Bu Laksmi merasa heran karena ada petugas bank yang datang ke rumahnya. Wanita paruh baya itu mempersilahkan kedua pria yang ada di hadapannya untuk duduk. Tak lupa ia pun memberikan minuman teh dan cemilan sebagai jamuan kepada tamu. "Jadi, ada maksud apa Bapak-Bapak ini datang kemari?" Tanya Bu Laksmi penasaran. Ia duduk di seberang kursi yang diduduki oleh kedua pria itu. "Kami kesini ingin menagih angsuran kredit ibu yang sudah masuk jatuh tempo. Sudah dua minggu ini ibu tak membayar cicilan. Bahkan tak mengindahkan peringatan kami saat kami mengirim surat penagihan ke rumah ibu!" Jelas salah satu pria yang mempunyai brewok. Bu Laksmi menganga. Ia merasa terkejut karena ada orang bank yang menagih ke rumahnya. Bu Laksmi memang memiliki angsuran ke Bank karena menggadaikan sertifikat tanah dan rumah ke bank lalu meminjam kembali untuk melakukan renovasi besar-besaran rumahnya dulu. Angsuran itu setiap bulan rutin di cicil oleh Dicky, dan kini tersisa beberapa bulan lagi menuju
Rizal menyerahkan segala urusan perceraiannya kepada pengacara yang telah ia tunjuk. Pada tahap mediasi tempo hari pun terasa sangat alot, karena pihak dari Rizal keukeuh untuk bercerai dari istrinya, sedangkan pihak Delia berusaha mati-matian agar mempertahankan rumah tangga mereka. Hari demi hari Delia lalui untuk melunakan hati Rizal. Ia bagaikan pengemis yang mengiba akan cinta Rizal. Wanita itu melakukan berbagai cara agar pria yang ia cintai itu dapat kembali bertekuk lutut padanya sekali pun dirinya kehilangan marwah dan harga dirinya. Delia kesampingkan itu semua, yang penting Rizal kembali padanya, begitu pikirnya. Seperti hari ini, Delia terlihat cantik dengan tampilannya yang bak remaja. Pramugari itu memakai rok berwarna merah selutut yang dipadukan dengan sweater rajut berwarna senada. Wanita itu dengan pasti turun memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Intan dan Dicky. Ia memang tahu jika Rizal tinggal di rumah sang kakak. Delia dengan wajah berbinar keluar dari mobil
Sofia baru saja memeriksa gaun pernikahannya di butik Charlotte, butik yang terkenal di kotanya. Bahkan di tanah air butik itu selalu ramai oleh pesanan pengusaha atau artis papan atas. Seorang desainer bernama Charlotte yang berwajah blansteran itu mendesain gaun Sofia dengan sangat cantik dan detail. Model gaun untuk resepsi di rancang di bagian rok memanjang dan mengembang. Charlotte memberikan Lace yang dibeli dari luar untuk memadukan rok gaun Sofia itu. Untuk bagian atas, Charlotte memberikan sentuhan yang sangat apik dengan payet yang berharga puluhan juta rupiah permeternya dan dibentuk sesuai dengan lekukan tubuh Sofia, namun tak terlalu ketat. Sedangkan untuk akad, Charlotte mendesain kebaya tradisional, namun tampak sangat elegan dengan balutan adat Sunda. Wanita blansteran itu mengambil kebaya dan gaun yang berharga fantastis itu. Satu persatu ia berikan kepada Sofia untuk dicoba. Sofia menatap dirinya di cermin. Ia tersenyum dan merasa puas atas kinerja Charlotte dan t
Lily berjalan cepat ke arah Eril yang tengah makan di meja makan yang sudah usang di kontrakannya. Lily masih belum percaya ia bisa tinggal di tempat yang menurutnya mengerikan itu. Ia sudah datang ke kediaman kedua orang tuanya dan mengiba untuk tinggal di sana. Tapi Jamal masih sangat naik pitam dengan skandal sang putri yang membuat karier politiknya ikut hancur. Lily ditolak oleh sang ayah dengan keras. Sehingga Lily tak punya pilihan selain pulang ke kontrakan sepetak itu dan tinggal bersama suaminya. "Er, aku minta uang buat beli cream kulit aku," ucap Lily sembari duduk di hadapan suaminya yang tengah asyik makan sembari menatap layar gadgetnya. Eril memang memesan makanan dari G*food karena Lily tak kunjung bersedia memasak. Akan tetapi, pria itu hanya membeli satu porsi saja untuk dirinya."Er, cream kulit aku abis!" Ulang Lily. Lily memang teribasa membeli cream perawatan kulitnya dari dokter spesialis kulit. Ia sudah cocok dengan cream yang di resepkan oleh dokter langg
Seluruh butik gempar karena teriakan Charlotte. Mereka berlomba-lomba melihat gaun Sofia yang sudah banyak robekan itu. Para penjahit di sana pun menatap sedih gaun itu, karena mereka sering bekerja lembur untuk membereskan gaun pesanan cucu pengusaha terkenal itu."Siapa yang melakukan ini?" Mata Charlotte memerah. Ingin sekali tahu siapa orang yang kurang ajar merusak gaun hasil jerih payahnya. Ya, selama merancang gaun itu Charlotte sering menyendiri di ruangannya. Ia pun sampai lupa waktu makan dan berisitirahat hanya karena ingin customer merasa senang dan puas. Namun sekarang Charlotte harus menelan pil pahit ketika gaun rancangannya itu rusak dengan kerusakan yang cukup serius. "Saya juga tidak tahu, Nona. Sesudah menyimpannya di lemari, saya langsung turun ke bawah menyusul anda dan Nona Sofia," jelas Melly, sebagai asisten Charlotte. Wajahnya terlihat kebingungan karena setengah jam yang lalu gaun itu masih sangat bagus dan tak ada cacat sama sekali. "Ya ampun, kok bisa? S
Rizal dan Delia sudah dinyatakan resmi bercerai oleh hakim. Rizal mengucap syukur karena kini dirinya sudah benar-benar lepas dari wanita yang pernah mengisi hari-harinya itu. Dicky dan Intan pun menyambut Rizal dengan hangat. Mereka bahkan akan pergi makan-makan di resto sunda favorit Rizal sesudah dari pengadilan. Berbeda dari Rizal, Delia kini semakin terpuruk. Segala usaha ia lakukan untuk mendekati mantan suaminya itu hanya sia-sia. Pintu hati Rizal memang sudah tertutup dan ia tidak memberi kesempatan kedua lagi untuk Delia."Mas!!!" Delia berjalan cepat ke arah mobil Rizal saat mereka sudah ada di parkiran pengadilan agama."Ck, dia lagi," Intan memutar bola matanya dengan malas. Merasa tindakan Delia selalu saja mengganggu. Sedangkan Rizal, ia hanya menoleh sekilas dan membuka pintu mobilnya dengan cepat."Tunggu dulu!" Delia berlari dan menarik tangan Rizal. Membuat pria itu semakin tidak mengerti dengan sikap Delia. "Apa lagi?" Rizal menatap Delia dengan jengah."Aku engga
Setelah menerima uang hasil penjualan rumah dari Rizal, Delia memakai uang itu dan uang simpanannya untuk membeli apartemen. Di tempat itulah dia pun harus menikmati sepi dan penyesalan yang tak berkesudahan. Delia mendapatkan hukuman dengan di larang terbang selama tiga bulan. Waktu tiga bulan itu terasa sangat lama. Delia memakai waktu itu hanya untuk meratapi Rizal. Sering kali kamarnya berantakan karena ulah Delia yang memporak porandakan ruangan pribadinya itu. "Mas?" Delia menangis frustasi. Waktunya dihabiskan hanya untuk menatap foto pria yang sudah menjadi mantan suaminya itu. Setelah kehilangan Rizal, Delia benar-benar merasakan rindu yang tak usai. Ia terus dihantui oleh perasaan bersalah dan rindu yang menggebu. Belum lagi keluarganya kini sudah meninggalkannya. Belum lagi cemoohan dan makian dari netizen seluruh negeri kian membuat mentalnya terpuruk. Rasanya ia ingin mati saja. Terbesit di pikirannya untuk mengakhiri hidup, namun ia tak seberani itu. Jika ia mati, Riz
Kandungan Lily sudah semakin membesar. Uang tabungannya pun sudah habis untuk memenuhi segala keinginannya selama ini. Eril memang menafkahinya. Akan tetapi, pria itu hanya memberikan jatah seratus ribu untuk satu minggu bagi Lily. Gaji Eril memang masih terbilang cukup besar. Akan tetapi, pria itu merasa rugi jika memberikan uang yang bernilai besar untuk istri keduanya itu. Eril memang sudah tak memiliki perasaan apapun pada wanita yang tengah hamil besar itu. Ingin sekali Eril menalak, tapo ia tak bisa meninggalkan Lily karena masih sadar akan keberadaan anaknya di rahim wanita itu."Tahu lagi?" Eril berdecak kesal saat membuka tudung saji dan mendapati hanya ada tahu goreng di sana.Ya, Lily memang kini memasak. Itu pun terpaksa karena uangnya kini sudah habis. Tabungannya memang ia gunakan untuk memesan makanan enak setiap hari, untuk berbelanja, untuk pergi ke dokter spesialis kandungan ternama, untuk membeli vitamin yang biasa di minum para artis, dan juga untuk berjalan-jalan