Lama Barra duduk di kursi yang tersedia di depan kamar tempat Asih di rawat.Pikirannya benar-benar jauh melayang karena satu hal yang membuatnya bingung.Itu karena Asih masih saja mengharapkan Sandi, bahkan sampai detik ini pun tak ada keinginannya untuk menjauh dari pria itu.Entah hal apa yang terjadi sehingga perasa Asih masih sangat besar.Hingga membuat Barra hanya bisa diam dalam keadaan yang sangat menyakitkan ini.Apakah Asih sudah terlalu kecewa padanya setelah kejadian itu?Mungkin saja demikian, sehingga wanita itu ingin lebih cepat bercerai dengan dirinya.Drett!Ponsel Barra pun berdering, dia melihat nama adiknya di sana.Dengan segera Barra pun bergegas untuk menjawabnya."Halo," Barra pun meletakkan ponselnya pada daun telinganya dengan kepalanya yang menunduk.Pikirannya kini menjadi campur aduk karena keadaan ini."Kak, Tante Fera di rumah. Sama, Ayah juga," kata Ranti dari sebrang sana."Jaga, Bunda sampai nanti, Kakak sampai di rumah."Barra langsung memutuskan u
**Beberapa Minggu kemudian....."Kiara, saya bingung dengan Asih, kenapa ya, akhir-akhir ini dia nggak pulang. Dia lebih memilih tinggal di kosan, Nilam. Kira-kira kamu tahu kenapa dengan dia?" Sudah beberapa Minggu berlalu, Asih hanya pulang ke rumah untuk sebentar saja, setelah itu lagi-lagi dia pergi.Membuat Nia semakin kebingungan saja akan sikap Asih saat ini.Sedangkan di toko Asih pun hanya diam dalam lamunannya yang seakan begitu dalam.Bahkan sering kali Nia meminta bantuan tapi Asih tak pernah benar melakukanya.Benar-benar membuat Nia bertanya-tanya apakah ada beban yang tengah dirasakan oleh Asih.Berulang kali Nia pun mencoba untuk bertanya, namun sayang.Asih terus mengelak dan mengatakan dia hanya sedang merindukan Ibunya.Nia juga menyarankan agar Asih pulang ke kampung halaman untuk beberapa hari agar rindu terhadap ibunya bisa terobati.Anehnya Asih menolak dengan sejuta alasan lainya yang justru semakin membuat Nia menjadi sangat bingung dibuatnya."Saya nggak t
Asih pun segera menemui Sandi, semuanya harus menjadi jelas tanpa ada yang membuatnya menjadi hampir tidak bisa bernapas seperti ini.Masalah yang dia lalui sudah terlalu berlarut-larut karena kesalahan satu malam itu sungguh sangat luar biasa dampaknya bagi hidupnya sekarang, nanti dan kedepanya.Akhirnya setelah sampai di tempat tujuan Asih pun merasa lega, dia mulai mencari ruangan yang kini tengah di tempati oleh Sandi.Tak sia-sia, ternyata Barra begitu membantunya. Andai saja dari awal Barra mengatakan ini padanya, sudah pasti dia akan lebih cepat bertemu dengan Sandi.Tapi, sudahlah mungkin ini memang jalannya. Yang terpenting adalah dia sudah bertemu dengan seorang yang dia cari-cari.Asih pun perlahan mendorong pintu, dan ternyata Sandi sedang sendirian di sana.Pria itu baru saja bangun dari kama beberapa hari ini.Tapi, Sandi malah membuang tatapan matanya ke arah lain. Sepertinya dia tak ingin bertemu dengan Asih."Sandi, kamu baik-baik saja?" tanya Asih."Memangnya kamu t
Mulut itu biasanya berbicara kata-kata yang sangat manis kini malah terasa begitu tajam, hingga menusuk dada yang sudah sesak ini.Berhari-hari lamanya Asih berusaha untuk menemukan Sandi, tetapi saat sudah bertemu malah sia-sia.Bahkan Sandi mengatakan dengan jelas tak pernah melakukan itu padanya.Sedangkan saat tersadar dia sudah berada di kamar hotel, tubuhnya pun sudah sangat memprihatinkan."Barra."Asih mengingat satu nama yang di sebutkan oleh Sandi.Akan tetapi rasanya tidak mungkin Barra melakukan itu padanya.Sebab jika Barra mau ada banyak kesempatan untuk melakukannya jauh-jauh hari.Tapi tidak, Barra tidak melakukan itu sama sekali.Asih pun tidak ingin bertanya pada Barra, takut nantinya Barra tahu jika dirinya sudah tidur entah dengan siapa.Bahkan tengah mengandung dan entah siapa pula Ayah dari janinnya.Ini sangat tidak masuk akal.Asih mengapa hidupmu menjadi begitu kacau?Malang tak dapat di tolak, untuk tak dapat di raih.Itulah yang kini mungkin sedang dirasakan
Nia panik saat mendengar ucapan Asih yang seakan menggambarkan keputusasaan yang mendalam, membuatnya segera menemui Dion yang berada di ruang kerjanya.Ternyata Barra juga ada di sana, mungkin mereka sedang membicarakan sebuah pekerjaan.Sayangnya untuk saat ini apapun itu tidak dipedulikan oleh Nia, karena dia hanya ingin menemukan keberadaan Asih.Sebelum menemukan Asih dia tidak akan pernah bisa tenang."Sayang, ada apa?" tanya Dion yang melihat Nia masuk ke ruangannya dengan terburu-buru.Wajah cantik istrinya itu tampak begitu panik dengan perasaan yang tentunya tidak baik-baik saja.Sungguh tidak biasanya Nia demikian masuk tanpa ijin ke ruangannya, meskipun tidak pernah Dion mempermasalahkan. Tetapi, Nia selalu meminta ijin terlebih dahulu jika ingin masuk ke ruangan kerjanya.Dan ada apa dengan kali ini?Semoga aja tak ada hal yang membuat istrinya itu terguncang hebat seperti dulunya, Dion sangat menyayangi Nia dan tak rela ada yang membuat Nia terluka."Mas, tolong temukan
Asih terus saja menangis, sedangkan Barra pun terus menatapnya dengan diam.Dia kasihan melihat Asih yang terus saja menangis, tetapi dia juga harus bertanya."Kamu tidur dengan siapa?" tanya Barra.Barra bertanya karena dia tidak tahu apakah hanya terjadi satu kali di malam itu, atau Asih sudah biasa berbuat begitu.Degh!Akhirnya pertanyaan itu pun keluar dari mulut Barra, selama ini Asih berusaha untuk menghindar dari Barra.Tapi nyatanya tetap saja malam ini harus dia dengar.Kenapa tidak mati saja dari pada mendengar pertanyaan seperti ini.Ini pertanyaan yang membuat harga dirinya hilang."Itu anak siapa?" tanya Barra lagi.Sebab Asih hanya diam sambil melihat arah yang lainnya.Menghindari tatapan mata Barra yang mengarah padanya."Apakah aku salah bertanya? Aku suami mu, bukan?" tanya Barra lagi.Tidak ada niat Barra untuk menyudutkan Asih, namun status mereka saja yang suami istri.Sedangkan kebebasan masih saja menjadi milik keduanya, bahkan dengan terang-terangan Asih memili
"Udahlah, Mas. Nia, mau masuk ke dalam dulu. Asih, pasti butuh teman," Nia pun langsung saja masuk kembali ke dalam ruangan di mana Asih masih di rawat.Jika pun terus di luar saja tidak akan tenang juga, hamil tanpa suami menurutnya bukan hal main-main.Apa lagi Asih masih harus menjalani rawat inap, karena keadaan janinnya dan keadaannya yang sedang butuh penanganan khusus.Nia pun melihat Asih yang kini sudah duduk di atas ranjang, sedangkan Barra berdiri di sana dalam diam.Apa yang bisa dibuat oleh Barra selain hanyalah diam di sana. Pikir Nia."Jangan berpikir untuk bunuh diri lagi, kasihan, Ibu kamu di kampung. Dia, butuh kamu. Nanti, kita cari, Sandi untuk bertanggung jawab. Atau kalau dia nggak mau, kita penjarakan saja. Suami aku pasti bisa bantu," Nia melihat Dion yang juga kini sudah menyusul masuk, "iya, 'kan, Mas?"Nia langsung saja berbicara, padahal baru saja berdiri di dekat Asih.Dion dengan cepat melihat Barra, karena itu semua masalah Barra bukan urusannya.Kecuali
Akhirnya tidak lama berselang Nia pun kembali membuka matanya, artinya dia sudah sadar dari pingsannya.Dia pun melihat sekelilingnya dan yang lainnya, sambil memegang kepalanya dia pun mencoba untuk duduk."Kamu sudah sadar? Baguslah," Dion pun merasa lebih baik setelah Nia kembali membuka matanya.Sungguh pria itu sangat panik saat melihat wajah istrinya memucat dan tak sadarkan diri."Mas, Nia ketiduran, ya?" tanya Nia sambil memijat kepalanya yang masih terasa sedikit pusing, "tadi, Nia mimpi aneh.""Mimpi?" tanya Dion bingung."Iya, Asih hamil anak, Barra. Padahal itu sangat tidak mungkin, mereka berdua tidak pernah dekat. Mas, tahukan? Selama ini gimana, Nia berusaha untuk menjodohkan mereka berdua?"Dion yang duduk di samping Nia pun mengangguk, sedangkan Asih dan Barra hanya menyaksikan saja.Asih duduk di atas ranjang dan Barra yang berdiri tak jauh dari ranjang yang di tempati Asih."Iya, lalu?" tanya Dion."Jadi, Mana mungkin, Asih hamil anak, Barra. Kayaknya, Nia yang terl