Lea menutup cepat dadanya dengan kedua tangan kemudian menegakkan badan.
"Apa maksud Kakak, apa Kakak mengatakan aku pelacur ...." Suara Lea terdengar gemetar, matanya pun nampak berkaca-kaca, seolah-olah menahan tangisnya agar tak tumpah."Aku tidak mengatai kau pelacur, aku hanya heran saja dengan gaunmu seperti pakaian seorang pelacur, lihatlah di sekitarmu ada Pangeran dan Karl." Katherine mencoba bersikap tenang walau sebenarnya dia mulai muak atas sikap Lea.Apalagi tepat di depan matanya sekarang Lea mulai membekap mulutnya sendiri sambil mulai menitihkan air mata."Kau berlebihan Katherine. Aku tidak mengerti maksudmu. Lea, kau tidak apa-apa 'kan?" Karl tiba-tiba mendekat, menenangkan Lea dengan mengelus perlahan punnggungnya.Lea mengeleng cepat sambil menangis tersedu sedan. "Aku tidak apa-apa Karl, tapi aku heran mengapa Kakak mengatai aku pelacur ...."Katherine enggan menanggapi malah menghela napas kasar lalu me"Frederick!" panggil Katherine. Melangkah cepat, mendekati Frederick. Grace pun dengan sigap mengikuti dari Katherine dari belakang. Dalam jarak 13 meter, Frederick dan Lea sedang berjalan berdampingan. Entah mengapa perasaan Katherine mulai tidak nyaman, ada sesuatu yang berdesir aneh menjalar di relung hatinya. Namun, Katherine tak dapat menjelaskannya melalui kata-kata sekarang. Terlebih dari kejauhan dress yang dikenakan Lea lebih terbuka dari sebelumnya. Kedua pundak mulusnya terlihat dengan sangat jelas dan bagi siapa saja yang melihat pasti akan menelan air ludah berkali-kali. Begitu mendengar suara Katherine, dengan serempak Frederick dan Lea memutar tubuh. "Disini kau rupanya Kak, dari tadi aku mencarimu." Lea langsung memberi komentar sambil mengembangkan senyuman yang paling lebar dan manis. Tetapi bagi Katherine senyuman itu adalah sebuah malapetaka. Bukannya langsung menanggapi, Katherine malah melewati Lea begitu saja lalu berdiri tepat di samping Frederick. "Saya
Suara nyaring Lea, membuat banyak pasang mata tertuju padanya. Para bangsawan dan pelayan yang sedang lalu-lalang di istana lantas memusatkan perhatian ke arah mereka. Bisik-bisik pun mulai terdengar di sekitar. "Astaga, apa yang aku lakukan ...." Menyadari sikap dan ucapannya berlebihan, mata Lea sontak membola. Secepat kilat dia menundukkan kepala sambil sesekali memukul kepalanya sendiri. 'Jadi begini sifatmu Lea, baiklah ini baru permulaan, aku akan membuat kau merasakan apa yang aku rasakan dulu.' Katherine menyungging senyum tipis sambil bermonolog di dalam hati. Tak ada yang menyadari ekspresi wajahnya, semua orang fokus memandangi Lea sekarang. "Jadi kau menuduhku berselingkuh dengan Katherine?" Bukan Katherine yang membalas, melainkan Frederick. Mata Katherine terbelalak.Tak menyangka bila Frederick akan menanggapi. Apalagi dari tadi suami kontraknya ini terdiam membisu. Membiarkan dia berdebat dengan Lea. Ia pun reflek melirik ke samping sekilas, di mana Frederick menata
Gugup, Katherine dilanda kegugupan. Ia dan Frederick begitu dekat, hanya sejengkal saja ruang yang tersisa di antara mereka. "Fred, ma—u a—pa?" Lagi Katherine bertanya, aroma tubuh maskulin Frederick mulai masuk ke indera penciumannya, dan membuat jantungnya kembali berdetak kencang. Frederick malah toleh kanan, toleh kiri sambil semakin menghimpit tubuh mungil Katherine ke pilar istana. "Fred, awh sakit! Kau kenapa?" Katherine tersentak, tangannya ditarik kembali tiba-tiba. Frederick tak membalas, malah menyeret Katherine dan berjalan cepat menuju kamar. Semakin was-was Katherine. Berulang kali memanggil-manggil nama Frederick. "Frederick, lepaskan tanganku!" "Frederick!" Keributan yang ditimbulkan di sepanjang lorong membuat para bangsawan dan para pelayan yang sedang melakukan tugasnya terlihat terkejut serta penasaran. Kendati demikian, mereka tak berani bertanya, hanya membungkukkan badan dengan hormat saat Frederick dan Katherine melintas di depan mata mereka.
Teriakan Frederick begitu menggelegar sampai-sampai para pelayan di luar kamar terperanjat kaget. Sama halnya dengan keadaan Katherine di dalam, terkesiap pula. Dia spontak tak jadi memutar gagang pintu. Namun sekarang tangannya bergetar pelan, menahan takut. Sebab untuk pertama kalinya mendengar Frederick menjerit. Dengan perlahan, ia menoleh ke arah Frederick. Ekspresi terkejut juga yang didapatkan Katherine. Sepertinya lelaki bermata biru itu baru menyadari akan sikapnya barusan, terlampau garang dan kasar hingga membuat wanita yang berstatus menjadi istri kontrak itu membeku di tempat. "Ruangan apa ini?" Meski takut, Katherine pun bertanya. Penasaran dan heran mengapa Frederick terlihat begitu naik pitam saat ini. Padahal tadi sempat mengajaknya bersenda gurau. Tak ada sahutan, Frederick membuang napas kasar lalu menyugar rambut bagian depan ke atas. Dengan sabar Katherine menanti jawaban. Namun Frederick tak kunjung menggerakkan bibir. Ruangan luas dan didominasi warna pu
Katherine diserang kepanikan mendadak. Kendati demikian membungkukkan badan juga, guna menghormati Celine, ialah ratu Denmark dan sekaligus mama Frederick. Setiap kali bertatap muka dengan Celine. Ia merasa sedang dikuliti. Sebab tatapan mama Frederick begitu mengintimidasi dan dingin. "Selamat siang Ratu." Katherine terlebih dahulu menyapa. "Siang." Datar dan tanpa ekspresi Celine menanggapi. Katherine tersenyum kecut, bingung dengan situasi saat ini. Entah sejak kapan wanita berusia 44 tahun itu berada di sekitar lorong kamar Frederick. Katherine sangat penasaran, apakah Celine mendengar obrolan dia dan Frederick tadi? Semoga saja tidak, pikir Katherine sesaat. Kali ini Katherine sedikit keheranan, mengapa saat ini tidak melihat para pelayan yang biasa menemani sang ratu kemana pun ia pergi. Ia hendak bertanya namun perintah Celine, mengurungkan niatnya. "Ikut denganku." Celine memutar tubuh tiba-tiba lalu melangkah dengan anggun
Cahaya lampu di sekitar tampak temaram. Namun, berkat cahaya bulan di atas langit, Katherine dapat melihat wajah Karl meski samar-samar. Kini, dalam jarak beberapa meter, Karl tengah menoleh ke kanan dan ke kiri, seakan-akan tengah memastikan keadaan di sekitar. Bagi siapa pun yang melihat pasti akan menimbulkan tanda tanya besar. Katherine membungkukkan badan tatkala hampir saja pandangannya bertemu dengan Karl barusan. "Mencurigakan sekali, ke mana Karl pergi ya?" gumam Katherine pelan sambil matanya sesekali melirik ke depan. Ia bergeming, sedang mengambil ancang-ancang untuk mengikuti Karl. Sejak tadi bersembunyi di balik hamparan bunga yang menjulang tinggi di sekitar taman. Mata Katherine seketika membola saat dari arah selatan, seorang pria yang wajahnya tidak jelas menyembul dari balik semak-semak. Katherine kesulitan melihat wajah pria tersebut. Karena lelaki itu membelakangi Katherine. Namun yang jelas bukan Leon, kaki tangan Karl dan juga bukan orang yang pernah dia tem
Dalam keadaan minim pencahayaan, Katherine berusaha memberontak dan tanpa pikir panjang menginjak kaki si pelaku. "Awh!" Berhasil, si pelaku reflek menurunkan tangan. Akan tetapi dahi Katherine berkerut samar saat mendengar rintihan yang tak asing sekarang. Secepat kilat ia memutar badan. Mata Katherine terbelalak. "Frederick ..., mengapa kau ada di sini?" tanyanya heran dan penasaran. Frederick terlihat meringis. "Tenagamu lumayan kuat, uh. Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kau malam-malam begini ada di hutan?" Katherine hendak membalas namun akan teringat tujuannya masuk ke dalam hutan tadi. Lantas dengan cepat memutar tubuh ke belakang. Dahinya kembali berkerut sebab kumpulan manusia tadi tiba-tiba menghilang. Dia bergegas berlari kecil ke depan sambil mengabaikan suara panggilan Frederick di belakang."Katherine, hei kau mau ke mana? Ayo kita kembali ke istana, di sini berbahaya!" Frederick berlari cepat, mengekori Katherine. Katherine tak langsung menjawab, malah menoleh
Katherine terjatuh ke tanah. Dia tak sengaja menabrak punggung belakang Frederick barusan. Sebab lelaki bermata biru menghentikan langkahnya tiba-tiba. Sepertinya Frederick mendengar obrolan mereka tadi. Katherine amat terkejut tatkala mendengar suara teriakan Frederick barusan. Dengan cepat dia mendongak, melihat raut wajah Frederick merah padam. "Berhenti membicarakan dia!" seru Frederick seketika."Puteri, Anda tidak apa-apa 'kan?" Logan nampak khawatir lantas bergegas membantu Katherine berdiri.Mata Katherine mulai berkaca-kaca. Menahan sesak yang seketika merasuk jiwanya. Hari ini sudah dua kali Frederick membentaknya. Katherine pun tidak tahu mengapa hari ini suasana hatinya begitu sensitif. "Apa kau marah jika aku membicarakan Victoria? Aku hanya ingin tahu, apa itu salah, siapa tahu saja aku bisa membantumu." Suara Katherine terdengar bergetar. Menahan air matanya agar tak meluruh.Riak muka Frederick mendadak berubah menjadi datar. Lelaki itu terdiam tapi matanya tak berk