Mulut itu biasanya berbicara kata-kata yang sangat manis kini malah terasa begitu tajam, hingga menusuk dada yang sudah sesak ini.Berhari-hari lamanya Asih berusaha untuk menemukan Sandi, tetapi saat sudah bertemu malah sia-sia.Bahkan Sandi mengatakan dengan jelas tak pernah melakukan itu padanya.Sedangkan saat tersadar dia sudah berada di kamar hotel, tubuhnya pun sudah sangat memprihatinkan."Barra."Asih mengingat satu nama yang di sebutkan oleh Sandi.Akan tetapi rasanya tidak mungkin Barra melakukan itu padanya.Sebab jika Barra mau ada banyak kesempatan untuk melakukannya jauh-jauh hari.Tapi tidak, Barra tidak melakukan itu sama sekali.Asih pun tidak ingin bertanya pada Barra, takut nantinya Barra tahu jika dirinya sudah tidur entah dengan siapa.Bahkan tengah mengandung dan entah siapa pula Ayah dari janinnya.Ini sangat tidak masuk akal.Asih mengapa hidupmu menjadi begitu kacau?Malang tak dapat di tolak, untuk tak dapat di raih.Itulah yang kini mungkin sedang dirasakan
Nia panik saat mendengar ucapan Asih yang seakan menggambarkan keputusasaan yang mendalam, membuatnya segera menemui Dion yang berada di ruang kerjanya.Ternyata Barra juga ada di sana, mungkin mereka sedang membicarakan sebuah pekerjaan.Sayangnya untuk saat ini apapun itu tidak dipedulikan oleh Nia, karena dia hanya ingin menemukan keberadaan Asih.Sebelum menemukan Asih dia tidak akan pernah bisa tenang."Sayang, ada apa?" tanya Dion yang melihat Nia masuk ke ruangannya dengan terburu-buru.Wajah cantik istrinya itu tampak begitu panik dengan perasaan yang tentunya tidak baik-baik saja.Sungguh tidak biasanya Nia demikian masuk tanpa ijin ke ruangannya, meskipun tidak pernah Dion mempermasalahkan. Tetapi, Nia selalu meminta ijin terlebih dahulu jika ingin masuk ke ruangan kerjanya.Dan ada apa dengan kali ini?Semoga aja tak ada hal yang membuat istrinya itu terguncang hebat seperti dulunya, Dion sangat menyayangi Nia dan tak rela ada yang membuat Nia terluka."Mas, tolong temukan
Asih terus saja menangis, sedangkan Barra pun terus menatapnya dengan diam.Dia kasihan melihat Asih yang terus saja menangis, tetapi dia juga harus bertanya."Kamu tidur dengan siapa?" tanya Barra.Barra bertanya karena dia tidak tahu apakah hanya terjadi satu kali di malam itu, atau Asih sudah biasa berbuat begitu.Degh!Akhirnya pertanyaan itu pun keluar dari mulut Barra, selama ini Asih berusaha untuk menghindar dari Barra.Tapi nyatanya tetap saja malam ini harus dia dengar.Kenapa tidak mati saja dari pada mendengar pertanyaan seperti ini.Ini pertanyaan yang membuat harga dirinya hilang."Itu anak siapa?" tanya Barra lagi.Sebab Asih hanya diam sambil melihat arah yang lainnya.Menghindari tatapan mata Barra yang mengarah padanya."Apakah aku salah bertanya? Aku suami mu, bukan?" tanya Barra lagi.Tidak ada niat Barra untuk menyudutkan Asih, namun status mereka saja yang suami istri.Sedangkan kebebasan masih saja menjadi milik keduanya, bahkan dengan terang-terangan Asih memili
"Udahlah, Mas. Nia, mau masuk ke dalam dulu. Asih, pasti butuh teman," Nia pun langsung saja masuk kembali ke dalam ruangan di mana Asih masih di rawat.Jika pun terus di luar saja tidak akan tenang juga, hamil tanpa suami menurutnya bukan hal main-main.Apa lagi Asih masih harus menjalani rawat inap, karena keadaan janinnya dan keadaannya yang sedang butuh penanganan khusus.Nia pun melihat Asih yang kini sudah duduk di atas ranjang, sedangkan Barra berdiri di sana dalam diam.Apa yang bisa dibuat oleh Barra selain hanyalah diam di sana. Pikir Nia."Jangan berpikir untuk bunuh diri lagi, kasihan, Ibu kamu di kampung. Dia, butuh kamu. Nanti, kita cari, Sandi untuk bertanggung jawab. Atau kalau dia nggak mau, kita penjarakan saja. Suami aku pasti bisa bantu," Nia melihat Dion yang juga kini sudah menyusul masuk, "iya, 'kan, Mas?"Nia langsung saja berbicara, padahal baru saja berdiri di dekat Asih.Dion dengan cepat melihat Barra, karena itu semua masalah Barra bukan urusannya.Kecuali
Akhirnya tidak lama berselang Nia pun kembali membuka matanya, artinya dia sudah sadar dari pingsannya.Dia pun melihat sekelilingnya dan yang lainnya, sambil memegang kepalanya dia pun mencoba untuk duduk."Kamu sudah sadar? Baguslah," Dion pun merasa lebih baik setelah Nia kembali membuka matanya.Sungguh pria itu sangat panik saat melihat wajah istrinya memucat dan tak sadarkan diri."Mas, Nia ketiduran, ya?" tanya Nia sambil memijat kepalanya yang masih terasa sedikit pusing, "tadi, Nia mimpi aneh.""Mimpi?" tanya Dion bingung."Iya, Asih hamil anak, Barra. Padahal itu sangat tidak mungkin, mereka berdua tidak pernah dekat. Mas, tahukan? Selama ini gimana, Nia berusaha untuk menjodohkan mereka berdua?"Dion yang duduk di samping Nia pun mengangguk, sedangkan Asih dan Barra hanya menyaksikan saja.Asih duduk di atas ranjang dan Barra yang berdiri tak jauh dari ranjang yang di tempati Asih."Iya, lalu?" tanya Dion."Jadi, Mana mungkin, Asih hamil anak, Barra. Kayaknya, Nia yang terl
Asih pun tak tahu harus bersikap seperti apa pada Barra, sedangkan perihal Kiara nanti dia akan minta maaf pada wanita itu.Kasihan memang, karena Kiara sangat berharap pada Barra.Tapi Asih pun tidak pernah menyangka jika hari ini akhirnya dia dan Barra memutuskan untuk bertahan dalam pernikahan ini."Kamu makan dulu, sebelum beristirahat. Agar keadaan mu lebih baik," kata Barra.Asih pun mengangguk menurut pada apa yang dikatakan oleh Barra.Perutnya memang terasa lapar, sebelumnya memang meminta Nilam untuk membeli nasi goreng saat beberapa jam lalu di kosan.Sayangnya karena terlalu berambisi untuk bertemu dengan Sandi, dia sampai mengabaikan makanan tersebut.Bagaimana tidak, sekian lama dia terus berusaha untuk menemukan pria itu. Tapi, ternyata berada di rumah sakit dan sedang di rawat.Tidak perduli pada keadaan dirinya seperti apa, tujuannya hanya mendapatkan tanggungjawab.Apa lagi dia semakin stres saat mengetahui dia sedang hamil, tentunya otaknya sangat tidak bisa tenang.
Saat pagi menjelma Asih pun terbangun dari tidurnya, terbiasa bangun di pagi-pagi sekali membuatnya begitu sulit untuk berlama-lama di ranjang.Matanya pun tertuju pada sofa, dimana ada Barra di sana.Pria itu benar-benar tidur di sana, tidak membiarkan dirinya sendirian saja."Kamu sudah bangun?"Asih pun tersentak saat melihat Barra yang sudah berdiri di sampingnya dan Barra menyadari itu.Asih menatap sofa kembali, karena barusan dia masih melihat Barra tidur nyenyak di sana.Namun, secepat kilat kini pria itu sudah berada di sampingnya, sungguh sangat aneh bukan?"Apa aku terlalu mengejutkan mu?" tanya Barra lagi sambil memegang tangan Asih.Asih yang turun dari ranjangnya, kemudian sambil memegang infus perlahan berjalan menuju kamar mandi.Namun, tiba-tiba saja Barra muncul, mungkin karena Asih terlalu berhati-hati hingga membuatnya menjadi tidak menyadari kehadiran Barra di dekatnya."Aku yang terlalu fokus pada langkah kaki ku," jawab Asih."Aku bantu saja, bagaimana?" tawar Ba
"Aku perhatikan wajah kamu sering sekali merona, ada apa? Kenapa mendadak banyak diam? Biasanya paling cerewet," ujar Barra.Apakah salah pertanyaan Barra?Tentu tidak.Sebab memang begitu adanya, Asih tampak jauh berbeda dari sebelumnya.Wajar tentunya Barra bertanya demikian bukan?Sedangkan Asih yang bingung dan bertanya-tanya, apakah benar dirinya kini mendadak lebih banyak diam dari pada bicara seperti biasanya."Kamu yang tiba-tiba jadi, cerewet," jawab Asih dengan kesal.Barra pun tersenyum mendengar ucapan Asih barusan, tapi itu memang benar adanya.Barra memang tidak menepis hal tersebut, sebenarnya bukan cerewet.Dia hanya berusaha untuk memperlakukan Asih dengan penuh kehangatan, karena dia sudah berjanji pada Bundanya; Tidak akan pernah membuat wanita kecewa, seperti Ayahnya.Barra sangat menyayangi Bundanya, sehingga janji itu akan terus dia pegang teguh."Benarkah?" tanya Barra lagi."Iya!""Sepertinya kamu sangat memperhatikan aku," celetuk Barra.Asih pun menatap wajah
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan