Hari sudah semakin sore, kini waktunya Kiara untuk pulang ke rumah dan beristirahat.Hari ini begitu banyak kegiatan, sehingga merasa begitu kelelahan sekali."Barra," Kiara pun menghampiri Barra yang sedang berbicara dengan seorang satpam.Satpam itu yang sedang memberikan pakan beberapa ekor burung yang tampak sangat indah sekali.Namun, kini Barra pun menoleh pada Kiara yang memanggilnya.Dan kini Kiara sudah berdiri di hadapan Barra, dia memakai tas persis seperti anak-anak."Aku minta tolong dong," kata Kiara.Kedua tangannya memegang tali tasnya, sambil menatap wajah Barra dengan penuh harap, "tolong anterin aku pulang, soalnya udah sore banget. Ibu, aku juga sedang sakit. Jadi, aku harus pulang ke rumah. Dan, untuk kali ini tidak bisa menginap di sini," lanjut Kiara lagi."Kebetulan, saya juga mau ke kantor. Rumah mu di mana? Biar saya antar," kata Chandra yang menimpali pembicaraan antara Kiara dan juga Barra.Sehingga kini keduanya pun menoleh pada pria tersebut.Membuat Kiar
"Kenapa bisa aku begini?" Asih benar-benar putus asa, tidak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaannya saat ini.Semuanya mendadak hancur berantakan, sedangkan keberadaan Sandi pun entah dimana.Baiklah jika memang harus merelakan, dan mungkin memang jalan hidupmu tidak bersama dengan Barra.Kenapa harus terluka, bukankah sebentar lagi tujuannya akan segera terwujud.Ya, itu benar.Asih pun mengambil ponselnya, kemudian menghubungi Sandi.Namun, seribu kali sayang. Sebab, pria itu belum juga bisa di hubungi.Padahal Asih sangat membutuhkan tanggung jawab dari pria itu.Pria yang dia anggap sebagai seorang yang telah merenggut kesuciannya dengan begitu saja.***Pagi harinya Asih pun bergegas menuju meja makan, seperti biasanya mereka akan sarapan bersama.Dia harus tampak baik-baik saja di hadapan semua orang, meskipun di tengah hati yang begitu gundah gulana memikirkan nasib dirinya.Karena keadaannya yang sebenarnya sangat menyakitkannya."Asih, kamu ke toko hari ini?" tanya Nia y
Asih pun membuka matanya perlahan, tersadar sudah berada di rumah sakit.Sejenak ingatannya kembali berputar saat kecelakaan terjadi.Perlahan dia pun mendudukkan tubuhnya yang terasa masih lemah itu, dia juga melihat seorang wanita paruh baya berdiri di hadapannya.Kedua tangan wanita itu melipat di dadanya, seakan dia akan meluapkan kemarahan.Tapi apa kesalahan Asih? Atau mungkin itu hanya sekedar pikiran Asih saja, sedangkan dia juga bingung mengapa ada Fera di ruangan ini bersama dengan dirinya.Tapi, tunggu dulu. Bukankah bagus jika ada Fera di sini?Artinya dia bisa menanyakan keberadaan Sandi yang sampai detik ini belum juga bisa di hubungi."Akhirnya kamu sadar juga! Ngapain kamu menabrakan diri ke mobil saya? Sengaja? Mau cari simpati? Cari simpati, atau cari duit?" tanya Fera dengan geram.Sejak dia tahu penyebab dari anaknya koma adalah Asih, Fera terus saja berusaha untuk mencari Asih.Kemudian siapa sangka ternyata mereka bertemu dengan tidak di sengaja, bahkan Fera san
Lama Barra duduk di kursi yang tersedia di depan kamar tempat Asih di rawat.Pikirannya benar-benar jauh melayang karena satu hal yang membuatnya bingung.Itu karena Asih masih saja mengharapkan Sandi, bahkan sampai detik ini pun tak ada keinginannya untuk menjauh dari pria itu.Entah hal apa yang terjadi sehingga perasa Asih masih sangat besar.Hingga membuat Barra hanya bisa diam dalam keadaan yang sangat menyakitkan ini.Apakah Asih sudah terlalu kecewa padanya setelah kejadian itu?Mungkin saja demikian, sehingga wanita itu ingin lebih cepat bercerai dengan dirinya.Drett!Ponsel Barra pun berdering, dia melihat nama adiknya di sana.Dengan segera Barra pun bergegas untuk menjawabnya."Halo," Barra pun meletakkan ponselnya pada daun telinganya dengan kepalanya yang menunduk.Pikirannya kini menjadi campur aduk karena keadaan ini."Kak, Tante Fera di rumah. Sama, Ayah juga," kata Ranti dari sebrang sana."Jaga, Bunda sampai nanti, Kakak sampai di rumah."Barra langsung memutuskan u
**Beberapa Minggu kemudian....."Kiara, saya bingung dengan Asih, kenapa ya, akhir-akhir ini dia nggak pulang. Dia lebih memilih tinggal di kosan, Nilam. Kira-kira kamu tahu kenapa dengan dia?" Sudah beberapa Minggu berlalu, Asih hanya pulang ke rumah untuk sebentar saja, setelah itu lagi-lagi dia pergi.Membuat Nia semakin kebingungan saja akan sikap Asih saat ini.Sedangkan di toko Asih pun hanya diam dalam lamunannya yang seakan begitu dalam.Bahkan sering kali Nia meminta bantuan tapi Asih tak pernah benar melakukanya.Benar-benar membuat Nia bertanya-tanya apakah ada beban yang tengah dirasakan oleh Asih.Berulang kali Nia pun mencoba untuk bertanya, namun sayang.Asih terus mengelak dan mengatakan dia hanya sedang merindukan Ibunya.Nia juga menyarankan agar Asih pulang ke kampung halaman untuk beberapa hari agar rindu terhadap ibunya bisa terobati.Anehnya Asih menolak dengan sejuta alasan lainya yang justru semakin membuat Nia menjadi sangat bingung dibuatnya."Saya nggak t
Asih pun segera menemui Sandi, semuanya harus menjadi jelas tanpa ada yang membuatnya menjadi hampir tidak bisa bernapas seperti ini.Masalah yang dia lalui sudah terlalu berlarut-larut karena kesalahan satu malam itu sungguh sangat luar biasa dampaknya bagi hidupnya sekarang, nanti dan kedepanya.Akhirnya setelah sampai di tempat tujuan Asih pun merasa lega, dia mulai mencari ruangan yang kini tengah di tempati oleh Sandi.Tak sia-sia, ternyata Barra begitu membantunya. Andai saja dari awal Barra mengatakan ini padanya, sudah pasti dia akan lebih cepat bertemu dengan Sandi.Tapi, sudahlah mungkin ini memang jalannya. Yang terpenting adalah dia sudah bertemu dengan seorang yang dia cari-cari.Asih pun perlahan mendorong pintu, dan ternyata Sandi sedang sendirian di sana.Pria itu baru saja bangun dari kama beberapa hari ini.Tapi, Sandi malah membuang tatapan matanya ke arah lain. Sepertinya dia tak ingin bertemu dengan Asih."Sandi, kamu baik-baik saja?" tanya Asih."Memangnya kamu t
Mulut itu biasanya berbicara kata-kata yang sangat manis kini malah terasa begitu tajam, hingga menusuk dada yang sudah sesak ini.Berhari-hari lamanya Asih berusaha untuk menemukan Sandi, tetapi saat sudah bertemu malah sia-sia.Bahkan Sandi mengatakan dengan jelas tak pernah melakukan itu padanya.Sedangkan saat tersadar dia sudah berada di kamar hotel, tubuhnya pun sudah sangat memprihatinkan."Barra."Asih mengingat satu nama yang di sebutkan oleh Sandi.Akan tetapi rasanya tidak mungkin Barra melakukan itu padanya.Sebab jika Barra mau ada banyak kesempatan untuk melakukannya jauh-jauh hari.Tapi tidak, Barra tidak melakukan itu sama sekali.Asih pun tidak ingin bertanya pada Barra, takut nantinya Barra tahu jika dirinya sudah tidur entah dengan siapa.Bahkan tengah mengandung dan entah siapa pula Ayah dari janinnya.Ini sangat tidak masuk akal.Asih mengapa hidupmu menjadi begitu kacau?Malang tak dapat di tolak, untuk tak dapat di raih.Itulah yang kini mungkin sedang dirasakan
Nia panik saat mendengar ucapan Asih yang seakan menggambarkan keputusasaan yang mendalam, membuatnya segera menemui Dion yang berada di ruang kerjanya.Ternyata Barra juga ada di sana, mungkin mereka sedang membicarakan sebuah pekerjaan.Sayangnya untuk saat ini apapun itu tidak dipedulikan oleh Nia, karena dia hanya ingin menemukan keberadaan Asih.Sebelum menemukan Asih dia tidak akan pernah bisa tenang."Sayang, ada apa?" tanya Dion yang melihat Nia masuk ke ruangannya dengan terburu-buru.Wajah cantik istrinya itu tampak begitu panik dengan perasaan yang tentunya tidak baik-baik saja.Sungguh tidak biasanya Nia demikian masuk tanpa ijin ke ruangannya, meskipun tidak pernah Dion mempermasalahkan. Tetapi, Nia selalu meminta ijin terlebih dahulu jika ingin masuk ke ruangan kerjanya.Dan ada apa dengan kali ini?Semoga aja tak ada hal yang membuat istrinya itu terguncang hebat seperti dulunya, Dion sangat menyayangi Nia dan tak rela ada yang membuat Nia terluka."Mas, tolong temukan