“Aku bisa jelaskan.” Anna mencoba tenang meski sudah panik luar biasa.Kai menatap datar. Dia berusaha meredam kekesalannya yang ingin sekali meledak dari kepalanya.“Anser itu kakaknya Bella, yang mengirim makanan waktu itu. Aku pikir tidak masalah, apalagi kami pergi bertiga, bukan hanya berdua,” ucap Anna dengan sangat hati-hati.“Tapi kamu istriku! Tidak seharusnya kamu menerima perhatian dari pria lain. Kamu paham!” Kai bicara dengan nada tinggi. Dia benar-benar tak bisa mengendalikan emosinya.“Tapi kamu bisa bicara baik-baik, tidak harus membentak seperti itu, kan!” Anna mendadak kesal karena Kai marah.Anna sudah mengakui kesalahannya, tapi kenapa Kai masih marah-marah. Lagi pula pernikahan mereka memang dirahasiakan, wajar juga Kai tidak bisa menahan rasa cemburu karena sebelumnya Anser berkata jika mau menunggu Anna janda. Ini seperti menampar harga dirinya karena Anser sudah mendekati Anna, bahkan sebelum Anna berpisah darinya.Kai tiba-tiba meraih tengkuk Anna, lalu menau
Bella dan Anser sudah sampai rumah. Mereka pulang setelah Anna dibawa pergi oleh Kai.“Apa Kai itu orangnya kasar? Anna tidak akan disiksa, kan?” Bella sangat mencemaskan Anna. Dia sudah mengirimkan pesan pada Anna untuk bertanya kabar sahabatnya itu, tapi Anna belum membalas.Anser diam berpikir sejenak. Dia sendiri tidak terlalu paham bagaimana sifat Kai, apalagi pria itu sangat dingin dan seperti memasang tembok tinggi agar tidak ada orang yang tahu sifat asli pria itu.“Kak, kenapa kamu malah diam?” tanya Bella tak bisa membendung kecemasannya.“Aku tidak tahu pasti. Kita hanya bisa berdoa agar Anna baik-baik saja dan menunggu kabarnya,” balas Anser pada akhirnya.Bella terkesiap kakaknya hanya mau menunggu. “Tapi bagaimana kalau Anna mengalami kekerasan? Tadi saja pria itu langsung menunjukkan sikap yang tak mengenakkan. Aku mau menyusul ke rumahnya untuk memastikan kondisinya.” Bella tak bisa diam saja. Dia hendak pergi tapi Anser menahan tangannya.“Jangan membuat situasi dan
Anna mengamati jalanan yang mereka lewati. Dia tidak tahu ke mana Kai akan mengajaknya, apalagi Anna diminta berpakaian rapi.“Kita sebenarnya mau ke mana?” tanya Anna seraya menatap pada Kai.“Kamu akan lihat sebentar lagi,” jawab Kai seraya menoleh pada Anna, dia tersenyum kecil pada istrinya itu.Anna tiba-tiba saja merasa gugup, entah kenapa senyum Kai seperti mengandung sesuatu.Setelah beberapa saat perjalanan, Anna melihat gerbang besar yang ada di depan mereka. Mobil Kai memasuki gerbang itu, terlihat rumah mewah berdiri kokoh di depan mata.“Ini rumah siapa?” tanya Anna mulai panik. Dia menoleh lagi pada Kai yang sedang menyetir.Kai memulas senyum lalu menjawab, “Orang tuaku.”Anna langsung menegakkan badan, matanya melotot seperti mau keluar dari tempatnya.“Ke-kenapa kamu mengajakku ke sini?” tanya Anna dengan ekspresi panik.Kai mengerutkan alis mendengar pertanyaan Anna. Dia memarkirkan mobilnya, baru kemudian menoleh pada Anna untuk menjelaskan.“Kamu istriku, kita suda
Anna semakin panik saat melihat Eve yang bicara dengan nada tinggi, apalagi tatapan wanita paruh baya itu benar-benar menunjukkan keterkejutan yang luar biasa.Tanpa sadar, Anna mencengkram genggaman tangan Kai dengan sangat kuat, sampai membuat pria itu kembali menatap padanya.Kai hanya mengangguk pelan, memberi isyarat agar Anna tidak mencemaskan apa pun.“Apa ada yang mau kamu jelaskan, Kai?” tanya Kaivan yang juga sangat terkejut mendengar pengakuan Kai.Eve mendadak limbung dan hampir jatuh kalau tidak ditangkap Kaivan, hal itu membuat semua orang terkejut, termasuk Anna.“Kita bicara di dalam, Kai!” Meski tubuhnya terasa lemas karena syok, tapi Eve masih bicara dengan nada tinggi. “Hanya bertiga dengan papimu!” perintah Eve selanjutnya.Anna hanya diam. Dia merasa kalau orang tua Kai pasti tak menyukainya, membuatnya semakin menunduk dan kehilangan rasa percaya dirinya.Kaivan mengajak Eve masuk lebih dulu, sedangkan Kai langsung memandang pada Anna.“Semua akan baik-baik saja,
Kai melihat sang mami yang sangat syok. Dia sudah menebak jika ibunya akan terkejut, tapi tidak menyangka kalau reaksinya akan seperti ini.Eve selalu mengajarkan hal baik kepadanya, apalagi mereka dulu juga hidup biasa sebelum Kaivan membawa mereka ke rumah besar itu. Kai tidak pernah mendapatkan ajaran buruk, apalagi membedakan status seseorang. Sebab itulah dia yakin kalau Eve dan Kaivan pasti akan menerima Anna dengan mudah, hanya saja tidak menyangka kalau reaksi Eve seperti panik seperti ini.“Kalian benar-benar menginginkan pernikahan itu dan bukan hanya karena terpaksa, Kai?” tanya Kaivan karena istrinya sedang berusaha menenangkan diri.“Awalnya memang hanya aku, tapi lambat laun kami saling menerima,” jawab Kai.“Jadi kalian sudah menikah satu bulan dan baru memberitahu kami hari ini. Bagaimana bisa kamu melakukan ini ke mami, Kai?” Eve menatap kecewa. Bukan karena pilihan Kai, tapi karena putranya tidak memberitahukan kabar penting seperti itu sejak awal.“Maaf, Mi. Apa Ma
Anna tak merespon pelukan Eve karena sangat terkejut. Tatapan matanya tertuju pada Kai, suaminya itu malah tersenyum. Apa semuanya baik-baik saja?Eve akhirnya melepas pelukannya pada Anna, lalu memandang wajah menantunya yang tampak tegang itu.“Kamu pasti panik dan takut karena sikapku tadi. Ya, dimaklumi saja, wajar kalau namanya orang tua kaget. Kai tidak pernah dekat dengan wanita mana pun, tiba-tiba datang bawa istri, siapa yang tidak syok, kan?” Ekspresi wajah Eve menghangat, tak semenakutkan tadi saat syok.Anna mencoba tersenyum meski masih sangat canggung, dia lantas mengangguk kecil.Eve menatap wajah Anna. Dia tiba-tiba kasihan saat ingat cerita Kai soal Anna. Eve mengulurkan tangan lalu mengusap lembut rambut Anna.“Untung kamu bertemu Kai, ya.”Anna bingung dengan maksud ucapan Eve, tapi apa pun artinya itu, sepertinya hubungannya dengan Kai direstui.Mereka akhirnya mengobrol di ruang keluarga. Eve dan Kaivan tidak menanyakan soal keluarga Anna karena Kai sudah menjelas
Kai masih memeluk Anna erat, sampai membuat jantung Anna berdegup sangat cepat. Dia bisa merasakan embusan napas hangat pria itu di lehernya, tapi Anna tidak bisa menghindar.“Kai,” lirih Anna memanggil.Anna takut Kai meminta haknya, sedangkan dia belum siap sama sekali.“Aku begitu lega karena sudah memberitahu keluargaku soal pernikahan kita,” ucap Kai masih memeluk Anna.Anna hanya mengangguk kecil.“Jadi, apa kamu masih meragukanku?” tanya Kai seraya melirik pada Anna.Anna menelan ludah susah payah. Lidahnya kelu dan suaranya mendadak tersekat di tenggorokan.Belum juga Anna membalas, Kai mengurai pelukan lalu memutar tubuh Anna ke arah Kai. Keduanya kini saling pandang.“Apa lagi yang membuatmu ragu? Bahkan orang tuaku saja sudah memberi restu?” tanya Kai seraya merapikan anak rambut yang ada di kening Anna.“Tidak ada, hanya saja aku belum terbiasa. Bukankah kamu bilang kalau tidak akan memaksa jika--” Apa yang hendak dikatakan Anna terjeda karena Kai mengapit dagunya.Kai men
Eve mengajak Anna duduk di ruang favorite Eve seraya menikmati teh chamomile.“Kamu suka teh chamomile, kan?” tanya Eve seraya menuangkan teh dari teko ke cangkir Anna.Anna agak canggung, tapi menjawab, “Iya.”Eve tersenyum manis. Dia lantas menuang teh ke cangkirnya setelah menuang dari cangkir Eve.“Cobalah, aku yang membuatnya sendiri,” ucap Eve, “aku suka minum teh kalau tidak bisa tidur atau terbangun di malam hari,” ucapnya lagi.Anna mengangguk. Dia mengambil cangkir miliknya, lalu mulai menyesap teh yang beraroma begitu wangi itu.“Ini sangat segar,” ucap Anna setelah mencicipi teh buatan mertuanya itu.Eve memulas senyum, lantas meminum tehnya.Anna masih merasa canggung karena Eve ternyata sangat baik padahal Anna sudah berburuk sangka karena ketakutannya. Dia diam menunggu Eve selesai minum dan memulai perbincangan yang membuat Anna duduk di sana.“Senang ada yang menemani minum teh seperti ini. Queen kalau diajak ada aja alasannya, tapi aku juga maklum, dia pasti capek,”
Anna diam mendengar ucapan Alex. Benar, mungkin dia masih bisa mengatasi Alex, tapi tidak yakin bisa mengatasi kakek mereka. Jika Stefanie saja tak bisa melawan kakeknya itu, apalagi Anna.Namun, meski begitu apa Anna harus mundur? Tidak, dia takkan mundur. Dia harus mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan, ibunya!“Kenapa diam? Kamu gemetar? Lebih baik urungkan niatmu itu dan pergilah, kembali ke suamimu. Bukankah kamu sudah punya suami kaya yang bisa memberimu segalanya, untuk apa lagi kamu masih berharap pada mamaku, apa harta yang suamimu beri masih kurang?”Anna mengepalkan erat telapak tangannya. Apa Alex sedang menghinanya? Menganggapnya hanya menginginkan harta sang mama. Menebak apa yang ada di pikiran sang adik, Anna tersenyum miring.“Apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Alex mendadak ngeri melihat senyum Anna yang berbeda.Anna menarik tangannya dari tepian meja, tatapannya begitu tajam pada Alex.“Sepertinya pikiranmu memang selalu buruk, Alex. Bagaimana kal
Anna keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju ruangan Alex. Kedatangan Anna di sana menarik perhatian para staff yang ada di lantai itu.Anna berjalan dengan gaya anggun meski sebenarnya gugup. Dia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian seperti ini.“Silakan, ini ruang kerja Pak Alex,” kata office boy yang mengantar.Anna mengangguk. Dia ingin meraih gagang pintu, tapi lebih dulu ada staff yang mencegah.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Alex?” tanya staff itu yang ternyata sekretaris Alex.Anna ingin menjawab tapi office boy yang bersamanya sudah lebih dulu menjawab.“Pak Alex sudah mengizinkan Nona ini ke ruangannya, lebih baik jangan dipermasalahkan lagi,” kata office boy itu.Sekretaris itu memerhatikan penampilan Anna, lalu akhirnya mengizinkan Anna masuk.Anna akhirnya masuk ke ruangan Alex. Dia melihat adiknya itu berdiri di dekat jendela memunggungi pintu. Anna berjalan perlahan menghampiri Alex, hanya terdengar suara langkah kaki sepatunya menggema di
Anna dan Kai pergi ke perusahaan milik Reino. Mereka di mobil yang terparkir di seberang jalan perusahaan, mengamati aktivitas yang terjadi di luar perusahaan itu.“Kamu benar-benar mau menemui Alex?” tanya Kai memastikan. Dia menatap Anna yang duduk di kursi samping kemudi.Anna tak langsung menjawab. Dia masih mengamati tempat itu.“Mau tidak mau, aku harus menemuinya, Kai.” Anna akhirnya bicara, tatapannya sudah beralih ke suaminya itu. “Aku tidak mau harta mereka, aku hanya ingin hakku sebagai anak.”Kai selalu yakin kalau Anna tidak matrealistis. Kai mendukung keinginan Anna itu.“Aku akan menemanimu menemuinya,” kata Kai.Anna menggeleng. “Ini urusan keluarga, aku akan menghadapinya sendiri.”“Kamu yakin?” tanya Kai memastikan. Takut kalau terjadi sesuatu pada Anna jika tak berada dalam pengawasannya.Anna mengangguk mantap. “Aku bisa mengatasinya.”Kai ragu, tapi karena Anna memaksa pergi sendiri, akhirnya Kai mengizinkan tapi tetap mengawasi.Anna turun dari mobil. Dia berjala
Saat siang hari. Pelayan Fransisca memanggil Anna dan Kai untuk bergabung di ruang makan.Anna dan Kai mengikuti langkah pelayan itu sampai mereka tiba di ruang makan. Fransisca sudah menunggu mereka dan tersenyum melihat kedatangan Anna dan Kai.“Ayo, duduklah. Kita makan siang dulu,” ajak Fransisca mempersilakan.Anna mengangguk. Dia duduk bersama Kai lalu pelayan mulai melayani mereka.“Aku tidak tahu makanan kesukaanmu, jadi aku harap kamu tidak kecewa dengan menu yang disajikan,” ucap Fransisca sebelum memulai makan siang.Anna menggeleng pelan. “Aku tidak pilih-pilih makanan, Bi.”“Baguslah.” Fransisca terlihat senang.Mereka makan siang bersama, tidak ada pembahasan apa pun saat di meja makan. Anna juga tidak berani membuka pertanyaan karena takut menyinggung.Setelah makan, Fransisca mengajak Anna dan Kai duduk di ruang keluarga.Anna masih menunggu sampai Fransisca memulai pembicaraan.“Aku bertemu mamamu sekali saja setelah dia dipindah ke sini. Setelahnya aku tidak tahu bag
Keesokan harinya. Anna dan Kai naik pesawat penerbangan pagi menuju kota tempat Stefanie tinggal. Anna duduk di dekat jendela sambil memandang ke luar pesawat yang masih menunggu lepas landas.Kai melihat Anna yang hanya diam. Dia meraih telapak tangan Anna, lalu meletakkannya di pangkuan.“Memikirkan apa?” tanya Kai saat Anna menoleh padanya.Anna menggeleng pelan. “Entahlah, banyak sekali yang memenuhi kepalaku sekarang. Rasanya seperti mau meledak.”Kai mengusap lembut rambut Anna. Menghadapi masalah keluarga memang lebih berat daripada masalah perusahaan, tentu Kai memahami posisi Anna saat ini.“Kita berusaha menemui mamamu, tapi apa pun hasilnya nanti, kuharap kamu jangan bersedih berkepanjangan,” kata Kai tidak ingin Anna terlalu kecewa.Anna mengangguk pelan. “Aku hanya mau memastikan Mama baik-baik saja, bisa melihatnya sekali saja untuk mengobati rindu, setelahnya aku pasrah walau aku masih berharap bisa bersama Mama lagi.”“Aku tahu,” balas Kai, “tapi semua di luar kehendak
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia
“Tunggu.” Anna mencegah Justin yang mau ikut polisi.Justin menghentikan langkah. Lalu membalikkan badan ke arah Anna begitu juga dengan polisi.“Ada apa?” tanya Justin sambil menatap Anna. Tatapan matanya memperlihatkan jika dia tak marah sama sekali pada Anna.Anna menghampiri Justin, dia berdiri tepat di hadapan atasannya itu.“Aku tidak tahu kamu bersalah atau bukan, aku hanya berharap kamu tidak terlibat karena meski mungkin kamu membenciku karena suamiku, tapi aku menganggapmu pria baik,” ucap Anna.Anna hanya tak ingin menambah musuh. Jika bisa dicegah dengan sikap baik, maka Anna akan berusaha meminimalisir kemungkinan Justin membencinya dan Kai.Justin tersenyum getir, dia tak menyangka jika Anna menganggapnya baik padahal awalnya Justin ingin memanfaatkan Anna.“Aku akan bicara jujur menjawab semua pertanyaan polisi,” ucap Justin, “terima kasih sudah memercayaiku,” imbuhnya.Anna mengangguk, lalu dia membiarkan Justin pergi dengan polisi.Semua staff di sana berdiri karena t
Di kota tempat Stefanie tinggal. Dia masih dirawat di rumah sakit yang dijaga ketat oleh beberapa bodyguard. Bahkan Reino dibuat tak bisa keluar masuk sembarangan, Reino ikut dipantau oleh pengawal bayaran Abraham.“Apa kamu anggap mamamu ini sebagai tahanan, Alex? Bagaimana bisa kamu memperlakukanku seperti ini?” Stefanie menatap datar pada Alex.Stefanie terkejut saat mengetahui kalau sudah dipindah kota saat pertama kali membuka mata. Bahkan saat dia menanyakan keberadaan dan kabar Anna, Alex langsung membentaknya.“Ini demi kesembuhan Mama, sebaiknya Mama nurut apa kata dokter agar pemulihan kesehatan Mama lebih cepat,” ucap Alex dengan tenang.Stefanie benar-benar tidak tahu, kenapa Alex berbuat demikian.“Apa kamu bahagia melihat mama terkurung di sini seperti orang yang sedang dihukum?” tanya Stefanie dengan tatapan dingin pada Alex.Alex tetap tenang. Dia membuka penutup tempat makanan milik Stefanie, lalu mengambil sendok.“Makanlah dulu,” kata Alex.Stefanie benar-benar tak