Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Selamat pagi,” sapa seorang pelayan pria membukakan pintu. “Selamat pagi, saya Zara mau bertemu pak Angga untuk melakukan interview.” “Silahkan duduk di meja yang mana saja, saya akan panggilkan Pak Angga,” ujar pria itu ramah lantas pergi ke bagian dalam caffe. Zara memindai sekitar, caffe tersebut masih sepi. Hanya beberapa pengunjung yang sepertinya sedang melakukan sarapan pagi sekaligus makan siang. Zara melamar sebagai pelayan dengan ijazah SMA, itu pun selama seminggu ia begitu keras mengusahakan mendapat duplikat ijazah SMA karena ijazah yang asli tidak sempat ia selamatkan sebelum pelariannya di masa lampau. Hembusan napas berat keluar dari mulut Zara mengingat betapa bersyukur dirinya kini karena hidupnya telah kembali. “Selamat Pagi, saya Angga ... Manager caffe.” Suara seorang pria membawa Zara kembali dari lamunannya. Zara mengerjap lalu berdiri. “Sa ... saya Zara, Pak.” Zara mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang Manager. Keduanya pun duduk dan memulai int
“Zara!! Ambil kunci mobil gue, buka pintunya!” titah Arkana yang panik sambil menggendong sang Kakak ipar keluar dari cafe.Beberapa pelayan dan pengunjung juga dibuat terkejut oleh teriakan Arsha yang mengatakan akan segera melahirkan.Buru-buru Zara menarik kunci mobil di saku celana Arkana kemudian mengarahkannya kepada setiap mobil yang terparkir di sana. “Kasih tau Angga!” Arkana berkata kepada pelayan yang panik sedang berusaha membantu mereka. Pria pelayan itu pun masuk kembali ke dalam mencari ponselnya untuk melakukan perintah Arkana.Lampu dari sebuah mobil keluaran Eropa dengan harga fantastis, berkedip beberapa kali memberitau Zara jika mobil tersebut adalah milik Arkana.Zara membuka pintu kabin bagian belakang agar Arkana mudah membawa Arsha ke dalamnya.“Duh ... sakit,” ringis Arsha dengan mata terpejam.“Sabar, Ca ... gue bawa lo ke rumah sakit sekarang,” ujar Arkana, tangannya mengusap kepala Arsha yang dibalas anggukan oleh sang Kakak ipar.“Zara, lo temenin Caca d
Arkana mengusap wajah lalu menyugar rambutnya ke belakang sambil menjatuhkan bokongnya di kursi ruang tunggu.Seperti mimpi, akhirnya ia bertemu kembali dengan gadis yang selama ini ia cari tanpa henti.Gadis itu kini duduk di sampingnya, tapi hubungan mereka tidak pernah baik jadi pasti Zara juga enggan menceritakan kisah hidupnya terlebih tadi ia mencecarnya dengan kasar.Arkana mengembuskan napas pelan. “Sorry ... gue cuma pengen tau kenapa lo ngilang, ” katanya kemudian dengan nada lebih lembut.Arkana ingat bagaimana dirinya selalu menjaili Zara semasa SMA, tiada hari tanpa membuat kesal gadis itu.Bagi Arkana, wajah memberengut kesal Zara sangat cantik dan sedap dipandang mata selain lucu karena bibirnya selalu mengerucut.Sampai akhirnya Arkana menuliskan nama Zara di hatinya, ia jatuh cinta kepada gadis itu karena sebuah kutukan.Semuanya dimulai ketika hari senin pagi, hari yang sangat Arkana benci karena harus kembali ke sekolah setelah menghabiskan masa liburan kenaikan kel
Zara memandangi dua bayi kembar yang baru saja lahir ke dunia, begitu cantik dan sangat beruntung karena lahir ditengah-tengah dua keluarga yang kaya raya.Ia mengesah mengingat dulu pernah menjadi orang kaya dan menikmati segala kemewahan.Tuhan begitu mudah merubah nasib seseorang seperti membolak-balikan telapak tangan.Sekarang kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat tapi Zara patut bersyukur karena telah terbebas dari Jordi.Ia dan keluarganya bisa kembali ke Negaranya dan memulai hidup baru.Sebuah sentuhan di pundak membuat Zara menoleh. Arkana, pria itu masih saja mengikutinya.Sebetulnya apa yang dia mau?“Arsha udah masuk ruang rawat, kita ketemu dia dulu trus pamit ... nanti gue anter lo pulang,” ujar Arkana mengatur sesuka hati.Zara menghadapkan tubuhnya secara sempurna ke depan Arkana, dagunya terangkat menatap lekat mata pria yang tidak bisa ia pungkiri jika Arkana yang sekarang jauh lebih tampan dengan tubuh kekar berisi sedikit berbeda dari Arkana yang dulu
Keheningan terasa pekat mengisi perjalanan pulang mereka kala itu.Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Arkana membayangkan betapa menyedihkan hidup Zara selama ini setelah apa yang ia dengar dari penuturan sang gadis di restoran.Ia sendiri sampai tidak berselara makan tapi puas melihat Zara yang sepertinya sangat lapar bisa menghabiskan semua makanan yang ia pesan.Sedangkan Zara merutuki apa yang baru saja dilakukannya, menceritakan segala penderitaan yang dialami dan alasan kenapa ia dan keluarga harus melarikan diri.Untuk apa juga ia menceritakan semua kisah hidupnya yang menyedihkan kepada Arkana?Bisa saja semua ceritanya nanti akan dijadikan bahan bullyan pria itu, benak Zara kembali berprasangka buruk kepada Arkana.Zara belum mengetahui bila selama ini Arkana mencarinya dan sekarang pria itu sama kejamnya dengan Jordi hanya saja Arkana tidak akan pernah menyakiti Zara.“Di sini aja Kak, rumah aku jauh di dalam gang,” kata Zara saat mobil yang dikemudikan Arkana suda