus menelantarkan Sofia dan calon buah hatinya. Kini pria itu pun menyadari jika kematian sang putra adalah kesalahannya yang lalai sampai bayi itu pun meregang nyawa. "Mau apa kamu kerumah ini lagi, Ly? Berhenti membuat kekacauan di keluargaku!" Bentak Eril. Kepalanya terasa berdenyut melihat kehadiran Lily. "Mau apa kamu bilang? Hei, aku ini istri kamu, Eril! Aku berhak ke sini kapan aja," Lily berteriak.Emosinya ketika ditampar Jamal belumlah reda. Sehingga ia datang ke rumah Bu Laksmi untuk melakukan serangan balasan pada Mega. "Eh, Eh! Ada apa ini ribut-ribut?" Bu Laksmi keluar dari dalam kamarnya disusul oleh Mega yang mendengar keributan itu terjadi. Mega memang tinggal di rumah Bu Laksmi karena kehamilannya memang lumayan merepotkan
"Bukan begitu, Ril!" Sela Bu Laksmi, ia pun ketar-ketir melihat Eril sudah terlihat muak padanya. Bu Laksmi memang sangat menyayangi Mega, salah satu alasannya dahulu suami Bu Laksmi menginginkan seorang anak perempuan. Ketika ia melahirkan Dicky, Bu Laksmi merasa kecewa karena anak yang dilahirkannya seorang anak lelaki. Begitu pun ketika melahirkan Rizal dan Eril. Hingga ia hamil kembali dan melahirkan Mega. Kebahagiaannya lengkap sudah karena mempunyai anak perempuan yang begitu mereka idamkan. Bu Laksmi pun sangat memanjakan Mega karena dia adalah anak bungsu. Maka dari itu tak heran, Bu Laksmi selalu membela Mega walau Mega adalah perempuan yang arogan dan menyebalkan."Ril, kamu ini sudah dipengaruhi Lily. Tidak ada yang ingin menjatuhkan kamu. Apalagi Mega!" Bela Bu Laksmi sekali lagi. "Sudahlah, Bu! Memang benar kok, aku ini kena karma gara-gara Kak Eril. Biarkan saja dia, Bu! Biar dia menikmati rasanya viral dan dicemooh oleh orang lain. Biar dia pun menikmati gimana punya
Bu Laksmi merasa heran karena ada petugas bank yang datang ke rumahnya. Wanita paruh baya itu mempersilahkan kedua pria yang ada di hadapannya untuk duduk. Tak lupa ia pun memberikan minuman teh dan cemilan sebagai jamuan kepada tamu. "Jadi, ada maksud apa Bapak-Bapak ini datang kemari?" Tanya Bu Laksmi penasaran. Ia duduk di seberang kursi yang diduduki oleh kedua pria itu. "Kami kesini ingin menagih angsuran kredit ibu yang sudah masuk jatuh tempo. Sudah dua minggu ini ibu tak membayar cicilan. Bahkan tak mengindahkan peringatan kami saat kami mengirim surat penagihan ke rumah ibu!" Jelas salah satu pria yang mempunyai brewok. Bu Laksmi menganga. Ia merasa terkejut karena ada orang bank yang menagih ke rumahnya. Bu Laksmi memang memiliki angsuran ke Bank karena menggadaikan sertifikat tanah dan rumah ke bank lalu meminjam kembali untuk melakukan renovasi besar-besaran rumahnya dulu. Angsuran itu setiap bulan rutin di cicil oleh Dicky, dan kini tersisa beberapa bulan lagi menuju
Rizal menyerahkan segala urusan perceraiannya kepada pengacara yang telah ia tunjuk. Pada tahap mediasi tempo hari pun terasa sangat alot, karena pihak dari Rizal keukeuh untuk bercerai dari istrinya, sedangkan pihak Delia berusaha mati-matian agar mempertahankan rumah tangga mereka. Hari demi hari Delia lalui untuk melunakan hati Rizal. Ia bagaikan pengemis yang mengiba akan cinta Rizal. Wanita itu melakukan berbagai cara agar pria yang ia cintai itu dapat kembali bertekuk lutut padanya sekali pun dirinya kehilangan marwah dan harga dirinya. Delia kesampingkan itu semua, yang penting Rizal kembali padanya, begitu pikirnya. Seperti hari ini, Delia terlihat cantik dengan tampilannya yang bak remaja. Pramugari itu memakai rok berwarna merah selutut yang dipadukan dengan sweater rajut berwarna senada. Wanita itu dengan pasti turun memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Intan dan Dicky. Ia memang tahu jika Rizal tinggal di rumah sang kakak. Delia dengan wajah berbinar keluar dari mobil