Shanne tidak bisa tidur meski hari sudah larut, dia pergi ke lantai bawah untuk mengambil sesuatu untuk dimakan. Ini pertama kalinya Shanne mengendap endap pergi ke dapur di malam hari. Dia mengira semua orang sudah tidur, sehingga dia dengan bebas mengambil cemilan dan sebotol wine.
Saat kembali ke kamar, Shanne sepintas masih mendengar aktivitas di salah satu ruangan. Dia berpikir sejenak tapi tidak menemukan jawaban, dengan cuek dia pergi ke kamar tapi langkah ceroboh membuatnya tersungkur. Crang Gelas yang dibawa Shanne pecah, tapi sebotol wine yang ia bawa masih selamat. “Aw… sakit sekali.” Shanne meringis kesakitan. Dengan sedikit merangkak Shanne menepi, pantulan gelas jatuh sedikit mengenai lengannya. Lututnya juga terasa mati rasa menghantam lantai. Suara gaduh membuat Dani di ruang kerjanya langsung berlari memastikan apa yang terjadi, dia menyalakan lampu melihat Shanne terduduk kesakitan. "Shanne!?, apa yang terjadi?," tanya Dani. Dani dengan khawatir membopong tubuh hangat Shanne membuatnya duduk di kursi menjaga aman dari serpihan gelas yang berserakan. "Perlihatkan lenganmu!" Printah Dani. Shanne tidak mau, dia mengatakan bahwa dia baik baik saja hanya tidak sengaja menjatuhkan gelas saja. "Aku akan membersihkan kekacauan, maafkan aku," Shanne memohon. "Jangan pikirkan soal gelas, dia tidak merasakan sakit meskipun tubuhnya remuk." Kata Dani, dia menarik lembut memeriksa lengan Shanne. "Ada serpihan gelas, tunggu aku akan mengambil kotak obat." Kata Dani. Shanne yang mendengar hanya tertawa terbahak bahak, Dani terdengar berlebihan mengatakan kotak obat untuk luka yang tidak seberapa. "Hey, jangan membuatku tertawa tuan aneh!" ledek Shanne. Dani hanya menghela nafas, dia melepaskan kacamatanya tetap berjalan mengambil kotak obat, beberapa saat juga scurity datang dia melihat kondisi lampu rumah menyala ketika hari sudah sangat larut. "Nona, ada apa dengan lenganmu?." Tanya scurity penasaran. "Jangan pura pura khawatir, kamu pernah akan memukulku kenapa sekarang perhatian!?" protes Shanne. "Itu karena anda mencoba kabur, anda yang lebih dulu memukul saya." Balas scurity dengan nada membela. Pelayan yang seharusnya beristirahat menjadi terbangun, mereka membersihkan serpihan gelas serta cemilan kesukaan Shanne yang berhamburan. "Aww.. apa kamu mengoleskan garam pada luka gores ini, perih sekali!" omel Shanne, menarik lengannya. "Kamu bisa diam tidak, keras kepala sekali!" balas Dani, dia menarik kembali lengan Shanne. Setelah semua beres, para pelayan diminta istirahat kembali meski mereka enggan karena melihat nona Shanne terluka. "Apa anda akan baik baik saja tanpa kami?," tanya kepala pelayan. "Aku a-." Ucapan Shanne di sela. Dani sudah membopong tubuhnya dengan enteng ditangan Dani. "Kalian jangan khawatir aku akan menjaganya malam ini." Ucapan itu membuat pelayan dan scurity dibuat berbunga bunga melihat majikannya begitu perhatian dengan seorang wanita. *** Shanne cemberut dia tidak melawan ataupun meronta, karena lututnya menghantam begitu keras membuat dia mengakui sulit menaiki tangga. "Turunkan aku, kita sudah sampai!" kata Shanne. "Ah, kurasa aku lebih suka menggendong orang keras kepala daripada cinderella." Goda Dani, menolak menurunkan tubuh Shanne. "Dengar!, aku tidak bisa tidur, aku bosan tidak memiliki teman, aku menderita karena jauh dengan sahabatku, kamu brengsek Dani!" Kata Shanne, meluapkan isi hatinya. Dani terdiam dia tidak berekspresi apapun, menurunkan tubuh Shanne lalu menyelimuti dirinya. "Aku membencimu Dani!." Teriak Shanne. Dani melangkah keluar kamar tidak terpancing dengan kalimat yang diucapkan Shanne. *** Pagi harinya Dani tidak memeriksa kamar Shanne seperti biasa, dia langsung pergi bekerja. Para pelayan yang mengantarkan sarapan ke kamar Shanne begitu dibentak tidak berani lagi membujuk. Kebetulan Dani melakukan perjalanan bisnis ke luar kota, dia akan pulang setelah tiga hari. Dirumah ia hanya berpesan pada scurity untuk membiarkan Shanne jika dia memang berniat kabur. Dani ternyata sedikit kesal dengan Shanne semalam, ia tidak melihat kamarnya bukan Karena terburu buru melainkan sengaja. *** Didalam kamar Shanne merasa sakit kepala, tubuhnya begitu dingin meski AC sudah dimatikan, untuk bangkit ke kamar mandi saja sangat sulit baginya harus perlahan sambil berpegang pada dinding dan benda sekitar yang mampu menyangga. "Ada apa denganku, apa aku jatuh sakit," gumam Shanne. Selesai dari kamar mandi dia berusaha mengganti pakaian yang lebih tebal untuk menjaga tubuhnya tidak kedinginan. Dia kemudian berbaring kembali, mencoba istirahat. *** Tiga hari berlalu, Sun Shanne merasa tubuhnya memburuk, bergerak sedikit saja tubuhnya sangat sakit. Para pelayan mencoba menujuk Shanne untuk membuka pintu, mereka telah memasak banyak hidangan lezat untuk nona mereka namun hanya dibalas degan teriakan agar mereka diam dan pergi. Kepala pelayan pada akhirnya memberikan diri untuk menelfon tuan Dani, pria super sibuk itu hanya memberi perintah agar membiarkan Shanne tetap berada di kamarnya. *** Tapi Dani baru pulang dua hari kemudian dari perjalanan bisnis, wajah tampannya tergurat lelah heran hanya disambut satu pelayan yang membantu membawa barang miliknya. "Dimana kepala pelayan?", tanya Dani, dia duduk melepas kacamatanya. "Segera saya akan memanggil kepala pelayan Tuan." Melihat pelayan tersebut menaiki tangga Dani penasaran apa yang dilakukannya kepala pelayan di lantai atas. Ternyata kepala pelayan dan tiga pelayan lainnya sedang berdiskusi nona Shanne tidak menyahut apapun sejak kemarin malam. "Apa Nona baik baik saja?, Kepala pelayan bagaimana kalau kita buka paksa saja pintunya?." Kata salah satu pelayan. Tapi kepala pelayan mengatakan bahwa tuan Dani sudah memberi perintah untuk membiarkan Sun Shanne tetap berada di kamar, karena terakhir kali Shanne mengancam dengan benda untuk memukul. "Tapi dia tidak menyahut apapun, dia juga tidak makan masakan koki." Pelayan yang diperintahkan untuk memanggil Kepala Pelayan menyela, para pelayan akhirnya turun bersama meski perasaan mereka sedikit cemas meninggalkan Sun Shanne. Begitu menghadap tuan mereka, Dani menegur kepala pelayan yang tidak melakukan tugasnya dengan baik setibanya dia pulang dari perjalanan bisnis. "Apa yang kalian lakukan!?," tanya Dani. "Maaf tuan, kami semua mengkhawatirkan nona Shanne, setelah tuan berangkat perjalanan bisnis hingga sekarang nona Shanne tidak keluar kamar." Jelas kepala pelayan. "Bukankah aku sudah mengatakan kalian tidak perlu khawatir soal Shanne biar-," Ucapan Dani berhenti. Suara sesuatu jatuh menarik perhatian Dani dan para pelayan, raut cemas terlukis di wajah kepala pelayan. "Tuan, itu berasal dari kamar nona Shanne." Kata kepala pelayan. "Shanne." Gumam Dani. Dani kemudian bergegas bersama kepala pelayan menuju kamar Shanne, dengan izin Dani pintu kamar Shanne dibuka dengan kunci cadangan. Ceklek Kepala pelayan menyalakan lampu, terlihat dengan jelas Shanne sudah jatuh pingsan di lantai, suara sesuatu yang terjatuh ternyata berasal dari lampu tidur. "Nona!" Kepala pelayan langsung menghampiri, dia merapikan rambut Shanne yang menghalangi wajahnya. Dani mendekat dia melihat lutut Shanne membiru dan memar, sedangkan luka goresan dari gelas tiga hari lalu tampak masih sama.Dokter memeriksa tubuh Shanne, dia sedikit mengangguk kemudian melihat ke arah Dani. "Dia demam tinggi, tapi yang paling serius adalah dia dehidrasi parah dan itu sangat berbahaya." Jelas Dokter. Dokter memberikan resep obat, menyarankan agar Shanne makan makanan bergizi dan minum air putih lebih banyak. "Jangan khawatir dalam tiga hari dia akan sembuh, untuk luka memar kalian hanya perlu mengompres dengan air es." Imbuh sang dokter. Kemudian kepala pelayan mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumah sambil mengucapkan terimakasih. Dokter paruh baya itu adalah dokter pribadi keluarga Alves, mereka memiliki dokter pribadi sebagai salah satu hal wajib untuk menunjang kesehatan. Di dalam kamar Shanne terbaring sedang dirawat oleh para pelayan yang membantu mengganti pakaian Shanne terlebih dahulu, sedangkan Dani ia sibuk mengatakan pada menejer dan para karyawan di ponsel untuk menunda rencana proyek pembangunan sampai minggu depan dengan alasan kesehatan, padahal ia i
Dalam lelap tidur Shanne bertemu almarhum ibunya, dia sangat merindukan sosok itu hingga berlari secepat mungkin sambil terus memanggil. "Ibuu... Ibu...." Dani yang tidur di sebelah Shanne mencoba memeluk gadis yang terus mengigau sesekali mencoba membangunkan dengan lembut. "Shanne, bangunlah... Shanne... Shanne!" "Ibu... " Dani kemudian mengguncang tubuh Shanne sedikit kuat barulah ia sadar bahwa pertemuan dengan ibunya tidak nyata membuat matanya berkaca-kaca. "Tenanglah..," Dani memeluk penuh perhatian. Pelukan Dani hangat, Shanne tidak menyangka sebuah pelukan bisa melepaskan sesuatu yang bersembunyi di hatinya, membuatnya lega. "Minumlah... ini efek demam, seseorang akan mengalami mimpi yang dramatis." Kata Dani. Shanne kemudian minum wajahnya sedikit berpaling dari Dani dan mengucapkan terimakasih. "Ingat! Kali ini aku berterimakasih, tapi bukan berati aku sudah memaafkan mu!" Kata Shanne. Dani menahan tawa, dia hanya memberi kecupan pada Shanne yang malu
Di kediaman Dani Alves, Sun Shanne dia baru saja keluar dari kamar, pelayan memberi tahu ada tamu untuknya dan menambahkan agar segera menemuinya, wanita berdarah eropa itu bertanya tamu siapa tapi pelayan tidak menjawab. “Anda harus menemuinya sendiri.” Kata pelayan. Dilanda rasa penasaran dia kemudian mengikuti arahan dari pelayan tersebut, dia menduga bahwa tamu yang pelayan maksud mungkin dia adalah anggota keluarga Alves yang lain secara Nyonya Stevia telah menemuinya. Kebetulan Dani tidak ada dirumah dia kembali bekerja di perusahaan juga memberi tahu akan pulang sedikit terlambat. Pelayan menuntun ke paviliun, seperti Nyonya Stevia di sana juga sudah disediakan teh tapi Sun Shanne tidak mendapati sosok siapapun, kemudian melihat sekitar mencari siapa yang dipanggil tamu oleh pelayan, kemudian datang laki laki gondrong dengan jas hitam pekat membawa dua anak buah dari sisinya. Laki laki itu melempar tatapan intimidasi terhadap Sun Shanne, tanpa perkenalan lewat mulut
Hangatnya mentari pagi belum menyentuh tubuh Shanne, gadis yang masih pengar di ranjangnya membalikkan tubuhnya dengan malas telah menyadari hari sudah pagi. Dia belum melihat sekeliling kamarnya belum menyadari ada sosok laki laki yang tengah duduk di sofa.“Mpph.. jam berapa ini?.” Gumam Shanne, dia mencoba meraih jam di meja.Sosok laki laki itu mengamati dengan senyum tipis kemudian berdiri mendekat pada gadis tersebut, dia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun seolah terpesona meski Sun Shanne tampak acak acakan.“Selamat pagi Nona…,” sapa laki laki tersebut, menyentuh hidung Shanne.“Kenapa ada suara yang menyapa di kepalaku?.” Pikir Shanne, belum menyadari.Shanne belum bangkit dia masih menyeimbangkan otaknya untuk melihat jam di tangannya dengan tepat. Dia minum lebih banyak semalam dari biasanya membuatnya sedikit kesulitan.“Hai Nona, sekarang adalah pukul tujuh pagi.” “Tujuh pagi, syukurlah aku tidak terlambat,” balas Shanne, “tunggu suara siapa barusan!”Shanne kemud
“Selamat datang tuan… .” Sambut pelayan. Dani membalas dengan anggukan kecil, lalu pelayan membantu membawakan tas, begitu tiba ia mencari sosok isterinya, berjalan menuju kamar dengan banyak pikiran mengenai Shanne. Knock knock knock Tidak ada jawaban, Dani kemudian memanggil pelayan di bawah menanyakan tentang Shanne. “Maaf tuan, sepertinya nona Shanne sedang tidur.” “Apa dia sudah makan?.” Tanya Dani, ia memandang pintu kamar yang terkunci. “Belum Tuan, nona hanya makan dua keping biskuit.” Mendengar penjelasan pelayan, Dani berinisiatif membawakan makanan, dia secara khusus pulang lebih cepat hari ini untuk memastikan keadaan Shanne di rumah. Para pelayan juga merasa heran, majikannya tidak pernah melakukan hal ini bahkan pada mantan istrinya dahulu. Dani orang sibuk yang menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus perusahaan. Sedangkan di dalam kamar, Shanne sedang bersiap untuk melarikan diri, dengan menggenggam benda tumpul di tangannya ia berniat akan memu
Dengan tidak percaya diri Shanne berjalan sendiri setelah kepala pelayan memapah langkahnya separuh jalan. Pakaian merah maroon yang ia kenakan sedikit memiliki ekor, serta sepatu hak tinggi yang ikut melengkapi menambah kesan anggun padanya. Dia mendadak terdiam, melihat area kebun disulap menjadi tempat dinner luar biasa, meja putih dengan hiasan mawar di atasnya menambah rona romansa. Latar tempat juga dihias dengan banyak bunga dan lampu kecil. Dani sengaja mempersiapkan ini atas saran dari orang kepercayaannya, agar bisa merebut hati Shanne. Masih perlu sepuluh langkah lagi untuk membuatnya benar benar hadir dinner malam itu. Tapi Shanne juga mencari celah, bagaimana ia akan kabur malam ini. Melihat Shanne yang terdiam mematung, Dani segera menghampiri menyerahkan tangannya untuk meraih tangan lembut Shanne. "Kamu sangat cantik malam ini,” puji Dani, ia melempar senyum bahagia. Shanne tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan Dani, dalam otaknya berisi kata lari.
Laki laki dengan tubuh penuh tato sedang merayu gadis muda, ia mengajak gadis itu untuk pergi makan malam bersama, tapi sejurus kemudian gadis itu sudah tertembak oleh satu peluru kemudian jatuh menghantam lantai sebuah pisau juga jatuh dari genggaman gadis muda tersebut. “Ganu!?, apa yang kau lakukan?.” Tanya laki laki bertato kebingungan. “Domenic, kamu sangat polos, gadis itu hendak membunuhmu.” Jelas Ganu. “Kami baru saja akan berciuman, tapi kau… ah sudah lupakan!” Laki laki bertato tersebut bernama Domenic, ia gangster yang ditakuti saat ini, selain kekuatan fisik yang ia miliki, ia juga dianugerahi pesona yang memikat. “Kesepian membuat kamu menjadi bodoh, apa yang akan Shanne katakan jika melihat semua ini,” ucapnya sembari mengantongi pistolnya kembali. “Dia pasti akan memukulku.” Jawab Domenic sedikit mengangguk. Ganu laki laki berwajah adem tersebut adalah tangan kanan Domenic dia memiliki kepribadian lemah lembut tapi tegas, selalu membawa pistol antik yang i
Lotus, karyawan baru mendapat sanjungan ketika berhasil menjual koleksi Xollo termahal musim ini di hari pertama bekerja oleh rekan kerjanya. Zen Fei sang pemilik yang kebetulan berada di sana kemudian menghampiri karyawan tersebut, dia dengan senyum mengucapkan selamat dan menambah bonus untuknya. Dia juga penasaran siapa yang membeli, namun saat karyawan tersebut menunjukkan atas nama Dani Alves raut wajahnya menjadi heran, itu adalah nama kawan lamanya. Bagaimana dia bisa membeli pakaian perempuan, jelas itu bukan ukuran wanita yang pernah ia temui. *** Beranjak dari Xollo, Shanne kembali memasuki sebuah toko yang menjual kebutuhan wanita mulai dari make up dan perawatan kecantikan, Dani mengajak masuk tapi Shanne sempat menolak, dia tidak terlalu pandai memakai prodak kecantikan, tapi karena teringat ia ingin menguras kantong Dani sebagai pelajaran mendadak bersemangat. "Ini bagian dari hidup seorang wanita, kamu harus membeli sesuatu dari sini," kata Dani. "Baiklah," jaw
Di kediaman Dani Alves, Sun Shanne dia baru saja keluar dari kamar, pelayan memberi tahu ada tamu untuknya dan menambahkan agar segera menemuinya, wanita berdarah eropa itu bertanya tamu siapa tapi pelayan tidak menjawab. “Anda harus menemuinya sendiri.” Kata pelayan. Dilanda rasa penasaran dia kemudian mengikuti arahan dari pelayan tersebut, dia menduga bahwa tamu yang pelayan maksud mungkin dia adalah anggota keluarga Alves yang lain secara Nyonya Stevia telah menemuinya. Kebetulan Dani tidak ada dirumah dia kembali bekerja di perusahaan juga memberi tahu akan pulang sedikit terlambat. Pelayan menuntun ke paviliun, seperti Nyonya Stevia di sana juga sudah disediakan teh tapi Sun Shanne tidak mendapati sosok siapapun, kemudian melihat sekitar mencari siapa yang dipanggil tamu oleh pelayan, kemudian datang laki laki gondrong dengan jas hitam pekat membawa dua anak buah dari sisinya. Laki laki itu melempar tatapan intimidasi terhadap Sun Shanne, tanpa perkenalan lewat mulut
Dalam lelap tidur Shanne bertemu almarhum ibunya, dia sangat merindukan sosok itu hingga berlari secepat mungkin sambil terus memanggil. "Ibuu... Ibu...." Dani yang tidur di sebelah Shanne mencoba memeluk gadis yang terus mengigau sesekali mencoba membangunkan dengan lembut. "Shanne, bangunlah... Shanne... Shanne!" "Ibu... " Dani kemudian mengguncang tubuh Shanne sedikit kuat barulah ia sadar bahwa pertemuan dengan ibunya tidak nyata membuat matanya berkaca-kaca. "Tenanglah..," Dani memeluk penuh perhatian. Pelukan Dani hangat, Shanne tidak menyangka sebuah pelukan bisa melepaskan sesuatu yang bersembunyi di hatinya, membuatnya lega. "Minumlah... ini efek demam, seseorang akan mengalami mimpi yang dramatis." Kata Dani. Shanne kemudian minum wajahnya sedikit berpaling dari Dani dan mengucapkan terimakasih. "Ingat! Kali ini aku berterimakasih, tapi bukan berati aku sudah memaafkan mu!" Kata Shanne. Dani menahan tawa, dia hanya memberi kecupan pada Shanne yang malu
Dokter memeriksa tubuh Shanne, dia sedikit mengangguk kemudian melihat ke arah Dani. "Dia demam tinggi, tapi yang paling serius adalah dia dehidrasi parah dan itu sangat berbahaya." Jelas Dokter. Dokter memberikan resep obat, menyarankan agar Shanne makan makanan bergizi dan minum air putih lebih banyak. "Jangan khawatir dalam tiga hari dia akan sembuh, untuk luka memar kalian hanya perlu mengompres dengan air es." Imbuh sang dokter. Kemudian kepala pelayan mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumah sambil mengucapkan terimakasih. Dokter paruh baya itu adalah dokter pribadi keluarga Alves, mereka memiliki dokter pribadi sebagai salah satu hal wajib untuk menunjang kesehatan. Di dalam kamar Shanne terbaring sedang dirawat oleh para pelayan yang membantu mengganti pakaian Shanne terlebih dahulu, sedangkan Dani ia sibuk mengatakan pada menejer dan para karyawan di ponsel untuk menunda rencana proyek pembangunan sampai minggu depan dengan alasan kesehatan, padahal ia i
Shanne tidak bisa tidur meski hari sudah larut, dia pergi ke lantai bawah untuk mengambil sesuatu untuk dimakan. Ini pertama kalinya Shanne mengendap endap pergi ke dapur di malam hari. Dia mengira semua orang sudah tidur, sehingga dia dengan bebas mengambil cemilan dan sebotol wine. Saat kembali ke kamar, Shanne sepintas masih mendengar aktivitas di salah satu ruangan. Dia berpikir sejenak tapi tidak menemukan jawaban, dengan cuek dia pergi ke kamar tapi langkah ceroboh membuatnya tersungkur. Crang Gelas yang dibawa Shanne pecah, tapi sebotol wine yang ia bawa masih selamat. “Aw… sakit sekali.” Shanne meringis kesakitan. Dengan sedikit merangkak Shanne menepi, pantulan gelas jatuh sedikit mengenai lengannya. Lututnya juga terasa mati rasa menghantam lantai. Suara gaduh membuat Dani di ruang kerjanya langsung berlari memastikan apa yang terjadi, dia menyalakan lampu melihat Shanne terduduk kesakitan. "Shanne!?, apa yang terjadi?," tanya Dani. Dani dengan khawatir membop
Lotus, karyawan baru mendapat sanjungan ketika berhasil menjual koleksi Xollo termahal musim ini di hari pertama bekerja oleh rekan kerjanya. Zen Fei sang pemilik yang kebetulan berada di sana kemudian menghampiri karyawan tersebut, dia dengan senyum mengucapkan selamat dan menambah bonus untuknya. Dia juga penasaran siapa yang membeli, namun saat karyawan tersebut menunjukkan atas nama Dani Alves raut wajahnya menjadi heran, itu adalah nama kawan lamanya. Bagaimana dia bisa membeli pakaian perempuan, jelas itu bukan ukuran wanita yang pernah ia temui. *** Beranjak dari Xollo, Shanne kembali memasuki sebuah toko yang menjual kebutuhan wanita mulai dari make up dan perawatan kecantikan, Dani mengajak masuk tapi Shanne sempat menolak, dia tidak terlalu pandai memakai prodak kecantikan, tapi karena teringat ia ingin menguras kantong Dani sebagai pelajaran mendadak bersemangat. "Ini bagian dari hidup seorang wanita, kamu harus membeli sesuatu dari sini," kata Dani. "Baiklah," jaw
Laki laki dengan tubuh penuh tato sedang merayu gadis muda, ia mengajak gadis itu untuk pergi makan malam bersama, tapi sejurus kemudian gadis itu sudah tertembak oleh satu peluru kemudian jatuh menghantam lantai sebuah pisau juga jatuh dari genggaman gadis muda tersebut. “Ganu!?, apa yang kau lakukan?.” Tanya laki laki bertato kebingungan. “Domenic, kamu sangat polos, gadis itu hendak membunuhmu.” Jelas Ganu. “Kami baru saja akan berciuman, tapi kau… ah sudah lupakan!” Laki laki bertato tersebut bernama Domenic, ia gangster yang ditakuti saat ini, selain kekuatan fisik yang ia miliki, ia juga dianugerahi pesona yang memikat. “Kesepian membuat kamu menjadi bodoh, apa yang akan Shanne katakan jika melihat semua ini,” ucapnya sembari mengantongi pistolnya kembali. “Dia pasti akan memukulku.” Jawab Domenic sedikit mengangguk. Ganu laki laki berwajah adem tersebut adalah tangan kanan Domenic dia memiliki kepribadian lemah lembut tapi tegas, selalu membawa pistol antik yang i
Dengan tidak percaya diri Shanne berjalan sendiri setelah kepala pelayan memapah langkahnya separuh jalan. Pakaian merah maroon yang ia kenakan sedikit memiliki ekor, serta sepatu hak tinggi yang ikut melengkapi menambah kesan anggun padanya. Dia mendadak terdiam, melihat area kebun disulap menjadi tempat dinner luar biasa, meja putih dengan hiasan mawar di atasnya menambah rona romansa. Latar tempat juga dihias dengan banyak bunga dan lampu kecil. Dani sengaja mempersiapkan ini atas saran dari orang kepercayaannya, agar bisa merebut hati Shanne. Masih perlu sepuluh langkah lagi untuk membuatnya benar benar hadir dinner malam itu. Tapi Shanne juga mencari celah, bagaimana ia akan kabur malam ini. Melihat Shanne yang terdiam mematung, Dani segera menghampiri menyerahkan tangannya untuk meraih tangan lembut Shanne. "Kamu sangat cantik malam ini,” puji Dani, ia melempar senyum bahagia. Shanne tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan Dani, dalam otaknya berisi kata lari.
“Selamat datang tuan… .” Sambut pelayan. Dani membalas dengan anggukan kecil, lalu pelayan membantu membawakan tas, begitu tiba ia mencari sosok isterinya, berjalan menuju kamar dengan banyak pikiran mengenai Shanne. Knock knock knock Tidak ada jawaban, Dani kemudian memanggil pelayan di bawah menanyakan tentang Shanne. “Maaf tuan, sepertinya nona Shanne sedang tidur.” “Apa dia sudah makan?.” Tanya Dani, ia memandang pintu kamar yang terkunci. “Belum Tuan, nona hanya makan dua keping biskuit.” Mendengar penjelasan pelayan, Dani berinisiatif membawakan makanan, dia secara khusus pulang lebih cepat hari ini untuk memastikan keadaan Shanne di rumah. Para pelayan juga merasa heran, majikannya tidak pernah melakukan hal ini bahkan pada mantan istrinya dahulu. Dani orang sibuk yang menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus perusahaan. Sedangkan di dalam kamar, Shanne sedang bersiap untuk melarikan diri, dengan menggenggam benda tumpul di tangannya ia berniat akan memu
Hangatnya mentari pagi belum menyentuh tubuh Shanne, gadis yang masih pengar di ranjangnya membalikkan tubuhnya dengan malas telah menyadari hari sudah pagi. Dia belum melihat sekeliling kamarnya belum menyadari ada sosok laki laki yang tengah duduk di sofa.“Mpph.. jam berapa ini?.” Gumam Shanne, dia mencoba meraih jam di meja.Sosok laki laki itu mengamati dengan senyum tipis kemudian berdiri mendekat pada gadis tersebut, dia tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun seolah terpesona meski Sun Shanne tampak acak acakan.“Selamat pagi Nona…,” sapa laki laki tersebut, menyentuh hidung Shanne.“Kenapa ada suara yang menyapa di kepalaku?.” Pikir Shanne, belum menyadari.Shanne belum bangkit dia masih menyeimbangkan otaknya untuk melihat jam di tangannya dengan tepat. Dia minum lebih banyak semalam dari biasanya membuatnya sedikit kesulitan.“Hai Nona, sekarang adalah pukul tujuh pagi.” “Tujuh pagi, syukurlah aku tidak terlambat,” balas Shanne, “tunggu suara siapa barusan!”Shanne kemud