"Tuan, ada apa?" Teriakan Karl lantas mengagetkan tangan kanannya yang baru saja sampai dì depan pintu kamar saat ini. Bergegas lelaki muda itu masuk ke dalam. Melihat Karl meremas kuat secarik kertas.
Karl mengalihkan pandangan. Dengan mata melotot tajam menatap Leon lalu berkata," Cari Katherine sekarang!" Kerutan di dahi Leon tampak samar. Ingin bertanya namun melihat reaksi Karl, dia urungkan. Dia pun melaksanakan perintah sang tuan. "Argh! Di mana kau!" Sekali lagi Karl memekik hingga membuat wajahnya semakin memerah. Gigi-giginya bergemelatuk menahan amarah yang berkobar-kobar di dalam dada. Pernikahan akan diadakan sebentar lagi. Namun, calon pengantin wanita pergi entah ke mana. Di dalam kertas hanya tertera permintaan maaf, yang mengatakan tidak bisa melanjutkan pernikahan. Hanya itu saja, Katherine tidak membeberkan alasannya. "Katherine, kau harus menjadi milikku! Jangan main-main denganku!" cicit Karl lagi kali ini dengan senyum miring di bibir. Baru semenit berlalu, Karl sudah tidak mampu menahan sabar. Dia pun melenggang keluar kamar hendak menemui keluarga Katherine. "Di mana Katherine?!" Tendangan kecil di pintu kamar Zara, membuat seisi kamar terperanjat kaget. Karl melangkah cepat, kemudian melayangkan tatapan menyelidik pada mereka. Dahi William, Zara dan Lea sontak mengerut, tampak keheranan, setelahnya mereka saling lempar pandangan sesaat. "Ada apa Karl?" William bertanya masih dengan kerutan tipis di kening. "Apa dia bersembunyi di sini?" Kedua mata hitam Karl tak berkedip, malah semakin melebar keluar. "Kalian pasti menyembunyikannya?!" sambung Karl kembali. Membuat raut wajah kebingungan semakin terlukis jelas di wajah William, Zara dan Lea. Sementara itu di lain sisi. Tepatnya di istana, paling belakang, bagian aula pribadi. Di dalamnya, terlihat beberapa orang duduk berjejer sambil memandang ke depan. Sejak tadi tengah menunggu sang mempelai wanita masuk ke ruangan. Di depan ruangan, Frederick sedang berdiri bersama pastor. Lelaki itu bergeming dan sesekali melirik ke depan pintu berganda berlapis emas tersebut. "Kemana dia? Apa dia ingin mempermalukanku?" desis Frederick pelan. Tanpa sengaja pandangan Frederick dan kedua orang tuanya bertemu. Raja dan ratu duduk di barisan paling depan, tanpa menampilkan ekspresi sama sekali. Tatapannya sangat datar dan sedikit dingin. Suara bisik-bisik para undangan pun mulai tertangkap indera pendengaran Frederick. Lelaki berahang tegas itu membungkukkan badan sedikit, meminta maaf atas keterlambatan sang mempelai. Nyatanya sosok yang ditunggu-tunggu tengah kesulitan mengangkat gaun pengantin saat ini. Katherine berlari di lorong yang terhubung dengan aula istana. Dengan napas tersengal-sengal ia menyeret gaun berwarna putih menuju aula. Hari ini rencana liar Katherine akan terkabul. Meski kemarin ada sedikit hambatan. Namun, Katherine mampu membalikkan keadaan dan kini, sebentar lagi, beberapa menit lagi, ia memiliki kekuasaan untuk membalaskan rasa sakitnya. Sejak semalam otaknya sudah ditaburi ide-ide brilian untuk mulai melakukan aksi balas dendamnya tersebut. "Apa Frederick sengaja? Ck, gaun ini terlalu seksi dan berat! Awas saja dia!" umpat Katherine kesal setengah mati. Sebab gaun yang dikenakannya, mengembang di bagian bawah alhasil membuat tubuh Katherine tenggelam. Sekarang suasana di istana nampak sepi. Hanya terlihat beberapa penjaga istana lalu-lalang di sekitar. Kemarin, atas permintaan Katherine pernikahan digelar tertutup. "Ayolah Katherine, jangan sampai rencanamu gagal!" Kaki-kaki mungilnya bergerak cepat menyusuri lorong-lorong istana. Tak sampai lima menit, senyum Katherine langsung merekah saat melihat pintu utama aula sudah terlihat. Katherine pun mempercepat langkah kaki. "Akhirnya, argh!" Namun, Katherine tersentak ketika dari belakang seseorang menyergap tangan kanannya dan membalik badannya dengan sangat cepat. "Karl ...." Kedua netra Katherine membola. Melihat Karl tepat di depan matanya sekarang. "Apa yang kau lakukan di sini?!" Amarah dan kekecewaan mendalam tergambar amat jelas dari bola mata Karl. Kedua tangan kekarnya memegang kuat pundak Katherine hingga ringisan pelan pun terdengar di sekitar. "Sht ..., lepaskan aku, Karl. Aku harus pergi ke aula sekarang!" Dengan sekuat tenaga Katherine berusaha melepaskan diri. "Tidak, aku tidak akan melepaskanmu! Kita kembali ke kapal sekarang!" Mata Karl bertambah lebar. Dia ambil kasar tangan mungil Katherine lalu menyeretnya ke lorong lain dengan sangat cepat dan kasar. Katherine diserang kepanikan mendadak. "Aku tidak mau menikah denganmu!" serunya. Langkah kaki Karl seketika terhenti. Ia condongkan tubuhnya lalu menatap lekat-lekat wajah calon istrinya itu. "Apa kau bilang? Kau tidak mau menikah denganku! Apa salahku Katherine?!" tanyanya penuh penekanan dan amarah yang meluap-luap.Selamat datang di novel terbaru saya teman-teman. Jangan lupa berikan GEM ya, biar saya semakin rajin updatenya. Bagi yang mau tahu informasi jadwal update ceritanya, silakan follow ig saya @oce_annana terima kasih teman² 😊
'Bagaimana ini, aku harus melarikan diri!' Alih-alih menanggapi, Katherine bermonolog di dalam hati. Ia tengah berusaha memutar otak agar dapat terlepas dari jeratan Karl. Sembari mencari rencana, matanya berpendar ke segala arah, berharap seseorang menolongnya sekarang. Namun, keadaan di sekitar tampak sepi, bahkan para asisten yang biasanya ditugaskan membersihkan istana tidak terlihat sama sekali. "Cepat jawab!" bentak Karl seketika, membuat dada Katherine bergerak ke depan sesaat. Katherine terkejut, suara bariton Karl begitu menggelegar, hingga burung-burung mungil di sekitar keluar dari tempat persembunyian. Sebuah sikap yang tak pernah Katherine lihat dari seseorang yang pernah dia sayangi dahulu. Rasa was-was dan ketakutan mulai menjalar di hatinya apabila rencananya gagal total hari ini. "Lepaskan aku Karl!" Dalam hitungan detik, Katherine berusaha menggoyangkan tangannya. Tetapi, Karl bagaikan seekor ular besar yang tidak akan melepaskan mangsa. Karl malah menc
"Apa yang kau lakukan dengan calon pengantinku?" Frederick mendekat, matanya tampak biasa namun nada bicaranya terdengar sangat dingin. Bola mata Karl lantas melebar sejenak. Ia tatap Katherine yang kini tengah berusaha bangkit berdiri kemudian dia arahkan lagi pandangan kepada Frederick. "A—pa? Tid—ak mung—kin," ucapnya terbata-bata. Tadi, Karl mendapat kabar dari Leon bila Katherine akan menikah dengan seseorang di istana. Tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun ia pergi ke tempat tujuan. Sebab aula yang akan didatangi Katherine adalah aula umum, yang biasanya dipakai untuk para bangsawan melangsungkan pernikahan. Karl lantas terdiam masih dengan tatapan terkejut. Sedari tadi kedua matanya melirik Frederick dan Katherine secara bergantian. "Kau tidak apa-apa 'kan?" tanya Frederick setelah melihat Katherine berdiri tepat di sampingnya sekarang. Katherine tak langsung menanggapi, malah melototkan mata sesaat tatkala menyadari keterlambatannya akibat gaun yang dikirim Frederick ta
Untuk kedua kalinya seseorang mengulur-ulur waktu acara pernikahan Katherine dan membuat seluruh tamu undangan kembali berbincang-bincang kecil."Papa ...." Katherine reflek menoleh ke sumber suara, melihat William bersama Zara dan Lea menghampirinya. Terlihat pula di belakang, Karl mengekori mereka. Saat pandangannya dan Karl bertemu, hanya tatapan dingin yang ia dapatkan. Tetapi Katherine tak peduli. Kini dahi Katherine berkerut kuat, diterpa keheranan karena William menyela pernikahannya. Sebelum pergi ke istana dia sudah meminta pada Grace untuk memberitahu William tentang alasannya tidak mau melanjutkan pernikahan. 'Di mana Grace?' Katherine celingak-celinguk mencari Grace yang batang hidungnya tak terlihat di sekitar. Kini dapat dipastikan rencana yang sudah dipersiapkan berubah total semuanya. Katherine mulai khawatir. Namun, sebisa mungkin menampilkan sikap tenang. Meski jantungnya berdebar-debar sekarang. Mendadak atmosfer di sekitar semakin memanas. Raja dan ratu pun terl
Kepanikan Katherine bertambah berkali-kali lipat. Karl sudah sinting. Ternyata laki-laki di hadapannya ini sangatlah berbahaya. Sedikit lagi kulitnya dan kulit Karl bersentuhan.Katherine merasa jijik. Terlebih bayangan Lea dan Karl bercinta di depannya kemarin menari-nari di benaknya sekarang."Aku bilang lepaskan!" Dengan kekuatan penuh Katherine dorong kuat dada Karl kemudian tanpa pikir panjang mengangkat gaunnya sedikit dan melayangkan tendangan di kemaluan Karl."Ahk!" Karl memekik sangat nyaring. Dia reflek memegang kejantanannya yang terasa sakit seperti disentrum listrik, mukanya pun langsung merah padam. Dia merosot ke bawah pelan-pelan, menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh selangkangannya sekarang."Haha, rasakan itu!" Katherine tertawa senang lantas mundur beberapa langkah sambil tak henti-hentinya mengeluarkan tawa, hingga dia tidak menyadari jika di belakangnya saat ini Frederick tengah melangkah cepat, menghampirinya. Mengakibatkan kepala bagian belakang Katheri
"Aku mohon, jangan mendekat! Turunlah dari atas kasur sekarang!" Katherine reflek memejamkan mata saat melihat Frederick tiba-tiba naik ke tempat tidur lalu membuka handuk dengan tatapan lapar, seakan-akan ingin menerkamnya. "Memangnya apa yang mau aku lakukan? Ini kasurku dan tidak ada larangan untuk aku naik ke sini!" Setelahnya terdengar kekehan ringan di ruangan. Frederick mengeluarkan tawa dengan cukup keras."Kau masih bertanya, kau pasti mau menciumku 'kan?" Dengan percaya diri Katherine membalas. Kelopak matanya berkedip-kedip kecil, menahan diri agar tidak membuka mata. Sebab sejak tadi pikirannya sudah berkelana kemana-mana, membayangkan kejantanan besar milik Frederick bergelayut seperti gantungan kunci. "Menciummu?" Tawa Frederick seketika menghilang, berganti dengan bunyi loncatan ke bawah kasur. Lelaki bertubuh atletis itu berdiri di dekat ranjang dan tak sekali pun mengalihkan pandangan dari Katherine. Kini raut wajah Frederick menjadi serius, datar, tanpa ekspresi s
Alis tebal Frederick bertautan. Lelaki bertubuh kekar itu tak langsung menjawab, malah melangkah perlahan mendekati Katherine yang tengah berusaha turun dari atas ranjang sekarang. "Aku mohon masukkan mereka ke istana." Katherine mengulangi perkataannya kembali. Masih dengan muka bantal dan rambut berantakan, dia pun berdiri tepat di hadapan Frederick. "Masuk ke istana, untuk apa?" tanyanya lalu memasukkan kedua tangan ke saku celana. "Begini, aku dengar dari seseorang kalau ada permasalahan dengan pemungutan pajak di kota, kau tahu sendiri kan itu adalah tugas Karl. Aku curiga dengan Karl, sebagai seorang istri aku ingin membantumu," jelas Katherine singkat. Lagi dan lagi Grace memberikan dia informasi yang penting tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi di pemerintahan. Maka dari itu dia mengambil kesempatan untuk membuat Karl hancur. Katherine teringat perkataan Grace dahulu yang mengatakan Karl suka keluar pada malam hari bersama orang-orang yang tidak dikenal. Di ke
"Tinggal di istana?" Lea mengedipkan mata berulang kali. Heran dan penasaran pula. Ada apakah gerangan hingga ia tiba-tiba diperintahkan menetap di istana.Karl pun kebingungan. Sekarang, dahinya berkerut amat kuat menciptakan tiga garis lekukan di tengah-tengah. Sejak tadi dia bergeming di tempat, hanya mata liarnya saja yang bergerak, mengamati kertas yang dipegang Zara saat ini. "Iya Nona." Grace mengangguk samar lalu memundurkan langkah kaki setelah berhasil memberikan kertas pada Zara.Zara lantas membaca kalimat yang tertera di kertas dengan seksama. Seketika, bola matanya langsung berseri-seri. Seakan-akan menenangkan lotre. Senyum aneh pun langsung muncul di wajahnya. Membuat rasa penasaran Lea semakin bertambah. Diam-diam ia memperhatikan tingkah laku mamanya itu dari tadi.Semua terdiam, tenggelam pada pemikirannya masing-masing, sampai pada akhirnya Zara menoleh ke depan lalu melempar senyum tipis. "Baiklah, tugasmu sudah selesai bukan, keluarlah Grace!"Sekali lagi Grace
Teriakan di ujung lorong membuat kumpulan manusia menoleh ke sumber suara. Dahi mereka langsung berkerut, keheranan dan penasaran apa yang terjadi. Namun, setelah diperhatikan dengan seksama. Mereka berbisik satu sama lain kala melihat pemandangan di depan sana yang sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang bangsawan. Mata kelabu Katherine ikut membola, ia pun bergerak cepat, mendekati Lea dan Frederick. 'Apa yang di lakukan Lea? Apa dia sengaja?' Bagaimana tidak, saat ini Lea tengah menindih tubuh Frederick. Dari tadi Katherine bertanya-tanya. Di mana Lea? Mengapa tidak langsung menghadapnya. Karl-lah yang terlebih dahulu menampakkan batang hidungnya. Padahal ia sudah berdiri cukup lama di depan istana tadi hendak menyambut kedatangan dua iblis tersebut. Karl sama terkejutnya. Dengan sigap mengikuti langkah Katherine dari belakang."Ya ampun, maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf Pangeran, Anda tidak apa-apa 'kan?" Dengan cepat Lea bangkit berdiri. Wajahnya kelihatan panik sek