Masih di gedung Infinity Corp.“Dit, sebelum lanjut ngomongin kerjaan ... selfie dulu,” kata Arkana setelah puas meledek sahabatnya.“Apaan sih!” Raditya yang tidak pernah memiliki kekasih dalam hidupnya tentu tidak mengerti dengan hal-hal remeh seperti ini yang bisa membuat langgeng suatu hubungan.Arkana mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana, memutar pinggangnya menghadap belakang kemudian mengangkat ponsel tersebut bersiap mengambil gambar dirinya dan radit beserta sebagian ruangan ini.Walau bingung dengan apa yang dilakukan Arkana tapi Raditya tersenyum juga ketika Arkana berhenti pada hitungan ketiga. “Buat apaan sih itu? Tumben,” kata Raditya bertanya.“Buat dikirim ke Zara sebagai bukti kalau gue lagi meeting sama lo,” jawab Arkana mengatakan yang sebenarnya sambil mengotak-ngatik ponselnya mengirim foto tadi kepada Zara.Gelak tawa Raditya menggelegar, membalas Arkana yang tadi menertawainya hingga ia juga memegangi perut saking geli dengan tingkah sang sahabat.Bukan
Bunga menatap gedung pencakar langit di depannya.Beberapa bulan lalu ia sering datang ke sini untuk meminta uang kepada Arkana bila sedang ingin menginginkan sesuatu dan mereka akan bercinta di atas meja kerja pria itu.Tapi sekarang tidak lagi setelah Arkana bertemu Zara sehingga Bunga pun tidak berani meminta uang di luar jatah bulanan yang Arkana berikan.Bunga melangkahkan kakinya memasuki loby, seorang security menyambutnya ramah.Pria itu menanyakan apa tujuan Bunga ke sini, sebetulnya security itu mengenal Bunga karena seringnya Bunga datang kemari tapi semenjak Arkana menikah—security ditugaskan untuk menahan para wanita yang dulu menjadi kekasih Arkana termasuk Bunga.Bunga menatap security kesal lalu mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada pria itu.“Gue udah janjian sama dia,” kata Bunga menjelaskan isi pesan singkatnya dengan Arkana.“Baik, silahkan ...,” kata security loby mempersilahkan.Bunga tau ini akan terjadi, itu kenapa ia menghubungi Arkana terlebih dahulu,
“Aku tau apa yang Kak Ar lakuin selama ini!” Arkana yang baru saja masuk ke dalam kamar seketika menghentikan langkahnya menatap Zara bingung.Sang istri berdiri di tengah-tengah kamar sambil melipat tangan di dada dan sorot matanya penuh kebencian.“Maksudnya apa sayang?” Arkana bertanya sambil melangkah mendekat, tampang polosnya tidak akan bisa membuat Zara luluh.“Berenti di situ!” seru Zara ketus.Arkana berhenti melangkah sambil mengangkat kedua tangan di depan dada, ia merasa sedang ditodong senjata api oleh Zara melihat bagaimana berangnya sang istri.“Kenapa sih sayang? Aku salah apa?” Arkana benar-benar bingung.“Selama ini Kak Ar transfer uang untuk Bunga, kan? Iya?” Zara bertanya galak.Arkana tampak berpikir, istrinya tau dari mana masalah ini?“Iya enggak? Jawab!” bentak Zara kesal karena keterdiaman Arkana secara tidak langsung menjawab pertanyaannya.Arkana mengembuskan napas. “Antara iya dan enggak, boleh aku jelasin?” “Aku tunggu di meja makan, ganti baju dulu sana
Zara bahagia bukan main saat Arkana membawanya ke tempat latihan. Selama beberapa minggu ini Zara latihan begitu keras di rumah, Arkana menilai kemajuan Zara dari video yang direkam dan dikirim Neil tanpa sepengetahuan Zara.Dan rasa cinta kepada Zara kian besar karena gadisnya memang sejiwa dengannya.Zara cepat belajar, untuk ukuran seorang wanita yang baru mengenal bela diri dan menembak—Zara bisa dikatakan hebat dengan kemampuannya saat ini yang baru beberapa minggu saja berlatih.Ujung bibir Zara sobek, memar di sekujur tubuhnya hilang timbul, buku jarinya juga luka tapi Zara tidak mengeluh.Zara bersikeras untuk bisa sehebat Judith dan Pink.Malam ini dua pelatih Zara hadir dalam sesi latihan itu, tentunya mereka juga ikut berlatih bersama.Bukan hanya mereka, Darius dan Raditya tentu tidak akan ketinggalan dalam latihan rutin tersebut.“Apa kabar Zara? Kata Judith sama Pink, lo sekarang udah kaya Tom Ryder,” sapa Darius saat memasuki tempat latihan.Zara tersenyum. “Kabar baik
Setelah melakukan latihan, mereka semua kembali ke ruangan yang dikhususkan untuk beristirahat.Pendingin ruangan yang bekerja maksimal menerpa tubuh mereka.Banyak botol air mineral dan pengganti ion tubuh tertata rapih di atas meja.Beragam keperluan medis untuk mengobati luka juga ada di sana.Zara merebahkan tubuhnya di atas sofa dengan paha Arkana yang menjadi bantal setelah tadi Arkana mengobati luka di keningnya.“Kapan kita latihan lagi?” tanya Zara antusias.“Aku mau latihan yang indoor pake mesin papan target itu, donk!” Zara berseru sambil menunjuk ruangan latihan canggih yang hanya terhalang dinding kaca.“Naaah, itu gue demen ... kalau tim-timan kaya tadi ya mana mungkin gue ngebanting si Zara ke dinding.” Secara tidak langsung, Darius sedang menjelaskan kenapa ia bisa kalah yaitu karena memang sengaja mengalah.Zara tersenyum geli. “Kalau latihan sama Pink juga suka main banting-banting ya, Pink?” Zara mencari dukungan dan Pink menganggukan kepala membenarkan.Semua terg
“Tuan Bianco?” Maya terbelalak ketika mendapati pria bule itu di teras rumahnya.Bianco tersenyum. “Apakabar?” Pria itu bertanya.“Baik ... silahkan masuk.” Maya membuka pintu lebar-lebar, mempersilahkan pria yang kian tampan di usia senjanya itu untuk masuk.Beruntung Maya adalah janda berumur empat puluh lima tahun, sudah tidak muda lagi jadi tidak akan ada yang peduli bila ada pria bertamu ke rumahnya.Dan menurut Maya, Bianco bukanlah tamu tapi masih kerabatnya karena Bianco adalah paman dari King—suami dari Kalila yang merupakan kakak ipar dari Zara. “Apa anda sudah makan malam, Tuan?” tanya Maya ramah. Maya memanggil Tuan kepada Bianco karena kebanyakan orang memanggil Bianco seperti itu.“Sejujurnya sih belum, saya baru saja bertemu salah satu klien tidak jauh dari sini ... tiba-tiba saja saya teringat anda lalu saya menanyakan alamat anda kepada Nyonya Aura ... boleh ‘kan bila saya berkunjung?” Bianco mengucapkannya begitu tenang tanpa berkedip, pria itu sudah terbiasa berb
Hujan deras mengguyur kota Jakarta sedari pagi, Zara mengeratkan cardigan yang membalut tubuhnya.Pendingin udara yang bekerja maksimal di lounge itu membuat udara semakin dingin.Jadwal keberangkatan privat jet milik Arkana diundur hingga cuaca membaik.Mereka hendak pergi ke salah satu kota di Jawa Timur untuk menuntaskan rasa penasaran Zara berlatih menembak dengan senapan AS50 yang sering digunakan oleh sniper melumpuhkan musuhnya dari jarak jauh.Suasan di lounge Bandara begitu hening padahal berisikan sebagian rombongan Arkana tapi mereka memilih bungkam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.Hanya Judith dan Pink beserta Neil yang sesekali terlibat perbincangan ringan.“Dingin sayang?” Arkana bertanya tapi kemudian memeluk Zara setelah sebelumnya memberikan kecupan di pipi.Zara melesakan wajahnya di leher Arkana dan memberikan banyak kecupan di sana.“Yaaang, jangan mancing-mancing.” Arkana terdengar mengancam meskipun menyukai sikap manja istrinya.“Ada kamar, enggak di p
Hanya satu jam saja mobil SUV yang mereka tumpangi melaju di jalanan aspal dan untuk mencapai villa di atas gunung, mereka harus mengganti mobil dengan Land Rover klasik khusus offroad.Dua Land Rover membagi rombongan Arkana menjadi dua kelompok.Land Rover satu ditumpangi oleh Darius, Arkana dan Zara juga Raditya dan Gita.Sedangkan Land Rover kedua berisikan Judith, Pink dan Neil juga Angga dan Bunga—sepasang anak manusia yang sedang menata hatinya. Jalan tanah bercampur batu besar membuat mobil bergerak ke kiri dan ke kanan mengguncang seluruh penumpang yang berada di dalamnya.Bukannya menjerit, Zara dan Gita malah tergelak seakan mereka berdua sedang menaiki sebuah wahana pemicu adrenalin dalam suatu theme park.Meski begitu Arkana memeluk istrinya erat agar tubuh Zara tidak membentur bagian mobil dan bisa menimbulkan luka.Berulang kali Gita dan Raditya berusaha menjauhkan diri karena setiap kali mobil berguncang tubuh mereka bergeser dan bertemu di tengah-tengah jok.Arkana d