Setelahnya Katherine tersenyum hingga memperlihatkan gigi-gigi putihnya berjejer dengan sangat rapi. Dia lirik sekilas ke samping, di mana Grace memandangnya dengan tatapan terkejut. Sampai-sampai bola mata Grace hampir saja keluar.
Katherine menggeser sedikit kakinya tiba-tiba. "Grace, begitu caranya melamar, 'kan?" tanyanya agak pelan sambil lirik-lirik Frederick ke depan. Sedari tadi Frederick sedang duduk di atas kuda seraya memandanginya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Grace tersenyum meringis hendak membalas. Namun dia urungkan tatkala melihat Frederick mulai turun dari kuda. Tak lupa Grace memberi bahasa isyarat pada Katherine. Katherine buru-buru memandang ke depan sambil melempar senyum lebar pada Frederick, yang saat ini melangkah dengan gagah dan tegap, menghampirinya. Frederick menghentikan langkah kaki tepat di depan Katherine. "Kau bilang apa tadi? Coba ulangi." Karena tinggi badan Frederick tinggi, alhasil Katherine mendongak. Ia membungkuk hormat kembali sesaat. "Aku bilang maukah Pangeran menikah denganku." Frederick tak langsung menjawab. Alis kanannya terangkat seketika, dia pun menaruh kedua tangannya di belakang sambil mengitari Katherine. "Denganmu, bukankah kau akan menikah?" Katherine tersenyum lebar lagi. "Iya, selama ini aku diam-diam menyukai Pangeran, maaf jika aku baru bisa mengutarakannya sekarang. Tidak, pernikahan itu tanpa dasar cinta." 'Oh my God, menjijikkan sekali, sejak kapan aku menyukai dia, tidak apa-apa Katherine, ini demi membalas semua rasa sakitmu tadi malam!' Katherine berseru di dalam hati. Dia berencana akan membalaskan dendam dengan menggunakan kekuasaan Frederick, putra mahkota yang digadang-gadang akan menjadi raja di masa depan. "Sejak kapan?" Ada senyum angkuh terukir di wajah Frederick. Lelaki berambut blonde itu menyugar rambut ke atas, membuat rambut-rambutnya jatuh terbelah. Katherine tak langsung menanggapi. Kedua matanya bergerak-gerak ke sana kemari tengah mencari jawaban. "Sejak kapan?" Frederick mengulangi pertanyaan, tampak tak sabaran. "Sebelum Anda lahir," celetuk Katherine tiba-tiba dengan mata sedikit terbelalak. Dia terkejut akan jawabannya sendiri barusan. Grace pun tak kalah kagetnya, hingga membuat bibirnya mengangga lebar. Katherine reflek menundukkan kepala lalu memukul pelan kepalanya, merutuki kebodohannya itu. 'Astaga, apa aku sudah gila?' Mata elang Frederick melihat dengan seksama tingkah laku Katherine. Dalam hitungan detik ia memutar tumit ke belakang. "Ditolak!" sahut Frederick sembari mendekati kuda putih. "Apa?" Katherine mengangkat wajah. Dengan tergesa-gesa mengekori Frederick. "Tapi Pangeran, aku benar-benar menyukai Pangeran, aku tidak tahu sejak kapan menyukai Anda. Aku tadi asal berbicara karena gugup berhadapan dengan Anda." Kaki Frederick berhenti bergerak tepat di samping kuda. Dia pun menyeringai tipis. "Alasanmu sangat tidak masuk diakal, kau tentu saja tahu, sampai saat ini aku masih menunggu kekasihku untuk kembali. Aku tahu, aku memang tampan. Jadi tidak heran kau berani melamarku. Lagipula kau bukan tipeku, kau kecil dan mungil," sahutnya sambil melirik sekilas bagian dada Katherine. Katherine mulai kesal, bibirnya mendadak mengerucut ke bawah. Selama ini dia sedikit tahu, karena paras rupawan Frederick, lelaki tersebut selalu diincar oleh banyak wanita. Tak pelak saat terdengar kabar Victoria menghilang, banyak para wanita berusaha mendekati Frederick. "Dasar Pangeran mesum. Enak saja, punyaku tidak kecil, lebih besar dari semua wanita yang pernah kau temui!" seru Katherine. Tak ada lagi sikap hormat dan sopan santunnya. Grace mulai ketar-ketir. Sementara Frederick menyeringai tipis. "Ternyata kau berani denganku?" Katherine mendengus lalu berkacak pinggang sambil memajukan dadanya dengan angkuh pula. Seolah-olah menantang sosok di depannya sekarang. "Iya, kenapa, kau tidak suka?" Frederick tak segera membalas, dia kembali mengulas senyum, kali ini sangat lebar hingga membuat hawa di sekitar mencekam. Grace tergesa-gesa mendekat, menyenggol sedikit lengan Katherine, memberinya kode untuk meminta maaf. "Nona." Netra Katherine malah mendelik. "Shft, diamlah, pria seperti ini tidak tahu diri, enak saja dia bilang punyaku kecil." Dia arahkan kembali bola matanya ke depan. "Kenapa kau diam? Ayo cepat jawab, kau tidak suka aku melawanmu?" Frederick balas dengan tertawa rendah sesaat. "Sepertinya kau salah paham, aku mengatakan badanmu yang kecil bukan dadamu, ya walaupun sebenarnya memang kecil, maaf kau bukan tipeku." Katherine naik pitam. Dengan napas memburu dan mata melotot keluar ia maju beberapa langkah kemudian menarik kerah pakaian Frederick. Frederick sedikit terkejut dengan pergerakkan Katherine. Katherine tarik lagi dasi Frederick hingga membuat ujung hidung keduanya hampir saja bertemu. "Dengarkan aku wahai pujaanku. Aku sangat-sangat mencintaimu, aku tidak bisa hidup tanpamu, belahlah dadaku jika kau tak percaya, masalah dadaku ini, nanti dia pasti akan besar. Terimalah lamaranku, mari kita menikah!" teriak Katherine menggebu-gebu. Apa boleh buat Katherine akan melakukan segala macam cara untuk bisa menikah dengan Frederick. Meskipun harus merendahkan harga dirinya. Dia tak peduli lagi akan penilaian Frederick tentang dirinya. Frederick tidak langsung membalas. Dia melirik ke kanan dan kiri sejenak. "Lagipula kalau kau menikah denganku, kau tidak akan rugi!" sambung Katherine lagi. Detik selanjutnya, mata Katherine langsung membola. Baru sadar akan ucapan dan sikapnya yang terkesan vulgar dan tidak beretika. 'Astaga, ada apa denganku?' Katherine bergegas menoleh ke samping, melihat Grace membekap mulutnya sendiri. Wanita itu tak dapat berkata-kata atas sikap majikannya yang di luar nalar. Katherine putar lagi bola matanya ke segala arah, melihat di depan sana, tukang penyapu yang menyapu daun di bawah pohon, wanita yang menyirami bunga dan beberapa asisten istana memandang ke arah mereka dengan raut muka tampak syok. Katherine mendadak kikuk. Ingin sekali dia bersembunyi di balik pohon. Karena malu akan sikapnya yang di luar kendali saat ini. 'Bodoh sekali kau Katherine!' Katherine melempar senyum kecut pada semua orang yang berada di sekitar. Sampai pada akhirnya dehaman rendah Frederick membuat Katherine mengalihkan pandangan ke depan. "Hmmm, baiklah aku menerima lamaranmu, bisakah kau menurunkan tanganmu sekarang,"ujar Frederick. Dengan cepat Katherine melepaskan kerah kemeja putih Frederick lalu mundur beberapa langkah. Katherine pun langsung menunduk. "Jadi Anda menerima lamaranku Pangeran?" tanyanya tanpa menatap lawan bicara. Tanpa disadari Katherine, Frederick menyeringai tajam sejenak. "Iya, nanti malam datanglah kemari, kau harus bertemu raja dan ratu." Katherine mengangkat kepala, tak menyangka Frederick akan menerima lamarannya setelah dia tidak bersikap sopan tadi. Sepasang mata abu-abu itu langsung berbinar-binar. "Baik, terima kasih Pangeran." Frederick tiba-tiba maju, merendahkan tubuh kemudian mendekatkan bibir ke telinga Katherine. Mata Katherine sontak terbelalak. "Sama-sama, Nona kecil. Pakailah gaun yang seksi, agar dadamu kelihatan berisi," ujar Frederick seraya melirik dada Katherine sekilas. Katherine pun mulai kesal, hendak menyanggah. Namun Frederick tiba-tiba berbalik kemudian melangkah dengan cepat ke depan. Dia tak sempat membalas dan hanya dapat memandangi punggung Frederick dari kejauhan. "Sampai bertemu nanti malam Nona berdada kecil!" seru Frederick diiringi tawa keras di ujung sana. "Dasar Pangeran mesum! Awas kau!" Katherine kembali emosi hendak mengejar namun Grace menahan tangannya. "Nona, hentikan, sudah ayo kita pulang." Grace melempar senyum kaku pada perkerja istana yang tersenyum lebar, melihat interaksi Frederick dan Katherine barusan. Katherine tak menanggapi, malah menghentak-hentakkan kaki ke rumput sejenak. Setelah itu, dengan wajah tertekuk Katherine melengoskan muka, melenggang pergi. Meninggalkan Grace yang membungkuk hormat dan meminta maaf kepada seluruh perkerja di istana. * * * Sebulan kemudian. Hari ini pernikahan Karl dan Katherine akan diadakan tiga puluh menit lagi di atas kapal pesiar. "Selamat ya Karl, hari ini kau akan menjadi menantuku. Papa mau ke kamar dulu, melihat mama mertuamu apa sudah selesai berhias atau belum," ucap William, pamit undur diri. Karl mengulum senyum. "Terima kasih Pa, silakan, oh ya Katherine ada di mana, aku mau bertemu dengannya sebentar." William tersenyum lebar pula. "Sepertinya ada di kamar, kau tidak bisa sabaran ya, padahal sebentar lagi dia menjadi milikmu." Karl hanya membalas dengan melempar senyum. Usai itu, William berlalu pergi dan Karl berjalan menuju kamar Katherine. "Sayang ini aku, aku masuk ya." Sebelum masuk, Karl mengetuk pintu sebentar kemudian melangkah ke dalam. Begitu pintu terbuka, dahinya langsung berkerut saat melihat ruangan nampak sepi. "Katherine," panggil Karl sambil berjalan ke sana kemari, mencari Katherine. Langkahnya tiba-tiba terhenti di dekat sofa, di mana gaun pengantin yang akan dipakai Katherine tergeletak di atas sofa. Karl bertambah heran, perhatiannya teralihkan dengan secarik kertas kecil di atas gaun pengantin. Dia ambil kertas itu. "Katherine!!!""Tuan, ada apa?" Teriakan Karl lantas mengagetkan tangan kanannya yang baru saja sampai dì depan pintu kamar saat ini. Bergegas lelaki muda itu masuk ke dalam. Melihat Karl meremas kuat secarik kertas. Karl mengalihkan pandangan. Dengan mata melotot tajam menatap Leon lalu berkata," Cari Katherine sekarang!" Kerutan di dahi Leon tampak samar. Ingin bertanya namun melihat reaksi Karl, dia urungkan. Dia pun melaksanakan perintah sang tuan. "Argh! Di mana kau!" Sekali lagi Karl memekik hingga membuat wajahnya semakin memerah. Gigi-giginya bergemelatuk menahan amarah yang berkobar-kobar di dalam dada. Pernikahan akan diadakan sebentar lagi. Namun, calon pengantin wanita pergi entah ke mana. Di dalam kertas hanya tertera permintaan maaf, yang mengatakan tidak bisa melanjutkan pernikahan. Hanya itu saja, Katherine tidak membeberkan alasannya. "Katherine, kau harus menjadi milikku! Jangan main-main denganku!" cicit Karl lagi kali ini dengan senyum miring di bibir. Baru semenit ber
'Bagaimana ini, aku harus melarikan diri!' Alih-alih menanggapi, Katherine bermonolog di dalam hati. Ia tengah berusaha memutar otak agar dapat terlepas dari jeratan Karl. Sembari mencari rencana, matanya berpendar ke segala arah, berharap seseorang menolongnya sekarang. Namun, keadaan di sekitar tampak sepi, bahkan para asisten yang biasanya ditugaskan membersihkan istana tidak terlihat sama sekali. "Cepat jawab!" bentak Karl seketika, membuat dada Katherine bergerak ke depan sesaat. Katherine terkejut, suara bariton Karl begitu menggelegar, hingga burung-burung mungil di sekitar keluar dari tempat persembunyian. Sebuah sikap yang tak pernah Katherine lihat dari seseorang yang pernah dia sayangi dahulu. Rasa was-was dan ketakutan mulai menjalar di hatinya apabila rencananya gagal total hari ini. "Lepaskan aku Karl!" Dalam hitungan detik, Katherine berusaha menggoyangkan tangannya. Tetapi, Karl bagaikan seekor ular besar yang tidak akan melepaskan mangsa. Karl malah menc
"Apa yang kau lakukan dengan calon pengantinku?" Frederick mendekat, matanya tampak biasa namun nada bicaranya terdengar sangat dingin. Bola mata Karl lantas melebar sejenak. Ia tatap Katherine yang kini tengah berusaha bangkit berdiri kemudian dia arahkan lagi pandangan kepada Frederick. "A—pa? Tid—ak mung—kin," ucapnya terbata-bata. Tadi, Karl mendapat kabar dari Leon bila Katherine akan menikah dengan seseorang di istana. Tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun ia pergi ke tempat tujuan. Sebab aula yang akan didatangi Katherine adalah aula umum, yang biasanya dipakai untuk para bangsawan melangsungkan pernikahan. Karl lantas terdiam masih dengan tatapan terkejut. Sedari tadi kedua matanya melirik Frederick dan Katherine secara bergantian. "Kau tidak apa-apa 'kan?" tanya Frederick setelah melihat Katherine berdiri tepat di sampingnya sekarang. Katherine tak langsung menanggapi, malah melototkan mata sesaat tatkala menyadari keterlambatannya akibat gaun yang dikirim Frederick ta
Untuk kedua kalinya seseorang mengulur-ulur waktu acara pernikahan Katherine dan membuat seluruh tamu undangan kembali berbincang-bincang kecil."Papa ...." Katherine reflek menoleh ke sumber suara, melihat William bersama Zara dan Lea menghampirinya. Terlihat pula di belakang, Karl mengekori mereka. Saat pandangannya dan Karl bertemu, hanya tatapan dingin yang ia dapatkan. Tetapi Katherine tak peduli. Kini dahi Katherine berkerut kuat, diterpa keheranan karena William menyela pernikahannya. Sebelum pergi ke istana dia sudah meminta pada Grace untuk memberitahu William tentang alasannya tidak mau melanjutkan pernikahan. 'Di mana Grace?' Katherine celingak-celinguk mencari Grace yang batang hidungnya tak terlihat di sekitar. Kini dapat dipastikan rencana yang sudah dipersiapkan berubah total semuanya. Katherine mulai khawatir. Namun, sebisa mungkin menampilkan sikap tenang. Meski jantungnya berdebar-debar sekarang. Mendadak atmosfer di sekitar semakin memanas. Raja dan ratu pun terl
Kepanikan Katherine bertambah berkali-kali lipat. Karl sudah sinting. Ternyata laki-laki di hadapannya ini sangatlah berbahaya. Sedikit lagi kulitnya dan kulit Karl bersentuhan.Katherine merasa jijik. Terlebih bayangan Lea dan Karl bercinta di depannya kemarin menari-nari di benaknya sekarang."Aku bilang lepaskan!" Dengan kekuatan penuh Katherine dorong kuat dada Karl kemudian tanpa pikir panjang mengangkat gaunnya sedikit dan melayangkan tendangan di kemaluan Karl."Ahk!" Karl memekik sangat nyaring. Dia reflek memegang kejantanannya yang terasa sakit seperti disentrum listrik, mukanya pun langsung merah padam. Dia merosot ke bawah pelan-pelan, menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh selangkangannya sekarang."Haha, rasakan itu!" Katherine tertawa senang lantas mundur beberapa langkah sambil tak henti-hentinya mengeluarkan tawa, hingga dia tidak menyadari jika di belakangnya saat ini Frederick tengah melangkah cepat, menghampirinya. Mengakibatkan kepala bagian belakang Katheri
"Aku mohon, jangan mendekat! Turunlah dari atas kasur sekarang!" Katherine reflek memejamkan mata saat melihat Frederick tiba-tiba naik ke tempat tidur lalu membuka handuk dengan tatapan lapar, seakan-akan ingin menerkamnya. "Memangnya apa yang mau aku lakukan? Ini kasurku dan tidak ada larangan untuk aku naik ke sini!" Setelahnya terdengar kekehan ringan di ruangan. Frederick mengeluarkan tawa dengan cukup keras."Kau masih bertanya, kau pasti mau menciumku 'kan?" Dengan percaya diri Katherine membalas. Kelopak matanya berkedip-kedip kecil, menahan diri agar tidak membuka mata. Sebab sejak tadi pikirannya sudah berkelana kemana-mana, membayangkan kejantanan besar milik Frederick bergelayut seperti gantungan kunci. "Menciummu?" Tawa Frederick seketika menghilang, berganti dengan bunyi loncatan ke bawah kasur. Lelaki bertubuh atletis itu berdiri di dekat ranjang dan tak sekali pun mengalihkan pandangan dari Katherine. Kini raut wajah Frederick menjadi serius, datar, tanpa ekspresi s
Alis tebal Frederick bertautan. Lelaki bertubuh kekar itu tak langsung menjawab, malah melangkah perlahan mendekati Katherine yang tengah berusaha turun dari atas ranjang sekarang. "Aku mohon masukkan mereka ke istana." Katherine mengulangi perkataannya kembali. Masih dengan muka bantal dan rambut berantakan, dia pun berdiri tepat di hadapan Frederick. "Masuk ke istana, untuk apa?" tanyanya lalu memasukkan kedua tangan ke saku celana. "Begini, aku dengar dari seseorang kalau ada permasalahan dengan pemungutan pajak di kota, kau tahu sendiri kan itu adalah tugas Karl. Aku curiga dengan Karl, sebagai seorang istri aku ingin membantumu," jelas Katherine singkat. Lagi dan lagi Grace memberikan dia informasi yang penting tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi di pemerintahan. Maka dari itu dia mengambil kesempatan untuk membuat Karl hancur. Katherine teringat perkataan Grace dahulu yang mengatakan Karl suka keluar pada malam hari bersama orang-orang yang tidak dikenal. Di ke
"Tinggal di istana?" Lea mengedipkan mata berulang kali. Heran dan penasaran pula. Ada apakah gerangan hingga ia tiba-tiba diperintahkan menetap di istana.Karl pun kebingungan. Sekarang, dahinya berkerut amat kuat menciptakan tiga garis lekukan di tengah-tengah. Sejak tadi dia bergeming di tempat, hanya mata liarnya saja yang bergerak, mengamati kertas yang dipegang Zara saat ini. "Iya Nona." Grace mengangguk samar lalu memundurkan langkah kaki setelah berhasil memberikan kertas pada Zara.Zara lantas membaca kalimat yang tertera di kertas dengan seksama. Seketika, bola matanya langsung berseri-seri. Seakan-akan menenangkan lotre. Senyum aneh pun langsung muncul di wajahnya. Membuat rasa penasaran Lea semakin bertambah. Diam-diam ia memperhatikan tingkah laku mamanya itu dari tadi.Semua terdiam, tenggelam pada pemikirannya masing-masing, sampai pada akhirnya Zara menoleh ke depan lalu melempar senyum tipis. "Baiklah, tugasmu sudah selesai bukan, keluarlah Grace!"Sekali lagi Grace