Laki laki dengan tubuh penuh tato sedang merayu gadis muda, ia mengajak gadis itu untuk pergi makan malam bersama, tapi sejurus kemudian gadis itu sudah tertembak oleh satu peluru kemudian jatuh menghantam lantai sebuah pisau juga jatuh dari genggaman gadis muda tersebut.
“Ganu!?, apa yang kau lakukan?.” Tanya laki laki bertato kebingungan. “Domenic, kamu sangat polos, gadis itu hendak membunuhmu.” Jelas Ganu. “Kami baru saja akan berciuman, tapi kau… ah sudah lupakan!” Laki laki bertato tersebut bernama Domenic, ia gangster yang ditakuti saat ini, selain kekuatan fisik yang ia miliki, ia juga dianugerahi pesona yang memikat. “Kesepian membuat kamu menjadi bodoh, apa yang akan Shanne katakan jika melihat semua ini,” ucapnya sembari mengantongi pistolnya kembali. “Dia pasti akan memukulku.” Jawab Domenic sedikit mengangguk. Ganu laki laki berwajah adem tersebut adalah tangan kanan Domenic dia memiliki kepribadian lemah lembut tapi tegas, selalu membawa pistol antik yang ia beli senilai dua juta dolar di lapak seorang tunawicara. Beberapa menit kemudian datang wanita cantik lagi, dia berpakaian begitu terbuka menuju arah mereka. “Sedang meributkan apa?,” tanya wanita tersebut penasaran. Domenic dan Ganu sontak mengalihkan topik ia kemudian membicarakan sebuah apartemen mewah yang berhasil dibeli. Mereka tidak ingin gadis itu mengadu pada Shanne soal Domenic yang merayu wanita. “Apa kalian membayar dengan uang untuk apartemen itu?, atau dengan hal lain?.” Tanya kembali sambil memasang wajah curiga pada Ganu. Ranre adalah nama gadis itu, bagian dari mereka berdua, gadis cantik dengan kulit eksotis begitu teliti dibidang akuntansi. Mereka mengobrol biasa saja, tidak merasa terganggu dengan gadis cantik bersimbah darah yang sebelumnya ditembak Ganu. Renra juga tidak merasa kasihan melihat sesama wanita menderita, hanya menghela nafas panjang. “Kenapa kamu datang sendiri, dimana Shanne?.” Tanya Domenic. Ranre hanya menggerakkan bahunya sebagai jawaban bahwa ia tidak tahu keberadaan Shanne karen gadis itu mengajukan cuti di akhir bulan, terakhir dia mengatakan akan mengunjungi makam ibundanya tapi sudah seminggu tidak ada kabar. *** Sedangkan Shanne sedang mandi sambil terus teringat bagaimana sekarang sosok Dani mulai memburu tubuhnya. Tadi pagi Dani juga sudah memberikan kecupan manis sesaat setelah ia bangun tidur. "Otakku penuh hal mesum, menyebalkan!" keluh Shanne. Saat ia masih memakai handuk Dani sudah duduk di ranjang, membuat Shanne terkejut. “Aku sudah bilang kamu harus mengetuk pintu meski di rumahmu sendiri!” Omel Shanne kesal. "Kamu istriku, untuk apa aku melakukan hal itu?." Kilah Dani. Dani terpanah pesona Shanne yang terbalut handuk, sungguh tubuh yang menggiurkan. “Ada apa?, kenapa menatapku begitu?,” tanya Shanne ia merasa risih. “Tidak ada, aku datang untuk mengajakmu ke suatu tempat.” Kata Dani. Dani berniat mengajak Shanne ke sebuah toko untuk membeli beberapa pakaian serta kebutuhan lainnya. "Dalam setengah jam kita akan berangkat." Kata Dani. Shanne hanya mengangguk setuju, kali ini tidak menolak. Dia punya ide untuk memeras duda kaya tersebut supaya cepat menyerah pada dirinya. *** Sedangkan di sebuah villa, Jasmine dengan pakaian nyaris telanjang sedang panas panasnya berpose vulgar, dia beberapa kali mendesah, sampai akhirnya tubuh pria yang menikmati pertunjukannya terjatuh lemas. “Ahh.. dengar besok kamu akan menjadi satu satunya yang paling bersinar, Aleksa tidak akan mendapat panggung besok malam, sesuai kesepakatan 9 miliar untuk sebulan.” Jelas pria gendut tersebut, seorang produser. Dengan wajah senang, Jasmine kemudian mendekat dia memuji pria gendut tersebut lalu mengenakan kembali pakaiannya dan pergi. Dia melakukan ini demi sebuah popularitas semata. Dia tampak seperti jalang, tapi dia model papan atas yang terkenal dengan kecantikan yang ia miliki, postur tubuh ideal idaman semua wanita. Brum brumm brumm Dia kembali ke apartemen mewah miliknya, di sana sudah ada pria lain yang menunggu dirinya. “Kemana saja kamu, aku sudah satu jam menunggumu?!” omel pria tersebut. Jasmine tidak menggubris, dia duduk di sofa sambil menikmati segelas jus. “Kita berhutang lebih dari 20 miliar!, kenapa kamu masih santai!?.” Imbuh pria tersebut. “Tidak perlu khawatir, setengah hutang kita akan terbayar besok malam.” Mendengar itu pria tersebut ikut duduk di sebelah model cantik tersebut, untuk memastikan bahwa Jasmine tidak sedang bercanda. “Bagaimana bisa, itu jumlah uang yang tidak sedikit, Jasmine!?. “Pria babi itu yang akan membayar..” “Sungguh!, tuan Wilson produser film itu, apa yang kamu lakukan sampai dia mau memberimu banyak uang?,” Jasmine kemudian mengatakan bahwa ia menghabiskan waktu berdua sejak tadi siang, seperti kebenaran rumor si gendut Willson dia memiliki kelainan seksual, hanya ingin melihat seorang wanita berakting seolah dia sedang digauli. Pria tersebut akhirnya percaya, dia kembali tenang dan meninggalkan kediaman Jasmine. Padahal ia datang untuk menyarankan Jasmine memeras uang pasa mantan suaminya. *** Shanne tidak menyangka dia benar benar akan pergi keluar untuk berbelanja bersama Dani. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan, mereka sampai pada sebuah pusat perbelanjaan dengan brand yang menguasai pasar dunia, bernama Xollo. Dani membuka pintu mobil memberikan tangannya untuk membantu Shanne turun. Shanne sempat takjub karena gedung begitu mewah dan unik tersebut terlihat hanya bisa dimasuki orang orang kaya. “Pemiliknya adalah teman lamaku, jangan merasa khawatir.” Kata Dani. Setelah dua seminggu lebih tidak pergi kemanapun ini menjadi kesempatan besar baginya untuk meloloskan diri. “Jangan berpikir untuk kabur, aku bisa membuatmu kena hukuman tanpa ampun.” Bisik Dani. Shanne hanya menelan ludah, dia jadi teringat peristiwa panas bersama Dani sebagai hukuman ketidakpatuhan dirinya, meski tidak berhubungan intim tapi itu cukup membuatnya hampir gila. Dani menuntun Shanne memasuki tempat tersebut, disana disambut hangat pelayan bernama Darla. Dengan telaten ia memandu Shanne melihat lihat beberapa koleksi di sana, yang angka terendah berada pada harga belasan juta. “Jika ada yang kau suka, jangan sungkan kita kesini untuk belanja bukan melihat harga.” Kata Dani. “Apa ini sengaja kamu lakukan agar aku luluh padamu?,” tanya Shanne dia melihat satu set pakain di depannya sedikit bagus. Ponsel berdering, Dani izin mengangkat ponsel sejenak, menjaga jarak dengan Shanne yang sedang berbincang dengan pelayan toko. “Berikan padaku koleksi yang paling mahal saat ini.” Kata Shanne. “Sayang sekali koleksi paling mahal untuk musim ini baru akan launching minggu depan, anda bisa melihat barang dan harganya secara daring terlebih dahulu, silahkan.” “Bantu aku memesan, pria di sana akan membayar semua tagihannya.” Pelayan ramah tersebut tidak banyak bicara langsung melakukan pemesanan, dia tahu laki laki yang sedang menelfon adalah pelanggan tetap Xollo meski dia pegawai baru, dinilai dari pakaian yang ia kenakan berasal dari koleksi Xollo yang harganya satu barang saja mencapai ratusan juta. Mata Shanne tertuju pada sepatu berwarna ungu, ia ingat sahabatnya sangat menyukainya, dia ingin memegang sepatu tersebut namun tangan wanita lain lebih cepat mengambilnya. “Maaf, tapi aku lebih dulu.” Ucapnya. “Tidak masalah, aku tidak berniat membelinya.” Jawab Shanne. Shanne kemudian mengalah, ia sepintas mengenali wajah berkacamata tersebut mirip model yang terpajang di layar Xollo. Dia sangat cantik.Lotus, karyawan baru mendapat sanjungan ketika berhasil menjual koleksi Xollo termahal musim ini di hari pertama bekerja oleh rekan kerjanya. Zen Fei sang pemilik yang kebetulan berada di sana kemudian menghampiri karyawan tersebut, dia dengan senyum mengucapkan selamat dan menambah bonus untuknya. Dia juga penasaran siapa yang membeli, namun saat karyawan tersebut menunjukkan atas nama Dani Alves raut wajahnya menjadi heran, itu adalah nama kawan lamanya. Bagaimana dia bisa membeli pakaian perempuan, jelas itu bukan ukuran wanita yang pernah ia temui. *** Beranjak dari Xollo, Shanne kembali memasuki sebuah toko yang menjual kebutuhan wanita mulai dari make up dan perawatan kecantikan, Dani mengajak masuk tapi Shanne sempat menolak, dia tidak terlalu pandai memakai prodak kecantikan, tapi karena teringat ia ingin menguras kantong Dani sebagai pelajaran mendadak bersemangat. "Ini bagian dari hidup seorang wanita, kamu harus membeli sesuatu dari sini," kata Dani. "Baiklah," jaw
Shanne tidak bisa tidur meski hari sudah larut, dia pergi ke lantai bawah untuk mengambil sesuatu untuk dimakan. Ini pertama kalinya Shanne mengendap endap pergi ke dapur di malam hari. Dia mengira semua orang sudah tidur, sehingga dia dengan bebas mengambil cemilan dan sebotol wine. Saat kembali ke kamar, Shanne sepintas masih mendengar aktivitas di salah satu ruangan. Dia berpikir sejenak tapi tidak menemukan jawaban, dengan cuek dia pergi ke kamar tapi langkah ceroboh membuatnya tersungkur. Crang Gelas yang dibawa Shanne pecah, tapi sebotol wine yang ia bawa masih selamat. “Aw… sakit sekali.” Shanne meringis kesakitan. Dengan sedikit merangkak Shanne menepi, pantulan gelas jatuh sedikit mengenai lengannya. Lututnya juga terasa mati rasa menghantam lantai. Suara gaduh membuat Dani di ruang kerjanya langsung berlari memastikan apa yang terjadi, dia menyalakan lampu melihat Shanne terduduk kesakitan. "Shanne!?, apa yang terjadi?," tanya Dani. Dani dengan khawatir membop
Dokter memeriksa tubuh Shanne, dia sedikit mengangguk kemudian melihat ke arah Dani. "Dia demam tinggi, tapi yang paling serius adalah dia dehidrasi parah dan itu sangat berbahaya." Jelas Dokter. Dokter memberikan resep obat, menyarankan agar Shanne makan makanan bergizi dan minum air putih lebih banyak. "Jangan khawatir dalam tiga hari dia akan sembuh, untuk luka memar kalian hanya perlu mengompres dengan air es." Imbuh sang dokter. Kemudian kepala pelayan mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumah sambil mengucapkan terimakasih. Dokter paruh baya itu adalah dokter pribadi keluarga Alves, mereka memiliki dokter pribadi sebagai salah satu hal wajib untuk menunjang kesehatan. Di dalam kamar Shanne terbaring sedang dirawat oleh para pelayan yang membantu mengganti pakaian Shanne terlebih dahulu, sedangkan Dani ia sibuk mengatakan pada menejer dan para karyawan di ponsel untuk menunda rencana proyek pembangunan sampai minggu depan dengan alasan kesehatan, padahal ia i
Dalam lelap tidur Shanne bertemu almarhum ibunya, dia sangat merindukan sosok itu hingga berlari secepat mungkin sambil terus memanggil. "Ibuu... Ibu...." Dani yang tidur di sebelah Shanne mencoba memeluk gadis yang terus mengigau sesekali mencoba membangunkan dengan lembut. "Shanne, bangunlah... Shanne... Shanne!" "Ibu... " Dani kemudian mengguncang tubuh Shanne sedikit kuat barulah ia sadar bahwa pertemuan dengan ibunya tidak nyata membuat matanya berkaca-kaca. "Tenanglah..," Dani memeluk penuh perhatian. Pelukan Dani hangat, Shanne tidak menyangka sebuah pelukan bisa melepaskan sesuatu yang bersembunyi di hatinya, membuatnya lega. "Minumlah... ini efek demam, seseorang akan mengalami mimpi yang dramatis." Kata Dani. Shanne kemudian minum wajahnya sedikit berpaling dari Dani dan mengucapkan terimakasih. "Ingat! Kali ini aku berterimakasih, tapi bukan berati aku sudah memaafkan mu!" Kata Shanne. Dani menahan tawa, dia hanya memberi kecupan pada Shanne yang malu
Di kediaman Dani Alves, Sun Shanne dia baru saja keluar dari kamar, pelayan memberi tahu ada tamu untuknya dan menambahkan agar segera menemuinya, wanita berdarah eropa itu bertanya tamu siapa tapi pelayan tidak menjawab. “Anda harus menemuinya sendiri.” Kata pelayan. Dilanda rasa penasaran dia kemudian mengikuti arahan dari pelayan tersebut, dia menduga bahwa tamu yang pelayan maksud mungkin dia adalah anggota keluarga Alves yang lain secara Nyonya Stevia telah menemuinya. Kebetulan Dani tidak ada dirumah dia kembali bekerja di perusahaan juga memberi tahu akan pulang sedikit terlambat. Pelayan menuntun ke paviliun, seperti Nyonya Stevia di sana juga sudah disediakan teh tapi Sun Shanne tidak mendapati sosok siapapun, kemudian melihat sekitar mencari siapa yang dipanggil tamu oleh pelayan, kemudian datang laki laki gondrong dengan jas hitam pekat membawa dua anak buah dari sisinya. Laki laki itu melempar tatapan intimidasi terhadap Sun Shanne, tanpa perkenalan lewat mulut
Hangatnya mentari pagi belum menyentuh tubuh Shanne, gadis yang masih pengar di ranjangnya membalikkan tubuhnya dengan malas telah menyadari hari sudah pagi. Dia belum melihat sekeliling kamarnya belum menyadari ada sosok laki laki yang tengah duduk di sofa.“Mpph.. jam berapa ini?.” Gumam Shanne, dia mencoba meraih jam di meja.Sosok laki laki itu mengamati dengan senyum tipis kemudian berdiri mendekat pada gadis tersebut, dia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun seolah terpesona meski Sun Shanne tampak acak acakan.“Selamat pagi Nona…,” sapa laki laki tersebut, menyentuh hidung Shanne.“Kenapa ada suara yang menyapa di kepalaku?.” Pikir Shanne, belum menyadari.Shanne belum bangkit dia masih menyeimbangkan otaknya untuk melihat jam di tangannya dengan tepat. Dia minum lebih banyak semalam dari biasanya membuatnya sedikit kesulitan.“Hai Nona, sekarang adalah pukul tujuh pagi.” “Tujuh pagi, syukurlah aku tidak terlambat,” balas Shanne, “tunggu suara siapa barusan!”Shanne kemud
“Selamat datang tuan… .” Sambut pelayan. Dani membalas dengan anggukan kecil, lalu pelayan membantu membawakan tas, begitu tiba ia mencari sosok isterinya, berjalan menuju kamar dengan banyak pikiran mengenai Shanne. Knock knock knock Tidak ada jawaban, Dani kemudian memanggil pelayan di bawah menanyakan tentang Shanne. “Maaf tuan, sepertinya nona Shanne sedang tidur.” “Apa dia sudah makan?.” Tanya Dani, ia memandang pintu kamar yang terkunci. “Belum Tuan, nona hanya makan dua keping biskuit.” Mendengar penjelasan pelayan, Dani berinisiatif membawakan makanan, dia secara khusus pulang lebih cepat hari ini untuk memastikan keadaan Shanne di rumah. Para pelayan juga merasa heran, majikannya tidak pernah melakukan hal ini bahkan pada mantan istrinya dahulu. Dani orang sibuk yang menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus perusahaan. Sedangkan di dalam kamar, Shanne sedang bersiap untuk melarikan diri, dengan menggenggam benda tumpul di tangannya ia berniat akan memu
Dengan tidak percaya diri Shanne berjalan sendiri setelah kepala pelayan memapah langkahnya separuh jalan. Pakaian merah maroon yang ia kenakan sedikit memiliki ekor, serta sepatu hak tinggi yang ikut melengkapi menambah kesan anggun padanya. Dia mendadak terdiam, melihat area kebun disulap menjadi tempat dinner luar biasa, meja putih dengan hiasan mawar di atasnya menambah rona romansa. Latar tempat juga dihias dengan banyak bunga dan lampu kecil. Dani sengaja mempersiapkan ini atas saran dari orang kepercayaannya, agar bisa merebut hati Shanne. Masih perlu sepuluh langkah lagi untuk membuatnya benar benar hadir dinner malam itu. Tapi Shanne juga mencari celah, bagaimana ia akan kabur malam ini. Melihat Shanne yang terdiam mematung, Dani segera menghampiri menyerahkan tangannya untuk meraih tangan lembut Shanne. "Kamu sangat cantik malam ini,” puji Dani, ia melempar senyum bahagia. Shanne tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan Dani, dalam otaknya berisi kata lari.
Di kediaman Dani Alves, Sun Shanne dia baru saja keluar dari kamar, pelayan memberi tahu ada tamu untuknya dan menambahkan agar segera menemuinya, wanita berdarah eropa itu bertanya tamu siapa tapi pelayan tidak menjawab. “Anda harus menemuinya sendiri.” Kata pelayan. Dilanda rasa penasaran dia kemudian mengikuti arahan dari pelayan tersebut, dia menduga bahwa tamu yang pelayan maksud mungkin dia adalah anggota keluarga Alves yang lain secara Nyonya Stevia telah menemuinya. Kebetulan Dani tidak ada dirumah dia kembali bekerja di perusahaan juga memberi tahu akan pulang sedikit terlambat. Pelayan menuntun ke paviliun, seperti Nyonya Stevia di sana juga sudah disediakan teh tapi Sun Shanne tidak mendapati sosok siapapun, kemudian melihat sekitar mencari siapa yang dipanggil tamu oleh pelayan, kemudian datang laki laki gondrong dengan jas hitam pekat membawa dua anak buah dari sisinya. Laki laki itu melempar tatapan intimidasi terhadap Sun Shanne, tanpa perkenalan lewat mulut
Dalam lelap tidur Shanne bertemu almarhum ibunya, dia sangat merindukan sosok itu hingga berlari secepat mungkin sambil terus memanggil. "Ibuu... Ibu...." Dani yang tidur di sebelah Shanne mencoba memeluk gadis yang terus mengigau sesekali mencoba membangunkan dengan lembut. "Shanne, bangunlah... Shanne... Shanne!" "Ibu... " Dani kemudian mengguncang tubuh Shanne sedikit kuat barulah ia sadar bahwa pertemuan dengan ibunya tidak nyata membuat matanya berkaca-kaca. "Tenanglah..," Dani memeluk penuh perhatian. Pelukan Dani hangat, Shanne tidak menyangka sebuah pelukan bisa melepaskan sesuatu yang bersembunyi di hatinya, membuatnya lega. "Minumlah... ini efek demam, seseorang akan mengalami mimpi yang dramatis." Kata Dani. Shanne kemudian minum wajahnya sedikit berpaling dari Dani dan mengucapkan terimakasih. "Ingat! Kali ini aku berterimakasih, tapi bukan berati aku sudah memaafkan mu!" Kata Shanne. Dani menahan tawa, dia hanya memberi kecupan pada Shanne yang malu
Dokter memeriksa tubuh Shanne, dia sedikit mengangguk kemudian melihat ke arah Dani. "Dia demam tinggi, tapi yang paling serius adalah dia dehidrasi parah dan itu sangat berbahaya." Jelas Dokter. Dokter memberikan resep obat, menyarankan agar Shanne makan makanan bergizi dan minum air putih lebih banyak. "Jangan khawatir dalam tiga hari dia akan sembuh, untuk luka memar kalian hanya perlu mengompres dengan air es." Imbuh sang dokter. Kemudian kepala pelayan mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumah sambil mengucapkan terimakasih. Dokter paruh baya itu adalah dokter pribadi keluarga Alves, mereka memiliki dokter pribadi sebagai salah satu hal wajib untuk menunjang kesehatan. Di dalam kamar Shanne terbaring sedang dirawat oleh para pelayan yang membantu mengganti pakaian Shanne terlebih dahulu, sedangkan Dani ia sibuk mengatakan pada menejer dan para karyawan di ponsel untuk menunda rencana proyek pembangunan sampai minggu depan dengan alasan kesehatan, padahal ia i
Shanne tidak bisa tidur meski hari sudah larut, dia pergi ke lantai bawah untuk mengambil sesuatu untuk dimakan. Ini pertama kalinya Shanne mengendap endap pergi ke dapur di malam hari. Dia mengira semua orang sudah tidur, sehingga dia dengan bebas mengambil cemilan dan sebotol wine. Saat kembali ke kamar, Shanne sepintas masih mendengar aktivitas di salah satu ruangan. Dia berpikir sejenak tapi tidak menemukan jawaban, dengan cuek dia pergi ke kamar tapi langkah ceroboh membuatnya tersungkur. Crang Gelas yang dibawa Shanne pecah, tapi sebotol wine yang ia bawa masih selamat. “Aw… sakit sekali.” Shanne meringis kesakitan. Dengan sedikit merangkak Shanne menepi, pantulan gelas jatuh sedikit mengenai lengannya. Lututnya juga terasa mati rasa menghantam lantai. Suara gaduh membuat Dani di ruang kerjanya langsung berlari memastikan apa yang terjadi, dia menyalakan lampu melihat Shanne terduduk kesakitan. "Shanne!?, apa yang terjadi?," tanya Dani. Dani dengan khawatir membop
Lotus, karyawan baru mendapat sanjungan ketika berhasil menjual koleksi Xollo termahal musim ini di hari pertama bekerja oleh rekan kerjanya. Zen Fei sang pemilik yang kebetulan berada di sana kemudian menghampiri karyawan tersebut, dia dengan senyum mengucapkan selamat dan menambah bonus untuknya. Dia juga penasaran siapa yang membeli, namun saat karyawan tersebut menunjukkan atas nama Dani Alves raut wajahnya menjadi heran, itu adalah nama kawan lamanya. Bagaimana dia bisa membeli pakaian perempuan, jelas itu bukan ukuran wanita yang pernah ia temui. *** Beranjak dari Xollo, Shanne kembali memasuki sebuah toko yang menjual kebutuhan wanita mulai dari make up dan perawatan kecantikan, Dani mengajak masuk tapi Shanne sempat menolak, dia tidak terlalu pandai memakai prodak kecantikan, tapi karena teringat ia ingin menguras kantong Dani sebagai pelajaran mendadak bersemangat. "Ini bagian dari hidup seorang wanita, kamu harus membeli sesuatu dari sini," kata Dani. "Baiklah," jaw
Laki laki dengan tubuh penuh tato sedang merayu gadis muda, ia mengajak gadis itu untuk pergi makan malam bersama, tapi sejurus kemudian gadis itu sudah tertembak oleh satu peluru kemudian jatuh menghantam lantai sebuah pisau juga jatuh dari genggaman gadis muda tersebut. “Ganu!?, apa yang kau lakukan?.” Tanya laki laki bertato kebingungan. “Domenic, kamu sangat polos, gadis itu hendak membunuhmu.” Jelas Ganu. “Kami baru saja akan berciuman, tapi kau… ah sudah lupakan!” Laki laki bertato tersebut bernama Domenic, ia gangster yang ditakuti saat ini, selain kekuatan fisik yang ia miliki, ia juga dianugerahi pesona yang memikat. “Kesepian membuat kamu menjadi bodoh, apa yang akan Shanne katakan jika melihat semua ini,” ucapnya sembari mengantongi pistolnya kembali. “Dia pasti akan memukulku.” Jawab Domenic sedikit mengangguk. Ganu laki laki berwajah adem tersebut adalah tangan kanan Domenic dia memiliki kepribadian lemah lembut tapi tegas, selalu membawa pistol antik yang i
Dengan tidak percaya diri Shanne berjalan sendiri setelah kepala pelayan memapah langkahnya separuh jalan. Pakaian merah maroon yang ia kenakan sedikit memiliki ekor, serta sepatu hak tinggi yang ikut melengkapi menambah kesan anggun padanya. Dia mendadak terdiam, melihat area kebun disulap menjadi tempat dinner luar biasa, meja putih dengan hiasan mawar di atasnya menambah rona romansa. Latar tempat juga dihias dengan banyak bunga dan lampu kecil. Dani sengaja mempersiapkan ini atas saran dari orang kepercayaannya, agar bisa merebut hati Shanne. Masih perlu sepuluh langkah lagi untuk membuatnya benar benar hadir dinner malam itu. Tapi Shanne juga mencari celah, bagaimana ia akan kabur malam ini. Melihat Shanne yang terdiam mematung, Dani segera menghampiri menyerahkan tangannya untuk meraih tangan lembut Shanne. "Kamu sangat cantik malam ini,” puji Dani, ia melempar senyum bahagia. Shanne tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan Dani, dalam otaknya berisi kata lari.
“Selamat datang tuan… .” Sambut pelayan. Dani membalas dengan anggukan kecil, lalu pelayan membantu membawakan tas, begitu tiba ia mencari sosok isterinya, berjalan menuju kamar dengan banyak pikiran mengenai Shanne. Knock knock knock Tidak ada jawaban, Dani kemudian memanggil pelayan di bawah menanyakan tentang Shanne. “Maaf tuan, sepertinya nona Shanne sedang tidur.” “Apa dia sudah makan?.” Tanya Dani, ia memandang pintu kamar yang terkunci. “Belum Tuan, nona hanya makan dua keping biskuit.” Mendengar penjelasan pelayan, Dani berinisiatif membawakan makanan, dia secara khusus pulang lebih cepat hari ini untuk memastikan keadaan Shanne di rumah. Para pelayan juga merasa heran, majikannya tidak pernah melakukan hal ini bahkan pada mantan istrinya dahulu. Dani orang sibuk yang menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus perusahaan. Sedangkan di dalam kamar, Shanne sedang bersiap untuk melarikan diri, dengan menggenggam benda tumpul di tangannya ia berniat akan memu
Hangatnya mentari pagi belum menyentuh tubuh Shanne, gadis yang masih pengar di ranjangnya membalikkan tubuhnya dengan malas telah menyadari hari sudah pagi. Dia belum melihat sekeliling kamarnya belum menyadari ada sosok laki laki yang tengah duduk di sofa.“Mpph.. jam berapa ini?.” Gumam Shanne, dia mencoba meraih jam di meja.Sosok laki laki itu mengamati dengan senyum tipis kemudian berdiri mendekat pada gadis tersebut, dia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun seolah terpesona meski Sun Shanne tampak acak acakan.“Selamat pagi Nona…,” sapa laki laki tersebut, menyentuh hidung Shanne.“Kenapa ada suara yang menyapa di kepalaku?.” Pikir Shanne, belum menyadari.Shanne belum bangkit dia masih menyeimbangkan otaknya untuk melihat jam di tangannya dengan tepat. Dia minum lebih banyak semalam dari biasanya membuatnya sedikit kesulitan.“Hai Nona, sekarang adalah pukul tujuh pagi.” “Tujuh pagi, syukurlah aku tidak terlambat,” balas Shanne, “tunggu suara siapa barusan!”Shanne kemud