Zara melangkah keluar dari kamar mandi menggunakan bathrobe, matanya memaku Arkana yang tengah fokus memindai Macbook.Sesekali jemari pria itu bergerak menggulir layar pada benda pipih tersebut.Usai mereka melakukan makan malam tadi Arkana meminta Zara berendam.Arkana membuat bathub penuh dengan busa sabun agar Zara betah berendam dengan air hangat di sana setelah pria itu membersihkan tubuh.Sementara itu Arkana menyelesaikan pekerjaan karena ada sesuatu yang membutuhkan perhatiannya.Seorang pimpinan sebuah perusahaan tidak akan pernah lepas dari perkerjaan, apalagi Arkana memiliki perusahaan lain selain AG Grup yang walaupun dikelola oleh Raditya tetap saja membutuhkan kebijaksanaannya dalam mengambil keputusan.Malam ini Zara memakai gaun tidur semi lingeri yang disiapkan Neil, mungkin ini maksud dari pakaian bulan madu yang Neil katakan.Gaun tidur ini sedikit menerawang dengan tali spagety di pundak dan banyak renda di bagian roknya yang hanya sampai pertengahan paha.Zara te
Raditya berjalan santai menyusuri lorong gedung kantor cabang AG Group yang dipimpin oleh sahabatnya.Niat kedatangan Raditya ke gedung ini adalah untuk mengambil file dari laptop Arkana.Arkana lupa memindahkan filenya ke Macbook sehingga untuk mendapatkan file tersebut—Raditya harus mengambilnya langsung ke ruangan Arkana.Suasana lantai tujuh belas sangat sepi, mereka mungkin ada di ruangan atau kubikelnya masing-masing karena jam masih menunjukan jam kerja.Raditya menoleh ke kanan dan mendapati meja Bella yang kosong. Raditya berpikir bila Arkana belum menemukan pengganti Bella. Salahnya,di masa lampau Arkana pernah meminta pada bagian HRD untuk dicarikan sekertaris yang cantik dan seksi. Itu yang membuat Arkana belum juga menuntukan pilihan mengingat ia memiliki seorang istri Leopard betina yang bisa mengebom kantornya kapan saja bila mengetahui ada kedekatan antara pria itu dengan sekertaris barunya.Raditya sudah berdiri di depan pintu ruangan Arkana, baru saja tangannya ter
Arkana belum pernah mendapatkan kepuasan seluarbiasa ini dalam melampiaskan hasrat.Biasanya ia akan melakukan sekali atau paling banyak tiga kali dengan satu wanita dalam satu malam tapi setelah itu ia tidak pernah menginginkannya lagi.Kecuali pada Bunga, itu pun kerena Bunga yang menawarkan diri dan Arkana tidak mau rugi karena telah mengeluarkan banyak uang setiap bulannya untuk Bunga. Tapi setelah ia merasakan bagaimana nikmatnya bercinta dengan Zara, Arkana ingin terus melakukannya.Terus dan terus tidak pernah merasa bosan karena setiap kali melakukannya ia selalu mendapatkan kepuasaan yang membuatnya ketagihan.Apa mungkin karena Arkana melakukannya dengan Zara atas dasar cinta yang tulus dan bukan hanya sekedar napsu semata. Arkana memeluk istrinya yang terbujur kaku tapi masih bernapas di sampingnya.Ia tau Zara sedang merajuk karena dirinya meminta jatah lebih mengingat masa bulan madu mereka telah usai dan hari ini mereka harus pulang ke Indonesia.Bisa dibilang kalau ta
“Bunga!” panggil Angga.Yang bersangkutan menghentikan langkah tanpa berniat membalikan tubuh mencari sosok yang memanggilnya.Bunga hapal suara itu, memejamkan mata sambil melipat bibir ke dalam menyiapkan mental untuk bertemu Angga.Beberapa hari ini Bunga menghindari Angga, berusaha melupakan pria itu karena ia yakin hubungan mereka tidak akan berhasil.Bunga sadar dirinya brengsek karena hanya mementingkan harta dan kemewahan yang tidak bisa Angga berikan.Bagi Bunga cinta saja tidak cukup. Ia menginginkan lebih dari cinta.Angga menyentuh pundak Bunga membuat perempuan itu menoleh dan mengumpat dalam hati.Pria bertubuh atletis itu selalu rapih dan tampan, bibir tebalnya juga seolah mengundang Bunga untuk membenamkan bibirnya di sana.Terlebih Bunga tau bagaimana cara Angga ketika melumat bibirnya, begitu lembut, tidak tergesa-gesa dan mendamba.Juga sorot mata Angga yang teduh seperti menawarkan perlindungan dan kasih sayang.“Bisa kita bicara?” Angga meminta waktu.Bunga menger
“Selamat pagi, Pak Arkana.” Pagi ini Arkana disambut oleh sapaan formal, seorang gadis berdiri di depan pintu ruangannya yang terbuka.“Kamu Gita?” tanya Arkana memastikan.“Betul, Pak!” Gita menjawab dengan lugas.“Ikut ke ruangan saya,” titah Arkana sambil berjalan masuk ke ruangannya. Arkana duduk di kursi besar di balik meja, membaca berkas yang sudah disiapkan oleh Gita.“Apa jadwal saya hari ini?” Arkana bertanya sambil membaca setiap lembar berkas tersebut.Gita mulai membacakan jadwal Arkana dan semuanya adalah meeting dengan klien.Hari pertama usai honeymoon Arkana dihadapkan pada rentetan meeting dengan klien, belum mulai saja kepalanya sudah pening.Arkana bukan tipe yang suka berbasa-basi dengan formal dan kadang lidahnya keseleo menggunakan bahasa anak gaul Jakarta.Napasnya tembus berat. “Kasih saya waktu dua jam untuk menandatangani semua laporan ini baru setelah itu kita mulai meeting pertama dengan klien.” “Baik, Pak! Mau minum apa, Pak?” “Enggak usah, saya udah
“Seorang wanita lagi,” batin Zara bersuara, mata bulat Zara menatap pelatih bela dirinya dari atas sampai bawah.Sepertinya Arkana memang menjauhkan Zara dari pria manapun.“Kenapa? Kamu meragukan bela diri saya karena saya memakai pakaian serba pink?” Sang pelatih bertanya karena terganggu dengan tatapan penilaian dari Zara.Zara tersenyum lalu menggelengkan kepala. “Aku lagi mikir, apa kamu salah satu wanita yang pernah tidur dengan suami saya?” ucap Zara terang-terangan.Istri dari Arkana itu mengendikan kepala, meminta pelatihnya mengikuti ke ruang latihan.Sang pelatih bela diri begitu takjub dengan karakter Zara yang tidak menahan diri, cocok menjadi istri Arkana yang terkenal kejam dalam dunia hitam.Ia merasa bila Zara sedang mengancamnya untuk tidak menggoda Arkana.“By the way, kita belum kenalan ... panggil saya Pink.” “Zara.” Zara tersenyum seraya menjabat tangan Pink.Seperti yang Pink pikirkan tadi, Zara tidak menahan dirinya ketika melakukan pukulan atau menendang.Kek
“Kita mampir ke Infinity Corp sebentar, ada yang mau saya diskusikan sama CEOnya.” Mata Arkana terpejam dengan kepala menengadah bersandar pada sandaran kepala kursi.Hari ini sungguh melelahkan dan ia sangat merindukan Zara.Apalagi setelah tadi melihat sesi latihan Zara yang dikirimkan Neil dalam bentuk video ke ponselnya.Seketika hasrat Arkana memuncak dan sulit dibendung. “Baik Pak!” Baik Gita dan sang driver kompak menjawab demikian.Dan beberapa saat kemudian ....“Pak, kita sudah sampai.” Arkana langsung terjaga mendengar suara Gita, gadis itu berdiri di ambang pintu mobil yang sudah terbuka.Arkana kelelahan hingga ketiduran, ia hanya tidur beberapa jam saja karena harus membaca berbagai laporan untuk dibahas pada meeting hari ini.Arkana menegakan tubuhnya sebentar kemudian turun setelah kesadarannya ia raih.Jasnya sudah ia tanggalkan di dalam mobil begitu juga dengan dasi, lengan kemejanya terlipat hingga sikut.Beberapa security dan karyawan menyapanya dengan hormat,
Masih di gedung Infinity Corp.“Dit, sebelum lanjut ngomongin kerjaan ... selfie dulu,” kata Arkana setelah puas meledek sahabatnya.“Apaan sih!” Raditya yang tidak pernah memiliki kekasih dalam hidupnya tentu tidak mengerti dengan hal-hal remeh seperti ini yang bisa membuat langgeng suatu hubungan.Arkana mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana, memutar pinggangnya menghadap belakang kemudian mengangkat ponsel tersebut bersiap mengambil gambar dirinya dan radit beserta sebagian ruangan ini.Walau bingung dengan apa yang dilakukan Arkana tapi Raditya tersenyum juga ketika Arkana berhenti pada hitungan ketiga. “Buat apaan sih itu? Tumben,” kata Raditya bertanya.“Buat dikirim ke Zara sebagai bukti kalau gue lagi meeting sama lo,” jawab Arkana mengatakan yang sebenarnya sambil mengotak-ngatik ponselnya mengirim foto tadi kepada Zara.Gelak tawa Raditya menggelegar, membalas Arkana yang tadi menertawainya hingga ia juga memegangi perut saking geli dengan tingkah sang sahabat.Bukan
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S