Laki laki dengan tubuh penuh tato sedang merayu gadis muda, ia mengajak gadis itu untuk pergi makan malam bersama, tapi sejurus kemudian gadis itu sudah tertembak oleh satu peluru kemudian jatuh menghantam lantai sebuah pisau juga jatuh dari genggaman gadis muda tersebut.
“Ganu!?, apa yang kau lakukan?.” Tanya laki laki bertato kebingungan. “Domenic, kamu sangat polos, gadis itu hendak membunuhmu.” Jelas Ganu. “Kami baru saja akan berciuman, tapi kau… ah sudah lupakan!” Laki laki bertato tersebut bernama Domenic, ia gangster yang ditakuti saat ini, selain kekuatan fisik yang ia miliki, ia juga dianugerahi pesona yang memikat. “Kesepian membuat kamu menjadi bodoh, apa yang akan Shanne katakan jika melihat semua ini,” ucapnya sembari mengantongi pistolnya kembali. “Dia pasti akan memukulku.” Jawab Domenic sedikit mengangguk. Ganu laki laki berwajah adem tersebut adalah tangan kanan Domenic dia memiliki kepribadian lemah lembut tapi tegas, selalu membawa pistol antik yang ia beli senilai dua juta dolar di lapak seorang tunawicara. Beberapa menit kemudian datang wanita cantik lagi, dia berpakaian begitu terbuka menuju arah mereka. “Sedang meributkan apa?,” tanya wanita tersebut penasaran. Domenic dan Ganu sontak mengalihkan topik ia kemudian membicarakan sebuah apartemen mewah yang berhasil dibeli. Mereka tidak ingin gadis itu mengadu pada Shanne soal Domenic yang merayu wanita. “Apa kalian membayar dengan uang untuk apartemen itu?, atau dengan hal lain?.” Tanya kembali sambil memasang wajah curiga pada Ganu. Ranre adalah nama gadis itu, bagian dari mereka berdua, gadis cantik dengan kulit eksotis begitu teliti dibidang akuntansi. Mereka mengobrol biasa saja, tidak merasa terganggu dengan gadis cantik bersimbah darah yang sebelumnya ditembak Ganu. Renra juga tidak merasa kasihan melihat sesama wanita menderita, hanya menghela nafas panjang. “Kenapa kamu datang sendiri, dimana Shanne?.” Tanya Domenic. Ranre hanya menggerakkan bahunya sebagai jawaban bahwa ia tidak tahu keberadaan Shanne karen gadis itu mengajukan cuti di akhir bulan, terakhir dia mengatakan akan mengunjungi makam ibundanya tapi sudah seminggu tidak ada kabar. *** Sedangkan Shanne sedang mandi sambil terus teringat bagaimana sekarang sosok Dani mulai memburu tubuhnya. Tadi pagi Dani juga sudah memberikan kecupan manis sesaat setelah ia bangun tidur. "Otakku penuh hal mesum, menyebalkan!" keluh Shanne. Saat ia masih memakai handuk Dani sudah duduk di ranjang, membuat Shanne terkejut. “Aku sudah bilang kamu harus mengetuk pintu meski di rumahmu sendiri!” Omel Shanne kesal. "Kamu istriku, untuk apa aku melakukan hal itu?." Kilah Dani. Dani terpanah pesona Shanne yang terbalut handuk, sungguh tubuh yang menggiurkan. “Ada apa?, kenapa menatapku begitu?,” tanya Shanne ia merasa risih. “Tidak ada, aku datang untuk mengajakmu ke suatu tempat.” Kata Dani. Dani berniat mengajak Shanne ke sebuah toko untuk membeli beberapa pakaian serta kebutuhan lainnya. "Dalam setengah jam kita akan berangkat." Kata Dani. Shanne hanya mengangguk setuju, kali ini tidak menolak. Dia punya ide untuk memeras duda kaya tersebut supaya cepat menyerah pada dirinya. *** Sedangkan di sebuah villa, Jasmine dengan pakaian nyaris telanjang sedang panas panasnya berpose vulgar, dia beberapa kali mendesah, sampai akhirnya tubuh pria yang menikmati pertunjukannya terjatuh lemas. “Ahh.. dengar besok kamu akan menjadi satu satunya yang paling bersinar, Aleksa tidak akan mendapat panggung besok malam, sesuai kesepakatan 9 miliar untuk sebulan.” Jelas pria gendut tersebut, seorang produser. Dengan wajah senang, Jasmine kemudian mendekat dia memuji pria gendut tersebut lalu mengenakan kembali pakaiannya dan pergi. Dia melakukan ini demi sebuah popularitas semata. Dia tampak seperti jalang, tapi dia model papan atas yang terkenal dengan kecantikan yang ia miliki, postur tubuh ideal idaman semua wanita. Brum brumm brumm Dia kembali ke apartemen mewah miliknya, di sana sudah ada pria lain yang menunggu dirinya. “Kemana saja kamu, aku sudah satu jam menunggumu?!” omel pria tersebut. Jasmine tidak menggubris, dia duduk di sofa sambil menikmati segelas jus. “Kita berhutang lebih dari 20 miliar!, kenapa kamu masih santai!?.” Imbuh pria tersebut. “Tidak perlu khawatir, setengah hutang kita akan terbayar besok malam.” Mendengar itu pria tersebut ikut duduk di sebelah model cantik tersebut, untuk memastikan bahwa Jasmine tidak sedang bercanda. “Bagaimana bisa, itu jumlah uang yang tidak sedikit, Jasmine!?. “Pria babi itu yang akan membayar..” “Sungguh!, tuan Wilson produser film itu, apa yang kamu lakukan sampai dia mau memberimu banyak uang?,” Jasmine kemudian mengatakan bahwa ia menghabiskan waktu berdua sejak tadi siang, seperti kebenaran rumor si gendut Willson dia memiliki kelainan seksual, hanya ingin melihat seorang wanita berakting seolah dia sedang digauli. Pria tersebut akhirnya percaya, dia kembali tenang dan meninggalkan kediaman Jasmine. Padahal ia datang untuk menyarankan Jasmine memeras uang pasa mantan suaminya. *** Shanne tidak menyangka dia benar benar akan pergi keluar untuk berbelanja bersama Dani. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan, mereka sampai pada sebuah pusat perbelanjaan dengan brand yang menguasai pasar dunia, bernama Xollo. Dani membuka pintu mobil memberikan tangannya untuk membantu Shanne turun. Shanne sempat takjub karena gedung begitu mewah dan unik tersebut terlihat hanya bisa dimasuki orang orang kaya. “Pemiliknya adalah teman lamaku, jangan merasa khawatir.” Kata Dani. Setelah dua seminggu lebih tidak pergi kemanapun ini menjadi kesempatan besar baginya untuk meloloskan diri. “Jangan berpikir untuk kabur, aku bisa membuatmu kena hukuman tanpa ampun.” Bisik Dani. Shanne hanya menelan ludah, dia jadi teringat peristiwa panas bersama Dani sebagai hukuman ketidakpatuhan dirinya, meski tidak berhubungan intim tapi itu cukup membuatnya hampir gila. Dani menuntun Shanne memasuki tempat tersebut, disana disambut hangat pelayan bernama Darla. Dengan telaten ia memandu Shanne melihat lihat beberapa koleksi di sana, yang angka terendah berada pada harga belasan juta. “Jika ada yang kau suka, jangan sungkan kita kesini untuk belanja bukan melihat harga.” Kata Dani. “Apa ini sengaja kamu lakukan agar aku luluh padamu?,” tanya Shanne dia melihat satu set pakain di depannya sedikit bagus. Ponsel berdering, Dani izin mengangkat ponsel sejenak, menjaga jarak dengan Shanne yang sedang berbincang dengan pelayan toko. “Berikan padaku koleksi yang paling mahal saat ini.” Kata Shanne. “Sayang sekali koleksi paling mahal untuk musim ini baru akan launching minggu depan, anda bisa melihat barang dan harganya secara daring terlebih dahulu, silahkan.” “Bantu aku memesan, pria di sana akan membayar semua tagihannya.” Pelayan ramah tersebut tidak banyak bicara langsung melakukan pemesanan, dia tahu laki laki yang sedang menelfon adalah pelanggan tetap Xollo meski dia pegawai baru, dinilai dari pakaian yang ia kenakan berasal dari koleksi Xollo yang harganya satu barang saja mencapai ratusan juta. Mata Shanne tertuju pada sepatu berwarna ungu, ia ingat sahabatnya sangat menyukainya, dia ingin memegang sepatu tersebut namun tangan wanita lain lebih cepat mengambilnya. “Maaf, tapi aku lebih dulu.” Ucapnya. “Tidak masalah, aku tidak berniat membelinya.” Jawab Shanne. Shanne kemudian mengalah, ia sepintas mengenali wajah berkacamata tersebut mirip model yang terpajang di layar Xollo. Dia sangat cantik.Lotus, karyawan baru mendapat sanjungan ketika berhasil menjual koleksi Xollo termahal musim ini di hari pertama bekerja oleh rekan kerjanya. Zen Fei sang pemilik yang kebetulan berada di sana kemudian menghampiri karyawan tersebut, dia dengan senyum mengucapkan selamat dan menambah bonus untuknya. Dia juga penasaran siapa yang membeli, namun saat karyawan tersebut menunjukkan atas nama Dani Alves raut wajahnya menjadi heran, itu adalah nama kawan lamanya. Bagaimana dia bisa membeli pakaian perempuan, jelas itu bukan ukuran wanita yang pernah ia temui. *** Beranjak dari Xollo, Shanne kembali memasuki sebuah toko yang menjual kebutuhan wanita mulai dari make up dan perawatan kecantikan, Dani mengajak masuk tapi Shanne sempat menolak, dia tidak terlalu pandai memakai prodak kecantikan, tapi karena teringat ia ingin menguras kantong Dani sebagai pelajaran mendadak bersemangat. "Ini bagian dari hidup seorang wanita, kamu harus membeli sesuatu dari sini," kata Dani. "Baiklah," jaw
Shanne tidak bisa tidur meski hari sudah larut, dia pergi ke lantai bawah untuk mengambil sesuatu untuk dimakan. Ini pertama kalinya Shanne mengendap endap pergi ke dapur di malam hari. Dia mengira semua orang sudah tidur, sehingga dia dengan bebas mengambil cemilan dan sebotol wine. Saat kembali ke kamar, Shanne sepintas masih mendengar aktivitas di salah satu ruangan. Dia berpikir sejenak tapi tidak menemukan jawaban, dengan cuek dia pergi ke kamar tapi langkah ceroboh membuatnya tersungkur. Crang Gelas yang dibawa Shanne pecah, tapi sebotol wine yang ia bawa masih selamat. “Aw… sakit sekali.” Shanne meringis kesakitan. Dengan sedikit merangkak Shanne menepi, pantulan gelas jatuh sedikit mengenai lengannya. Lututnya juga terasa mati rasa menghantam lantai. Suara gaduh membuat Dani di ruang kerjanya langsung berlari memastikan apa yang terjadi, dia menyalakan lampu melihat Shanne terduduk kesakitan. "Shanne!?, apa yang terjadi?," tanya Dani. Dani dengan khawatir membop
Dokter memeriksa tubuh Shanne, dia sedikit mengangguk kemudian melihat ke arah Dani. "Dia demam tinggi, tapi yang paling serius adalah dia dehidrasi parah dan itu sangat berbahaya." Jelas Dokter. Dokter memberikan resep obat, menyarankan agar Shanne makan makanan bergizi dan minum air putih lebih banyak. "Jangan khawatir dalam tiga hari dia akan sembuh, untuk luka memar kalian hanya perlu mengompres dengan air es." Imbuh sang dokter. Kemudian kepala pelayan mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumah sambil mengucapkan terimakasih. Dokter paruh baya itu adalah dokter pribadi keluarga Alves, mereka memiliki dokter pribadi sebagai salah satu hal wajib untuk menunjang kesehatan. Di dalam kamar Shanne terbaring sedang dirawat oleh para pelayan yang membantu mengganti pakaian Shanne terlebih dahulu, sedangkan Dani ia sibuk mengatakan pada menejer dan para karyawan di ponsel untuk menunda rencana proyek pembangunan sampai minggu depan dengan alasan kesehatan, padahal ia i
Dalam lelap tidur Shanne bertemu almarhum ibunya, dia sangat merindukan sosok itu hingga berlari secepat mungkin sambil terus memanggil. "Ibuu... Ibu...." Dani yang tidur di sebelah Shanne mencoba memeluk gadis yang terus mengigau sesekali mencoba membangunkan dengan lembut. "Shanne, bangunlah... Shanne... Shanne!" "Ibu... " Dani kemudian mengguncang tubuh Shanne sedikit kuat barulah ia sadar bahwa pertemuan dengan ibunya tidak nyata membuat matanya berkaca-kaca. "Tenanglah..," Dani memeluk penuh perhatian. Pelukan Dani hangat, Shanne tidak menyangka sebuah pelukan bisa melepaskan sesuatu yang bersembunyi di hatinya, membuatnya lega. "Minumlah... ini efek demam, seseorang akan mengalami mimpi yang dramatis." Kata Dani. Shanne kemudian minum wajahnya sedikit berpaling dari Dani dan mengucapkan terimakasih. "Ingat! Kali ini aku berterimakasih, tapi bukan berati aku sudah memaafkan mu!" Kata Shanne. Dani menahan tawa, dia hanya memberi kecupan pada Shanne yang malu
Di kediaman Dani Alves, Sun Shanne dia baru saja keluar dari kamar, pelayan memberi tahu ada tamu untuknya dan menambahkan agar segera menemuinya, wanita berdarah eropa itu bertanya tamu siapa tapi pelayan tidak menjawab. “Anda harus menemuinya sendiri.” Kata pelayan. Dilanda rasa penasaran dia kemudian mengikuti arahan dari pelayan tersebut, dia menduga bahwa tamu yang pelayan maksud mungkin dia adalah anggota keluarga Alves yang lain secara Nyonya Stevia telah menemuinya. Kebetulan Dani tidak ada dirumah dia kembali bekerja di perusahaan juga memberi tahu akan pulang sedikit terlambat. Pelayan menuntun ke paviliun, seperti Nyonya Stevia di sana juga sudah disediakan teh tapi Sun Shanne tidak mendapati sosok siapapun, kemudian melihat sekitar mencari siapa yang dipanggil tamu oleh pelayan, kemudian datang laki laki gondrong dengan jas hitam pekat membawa dua anak buah dari sisinya. Laki laki itu melempar tatapan intimidasi terhadap Sun Shanne, tanpa perkenalan lewat mulut
Di pinggir jalan Domenic, pria penuh tato menemui kenalan guna mencari informasi keberadaan Sun Shanne, bersama Ganu juga Renra. "Sun, aku tidak melihatnya melewati jalan ini." Ucap wanita muda tersebut. "Dom, ini kota besar mencari satu orang akan sangat sulit." Imbuh wanita lebih tua di sebelahnya. Pagi tadi mereka baru bergerak bahwa ada sesuatu yang tidak beres mengingat Sun Shanne telah pergi begitu lama, saat Renra mengunjungi apartemennya ia tidak menemui apapun selain ponsel kehabisan daya milik Sun Shanne, ia memberikan ponsel Sun Shanne pada Ganu untuk melacak informasi keberadaan Sun Shanne tapi tidak memiliki apapun sebagai petunjuk. "Bagaimana ini, tidak ada apapun yang mencurigakan." Kata Ganu, dia berbalik dari kursi kerjanya di depan komputer. "Apa mungkin dia memiliki kekasih." Sahut Domenic. Renra mendengus, dia mengarahkan lemparan jeruk ke wajah Domenic. "Aw-," "Lagipula pria seperti apa yang membuat Sun Shanne meninggalkan ponselnya dan kita begit
Pelayan masuk menemui Nyonya Stevia sambil membawa pesan bahwa putra kedua Alves sudah tiba dengan detektif Louis. Nyonya Stevia antusias dia bangkit dari duduknya untuk menyambut putra kedua yang kalut dalam hatinya. "Duduklah, kamu bisa membicarakan hal ini," kata Nyonya Stevia. "Katakan padaku sejauh mana Ibu mengetahui siapa Sun Shanne?!." Lontar Dani dengan tegas. Wanita itu tersenyum, dia tidak langsung menjawab melainkan memberikan dokumen berisi perjalanan Sun Shanne selama lima tahun terakhir. "Ibu tahu sejauh tulisan di dokumen ini." Ujar Nyonya Stevia. Dani mengeryitkan dahi, dia membolak balikkan isi dokumen tersebut bahkan tercatat Sun Shanne pernah membunuh seorang laki laki hidung belang lima tahun lalu tapi tidak terjerat hukum pidana, informasi yang didapat sang ibu lebih akurat daripada detektif Loius. "Wanita itu menakutkan, lebih baik lepaskan dia sebelum membuat masalah di keluarga kita." Nasihat Nyonya Stevia, dia memberikan jalan keluar untuk tanda
Suasana begitu hening sampai kemudian Tuan Aleksander Alves membuka pembicaraan dengan mengatakan nama Sun Shanne. "Putraku, pertimbangkan baik-baik mengenai Sun Shanne." Kata Nyonya Stevia. "Aku menolak-," Jawab spontan Dani, "aku tidak ingin hidup di atas aturan kalian lagi." "Kalo kamu keras kepala aku juga sama keras kepalanya." Ancam sang Ayah yang mulai menunjukkan wajah kesalnya. "Dimana dia sekarang!" Dani Alves berdiri, dia menetap tajam sang Ayah, "bebaskan dia, dan berhenti berpura-pura!" Sang Kakak angkat bicara, dia mengeluhkan sikap Dani yang tidak sopan serta main tuduh terhadap sang Ayah. "Dani, duduklah!" Printah Nathan, sang Kakak dengan tegas. Saat mereka sedang dalam situasi argumen yang sengit, anjing popo yang ditinggal majikan kecilnya gaduh menggonggong di depan pintu ruang kerja Tuan Aleksandra Alves yang dijaga dua anak buah berkacamata, dimana Sun Shanne di sandra di sana, dibalik ruangan rahasia dinding rak. Penjaga juga merasa kesulitan unt
Keesokan harinya...Dalam kamar Sun Shanne terbangun, menggeser kakinya untuk mengapung dibibir ranjang. Tubuhnya masih terasa sedikit berat ia lalu mengingat telah makan malam bersama dan bersulang bersama Renra. Dengan langkah malas setelah sepuluh menit duduk, ia akhirnya berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Shanne bangun paling terlambat, semuanya sudah berkumpul untuk sarapan pagi. Tapi Shanne dengan wajah kusut turun dari lift, matanya mencari cari sosok sang duda sebelum ia mengambil posisi duduk di meja makan. Domenic datang tepat di belakang Shanne, dia menepuk pundak sahabatnya dengan lembut," kamu pasti mencari Dani, dia sudah pergi pagi buta." Rasa penasaran Sun akhirnya terjawab membuatnya merasa lega, tidak heran sosok Dani yang sibuk sudah pasti dia pulang lebih dulu. Tapi, yang tidak di ketahui oleh dirinya Dani berada di tangan Domenic sepenuhnya, dia di suatu tempat yang tidak akan pernah Sun sadari, di sembunyikan sebagai sandra untuk Alaxsander
Renra mencubit Ganu, "kamu mau mengatai aku seekor lembu kan!" Ganu mengelak, dia menurunkan tubuh Renra lalu menggelengkan kepala, "tidak, maksudku... lemah lembut." "Huh, alasan." Timpa Renra. Dani duduk sambil membandingkan pertemuan pertama kali dengan sosok Renra dengan yang kali ini ia lihat, dimana sosok itu seperti tidak memiliki hati nurani juga bermata bengis, tapi disini Dani melihat dia seperti gadis yang bermanja pada sang kakak. Sedangkan Ganu, pria berkacamata itu menarik rasa penasaran Dani, ini pertama kalinya bertemu. Ganu menoleh kemudian terkejut dengan sosok yang duduk bersebrangan dengan Domenic. Sedangkan Sun Shanne yang masih memperhatikan hujan tidak merespon Ganu yang terkejut. "Apa ini sungguhan?." Kata Ganu, dia melempar tatapan kepada Shanne yang cuek. "Bukannya aku sudah memberi tahumu?dia bahkan baru saja bertaruh di kursi Pion." Sahut Renra. "Aku pikir kau bercanda." Ganu terkejut, " Aw... lihat.. aku seharian belum makan apapun." imbuh Gan
"Katakan padaku, di mana pria pemilik jam tangan ini?" Tanya Sun Shanne, dia mengelap air mata gadis bernama Sofia dengan ujung jarinya. Sofia gadis kecil berusia 9 tahun itu menggelengkan kepala, dia tidak tahu kemana Vlad dan kawan kawan membawanya. "Kalo begitu pergilah pulang, dan jangan pernah melakukan hal ini lagi, atau aku tidak pernah lagi mau menemui mu!" Ancam Shanne. Sofia mengangguk, dia tampak seperti gadis kecil penurut, "Vlad mengatakan jika aku punya hadiah mewah, Kak Sun akan kembali." tutur Sofia dengan nada penuh penyesalan. "Baiklah, aku maafkan, lain kali jangan terperdaya ucapan orang lain" Tatap Shanne menegaskan. Gadis itu mengangguk pelan, dia langsung berlari menuju arah pulang, meninggalkan Sun Shanne sendirian.*** Beberapa detik kemudian ponselnya berbunyi memberi sebuah pesan dari Renra. Dia menanyakan keberadaan Dani pada Shanne untuk memastikan orang yang duduk di meja para kupu kupu bukan Dani Alves. Seharusnya pria seperti Dani tidak ak
Dani merasa bangga dengan apa yang dikatakan oleh istrinya, mereka jarang bicara satu sama lain tapi dia memahami bagaimana hubungan dirinya dengan kedua orang tua serta sang Kakak. Dani meraih tangan Sun Shanne, "maaf Ibu, kami punya rencana pergi hari ini, apa ada yang ingin Ibu katakan lagi?." Tanya Dani. Nyonya Stevia memegang kepalanya frustasi, dia tidak mengatakan apapun langsung angkat kaki dari rumah putra keduanya. Di depan mobil langsung di sambut sekretaris pribadinya yang sudah menebak reaksi Dani Alves pada sang Nyonya. Dani memandangi Shanne, tidak tau kata yang tepat untuk menggambarkan pribadinya yang unik, kadang lemah lembut, kasar, kadang juga penyayang dan keibuan. Sun Shanne mendongak, "lihat apa!" bentaknya. "Tentu saja melihat dirimu, siapa lagi?." Dani menjawab sambil celingukan menegaskan memang Shanne wanita yang ia pandangi. "Dengar, hari ini aku akan pergi ke The Rude, aku tidak akan mendengar larangan apapun." Kata Sun Shanne, dia pergi ke kam
Tiga hari telah berlalu dari kesepakatan yang telah disetujui oleh Domenic dan dirinya, ia tahu ini semua sebagai tolak ukur menilai keseriusannya. Meski ini bukan hal mudah menjamin seratus persen keberhasilan tapi dia mulai berusaha dengan mengurus pembagian saham sebagai langkah pertama, sesuai yang Domenic minta. Memberikan saham tidak semudah memberi kejutan pada anak kecil, dia juga harus mengurus beberapa hal dan antisipasi resiko kedepannya, membuatnya harus memiliki jam ekstra untuk bekerja. "Huftt..." Dani menghela napas bersandar pada kursi kerjanya. Terlintas seharian ini dia juga belum mendengar Sun Shanne keluar kamar, maka dari itu dia menyimpan pekerjaan miliknya sebentar untuk melihat gadis yang ia cintai di kamar. Dani menaiki tangga, dia berhenti sejenak lalu menatap layar ponselnya, ia menekan logo aplikasi belanja online untuk membeli sesuatu, dia tampak memainkan jarinya dengan wajah serius kemudian menyimpan ponsel di sakunya kembali. Begitu masuk seper
Angin malam sepoi sepoi mengelus lembut paras Sun Shanne membuat Dani tidak berpikir banyak tentang keputusannya, untuk memenuhi tantangan yang Domenic berikan. Sun Shanne telah menyihir matanya untuk terus jatuh cinta padanya. Dia tidak akan ragu melakukan apapun bahkan meskipun mempertaruhkan segalanya. "Seperti apapun dia hanya pria nekat, Domenic!" "Siapa peduli? jangan berpikir terlalu keras Sun." Balas Domenic sambil menaikan alisnya sebelah. Sun Shanne melirik ke arah Renra dia tampak tenang tenang saja sambil mengunyah permen karet kesukaannya"Renra, kenapa kamu diam saja, bantu aku bicara!" Mendengar Sun Shanne berteriak gadis seksi itu hanya menaikan kedua bahunya dengan ekspresi tidak ingin terlibat. Merasa jengkel Shanne menghampiri tubuh Dani yang berdiri agak jauh dari mereka, "Dani, bukankah kita sudah sepakat dengan semua ini, aku bukan lagi istrimu!" Dani membalas dengan senyum, kini dia lebih percaya diri dengan isi kepalanya, "maaf saja sayang, itu pal
"Sebenarnya kita akan kemana?!" Sun Shanne mulai kesal, dia terlihat beberapa kali mendesis ingin mengomel. "Duduk dan nikmati perjalanan." Balas Domenic. Renra justru ia malah tidur selama perjalanan, tidak perduli mereka akan kemana, selama ada senjata ditangannya dia tidak akan khawatir kemanapun. Sun Shanne yang lelah berhenti protes, dia pasrah tidak menumpang mobil yang dikemudikan oleh Domenic, sahabatnya. Suasana dimobil hanya disini suara deru mesin yang kemudian disela suara perut Sun Shanne yang keroncongan. Kruyuk~ Kruyuk~ Suara itu membuat Domenic melirik ke arah Dani, "apa kamu tidak memberi makan gadis yang kau culik!?" Dani, dia melihat ke belakang Sun Shanne yang sibuk memandangi jendela mobil, tidak ingin menangkap wajah Dani. "Apa kamu ingin makan sesuatu?." Tanya Dani lembut. "Tidak!" Jawab Sun Shanne singkat. Dani menujuk salah satu tempat mewah yang berdiri kokoh meminta Domenic untuk menepi sebelum terlewat agar Sun Shanne bisa makan sesuatu di sana, l
Tidak lama orang yang dicari mereka muncul dengan berlari, diikuti pelayan yang coba menyaingi langkah sang Nona. "Kalian... " Sun Shanne menyambut antusias namun langsung teralihkan dengan keadaan yang ia lihat di luar saat mendekati Domenic dan Renra. "Apa yang terjadi?." Sun Shanne, dia merasa tindakan ini berlebihan setelah melihat kekacauan yang sahabatnya buat, terlalu banyak darah yang mereka ciptakan bahkan pada security paruh baya. "Kenapa kamu tampak bingung?." Balas Renra. "Sun Shanne? lihat bekas luka itu, seharus kami yang bertanya apa yang terjadi?." Tanya Domenic, ia memperhatikan jari jemari Sun Shanne dan bekas lecet di tubuhnya. Sun Shanne melihat ke arah tubuhnya, "Ini bukan apa apa, aku akan menjelaskan setelah kita keluar dari rumah ini." "Tunggu!" Sahut Dani menghalangi, ia lupa dengan kesepakatan yang telah terjadi untuk membiarkan Shanne pergi. Renra berjalan besedekap mendekati Dani, "Menculik, lalu menikahi secara paksa, apa itu disebut pernika
"Sudah, cukup! berikan berkas itu dan aku akan menyelesaikan sendiri." Pinta Sun Shanne, dia telah mendengar banyak kejutan dari mulut sang detektif, "aku anggap akan sepadan untuk membayar perlakuan Ayahmu." Tanpa protes Dani memberikan berkas didepannya lalu berbalas tatap dengan detektif Louis yang telah diminta mendampingi Sun Shanne pulang ke apartemennya. Dengan ini perjalanan pernikahan mereka juga akan segera berakhir.Sun Shanne juga harus segera bergerak dengan informasi yang sudah di kantongi olehnya, bukan waktunya untuk menangis apalagi merasa takut dengan fakta yang telah ia telan. Meski tampak luar bersikap biasa saja, ia sebenarnya sedang menekan dirinya agar tegas dengan hatinya pergi dari kediaman Dani Alves, pria yang telah menikahinya secara paksa. Detektif Louis melempar senyum dia mempersilahkan Sun Shanne melangkah lebih dulu, "silahkan Nona, saya akan mengantar anda." Shanne mendongak dia masih belum berdiri tapi sudah dipersilahkan berjalan lebih dahul