Arkana mengusap wajah lalu menyugar rambutnya ke belakang sambil menjatuhkan bokongnya di kursi ruang tunggu.
Seperti mimpi, akhirnya ia bertemu kembali dengan gadis yang selama ini ia cari tanpa henti.
Gadis itu kini duduk di sampingnya, tapi hubungan mereka tidak pernah baik jadi pasti Zara juga enggan menceritakan kisah hidupnya terlebih tadi ia mencecarnya dengan kasar.
Arkana mengembuskan napas pelan. “Sorry ... gue cuma pengen tau kenapa lo ngilang, ” katanya kemudian dengan nada lebih lembut.
Arkana ingat bagaimana dirinya selalu menjaili Zara semasa SMA, tiada hari tanpa membuat kesal gadis itu.
Bagi Arkana, wajah memberengut kesal Zara sangat cantik dan sedap dipandang mata selain lucu karena bibirnya selalu mengerucut.
Sampai akhirnya Arkana menuliskan nama Zara di hatinya, ia jatuh cinta kepada gadis itu karena sebuah kutukan.
Semuanya dimulai ketika hari senin pagi, hari yang sangat Arkana benci karena harus kembali ke sekolah setelah menghabiskan masa liburan kenaikan kelas selama satu bulan di Swiss.
Seorang gadis turun dari sebuah mobil mewah, matanya yang bulat dengan netra berwarna coklat indah dan alis tebal disertai bulu mata yang kelewat lentik membuat Zara tidak seperti seorang manusia melainkan terlihat seperti boneka.
Tubuhnya yang ramping dengan lekukan indah di pinggang dan pahanya yang mulus seakan menggoda Arkana ketika sang gadis berlari hingga rok remplenya tersikap ke atas.
“Anak baru, pindahan dari Bandung,” ujar Tristan yang menumpang mobil Arkana karena mobil sportnya harus di perbaiki setelah menabrak pembatas jalan karena sahabatnya itu mengemudi sambil mengantuk.
Beruntung kecelakaan tunggal itu tidak merenggut nyawa Tristan.
“Tau dari mana lo?” Arkana yang sudah turun dari dalam mobil pun bertanya demikian.
“Tau donk, apa yang gue enggak tau di sekolah ini ... Pak Daniel guru olah raga kita ada main sama si Liana aja gue mah tau.” Tristan berseloroh.
Suatu ketika Arkana pernah berpapasan dengan Zara di lorong, mata indah itu menatapnya tapi hanya sekilas kemudian Zara mengalihkan pandangan ke arah lain.
Sungguh penghinaan bagi Arkana karena semua gadis di sekolah ini tidak ada yang memperlakukannya seperti itu.
Setiap siswi di sekolah ini pasti akan menatapnya berlama-lama mengagumi ketampanannya kemudian memberikan senyum terbaik sebelum akhirnya Arkana yang terlebih dahulu mengalihkan pandangan.
Arkana menghentikan langkah setelah Zara melewatinya, ia pun menoleh ke belakang untuk mencari tau apakah Zara akan menoleh juga ke arahnya.
Siapa tau gadis itu malu jadi pura-pura tidak memperlihatkan ketertarikannya, maklum saja Zara adalah siswi baru.
Tapi sampai Zara menghilang di balik tembok, gadis itu tidak menoleh sekalipun hanya rambutnya yang panjang menutupi punggung bergerak tertiup angin, sang gadis melenggang santai seolah yang baru saja ia lewati hanya pria biasa.
Sudah sebulan Zara bersekolah di sana, sangat tidak mungkin jika gadis itu tidak mengetahui siapa Arkana.
Tidak ada yang mengalahkan ketampanan dan kekayaannya di sekolah ini yang digadang-gadang sebagai sekolah terbaik dan paling mahal di Indonesia.
Dan pertama kali Arkana melakukan interaksi dengan gadis itu adalah saat pelajaran olah raga yang kebetulan mereka berada di mata pelajaran yang sama, Arkana melempar bola basket dan dengan sengaja mengenai punggung Zara.
Gadis itu berbalik dengan wajah memberengut, semua teman-teman Arkana langsung mengarahkan telunjuk kepadanya agar tidak mendapat amukan Zara yang wajahnya saat itu tampak garang tapi bagi Arkana justru sangat menggemaskan.
Sambil menahan tawa, Arkana mengendikan dagu menantang Zara.
“Minta maaf, enggak?” teriak Zara dari sisi lapang, sungguh sangat di luar dugaan karena hanya Zara yang berani memerintahnya demikian.
“Enggak!!” Arkana membalas tegas.
Zara menderapkan langkah menghampiri Arkana ke tengah-tengah lapangan lalu dengan sekuat tenaga, kedua telapak tangannya mendorong dada Arkana namun lelaki itu hanya mundur satu langkah.
Teman-teman Arkana melongo takjub tanpa mampu mengeluarkan sepatah katapun.
“Cepetan minta maaf!” seru Zara dengan lantang.
“Kalau gue enggak mau, lo mau apa?” Arkana masih menantang Zara, ia menganggap gadis itu adalah mainannya.
“Pengecut!” desis Zara lalu pergi.
“Woooaaaa!!” seruan itu kompak dikumandangkan para sahabat Arkana sambil bertepuk tangan.
Zara pantas masuk dalam Guinness book of record sebagai satu-satunya gadis yang berani melawan Arkana di dunia ini.
Setelah itu tiada hari yang di lalui Zara tanpa keisengan Arkana.
Zara pernah dihukum membersihkan toilet karena terlambat masuk kelas setelah jam istirahat dan itu dikarenakan Arkana mengurungnya di gudang.
Disiram air, tepung hingga dilempari telur pernah dialami Zara padahal bukan hari ulang tahunnya tapi karena Arkana menyebarkan fitnah jika Zara menyukainya sehingga para gadis di sekolah itu membenci Zara.
Suatu hari saat jam istirahat berlangsung, Zara melewati lapangan basket untuk menuju kantin.
Arkana dan para sahabatnya kebetulan sedang bermain basket.
Para gadis yang duduk di bangku penonton berteriak memanggil nama Arkana setiap kali lelaki itu berhasil memasukan bola.
Kantin yang berhadapan langsung dengan lapangan basket tentu membuat para siswi yang sedang makan siang pun bisa langsung menatap si tampan dari tempat duduknya.
Untuk yang kesekian kali dengan sengaja Arkana melempar bola basket ke arah Zara.
Kali ini mengenai kepalanya sampai Zara harus mengusap kepalanya yang terasa pusing.
Bukannya menyesal, Arkana beserta teman-temannya malah tertawa terbahak-bahak.
Zara sangat jengah, kesabaranya telah sampai di ambang batas dan amarahnya sudah di ubun-ubun.
Zara tidak pernah terlihat lemah, ia selalu membalas setiap apa yang dilakukan Arkana.
Tidak hanya itu, Zara juga berani melawan Kakak kelas yang melabraknya karena termakan fitnahan Arkana yang menyebutkan jika ia menyukai lelaki itu.
Dengan tegas Zara mengatakan jika ia sama sekali tidak menyukai Arkana.
Segala daya dan upaya telah Zara lakukan agar Arkana berhenti mengganggunya tapi semua sia-sia.
Jadi, ketika untuk yang kesekian kali Arkana melemparinya bola basket, Zara tidak menunjukan ekspresi kesal bahkan terkesan datar dan dingin saat berjalan mendekati lelaki itu dan seketika derai tawa Arkana beserta para sahabatnya terhenti.
Mereka menunggu apa yang akan dilakukan Zara kali ini, sang gadis berhenti tepat satu langkah di depan Arkana.
“Aku enggak tau kenapa Kak Arkana membenci aku ... kita enggak kenal dan aku ngerasa aku enggak pernah punya salah sama Kakak.”
Zara yang lebih pendek sampai harus mendongak agar matanya dan mata Arkana bisa berada pada satu garis lurus.
Arkana tidak bersuara atau menanggapi karena ia pun bingung dan tidak menyangka bila Zara sampai berani berkata demikian.
Biasanya gadis itu akan pergi setelah mendapat lemparan bola darinya karena pernah sebelum itu ia tidak mendapat apapun sewaktu memaksa Arkana meminta maaf.
Kedua tangan Zara terangkat menarik kemeja Arkana hingga pria itu sedikit membungkuk.
Lalu mengecup bibir Arkana beberapa detik, bibir mereka hanya menempel karena itu adalah first kiss-nya Zara.
Sang gadis belum berpengalaman dengan hal seperti itu sehingga yang ia lakukan hanya mengecup bibir Arkana tanpa permainan lidah.
Semua orang yang berada di lapangan maupun di kantin melebarkan matanya dengan mulut menganga.
Mereka tidak menyangka Zara akan bersikap demikian karena jengah dijahili oleh Arkana.
Sesaat kemudian Zara mendorong Arkana. “Itu first kiss aku ... aku kutuk Kak Arkana agar jatuh cinta sama aku.” ujarnya kemudian dengan suara menggelegar hingga terdengar ke penjuru sekolah.
Zara sudah tidak tau lagi harus bagaimana melawan Arkana dan membuat lelaki itu berhenti mengganggunya jadi kutukan first kiss tadi ia lakukan sebagai ekspresi kekesalan yang telah menggunung.
Tubuh Arkana menegang, tanpa ia sadari entah sejak kapan menahan napas hingga pada saat Zara pergi barulah ia bisa bernapas lega.
Semenjak itu wajah cantik Zara tidak pernah hilang dalam benaknya. Kutukan Zara menjadi nyata.
Arkana jatuh cinta kepada Zara mungkin ia telah jatuh cinta jauh sebelum bibir Zara menempel di bibirnya.
Hanya saja ia tidak tau bagaimana cara mendapatkan hati seorang gadis karena selama ini para gadis yang merayunya.
Sampai ketika Zara menghilang, Arkana mencarinya kesana kemari.
Dengan segala cara berusaha menemukan Zara meski harus terjun ke dunia hitam, dunia di mana sekarang dirinya terjebak dan tidak bisa keluar.
Kembali pada masa sekarang, tanpa sengaja Arkana telah menemukan Zara dan gadis itu masih sama juteknya seperti dulu.
Duduk di sampingnya dengan tenang tanpa sepatah kata pun atau menjawab pertanyaannya.
“Zara,” panggil Arkana akhirnya.
Gadis itu hanya menoleh dan menatapnya sebagai jawaban ‘Apa’.
“Lo belum jawab pertanyaan gue tadi.”
Zara mengembuskan napas pelan, merasa bersalah telah memanggil pria itu dengan sebutan ‘lo’.
Tadi ia sedang kesal karena Arkana memintanya menemani Arshavina melahirkan tapi meninggalkannya sendiri demi perawat seksi nan menor yang bila tadi Zara tidak salah dengar, perawat bernama Bunga itu adalah mantan kekasihnya.
“Panjang ceritanya, lagian Kak Arkana enggak perlu tau.”
Apa dia bilang? Arkana tidak perlu tau? Tidak tau kah Zara jika demi mencarinya—Arkana yang lahir dari keluarga baik-baik sampai harus terjun ke dunia hitam untuk menjadi seorang Mafia?
Belajar bela diri, belajar bagaimana caranya membunuh menggunakan tangan kosong, pisau bahkan pistol.
Dan melakukan segala bentuk kekerasan sampai membunuh puluhan nyawa juga menjalani bisnis ilegal yang tidak pernah diketahui oleh seluruh anggota keluarganya.
Arkana mendengar jika menghilangnya Zara ada sangkut pautnya dengan Jordi-sang Mafia.
Itu kenapa Arkana terjun ke dunia hitam, awalnya hanya menjadi seorang amatir hingga akhirnya memiliki kekuasaan yang nyaris menyamai Jordi.
Arkana bagai makhluk amfibi yang hidup di dua alam.
Itu semua ia lakukan demi Zara, gadis pertama yang mendapatkan first kiss-nya.
Dan first kiss itu telah mengutuknya.
Zara memandangi dua bayi kembar yang baru saja lahir ke dunia, begitu cantik dan sangat beruntung karena lahir ditengah-tengah dua keluarga yang kaya raya.Ia mengesah mengingat dulu pernah menjadi orang kaya dan menikmati segala kemewahan.Tuhan begitu mudah merubah nasib seseorang seperti membolak-balikan telapak tangan.Sekarang kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat tapi Zara patut bersyukur karena telah terbebas dari Jordi.Ia dan keluarganya bisa kembali ke Negaranya dan memulai hidup baru.Sebuah sentuhan di pundak membuat Zara menoleh. Arkana, pria itu masih saja mengikutinya.Sebetulnya apa yang dia mau?“Arsha udah masuk ruang rawat, kita ketemu dia dulu trus pamit ... nanti gue anter lo pulang,” ujar Arkana mengatur sesuka hati.Zara menghadapkan tubuhnya secara sempurna ke depan Arkana, dagunya terangkat menatap lekat mata pria yang tidak bisa ia pungkiri jika Arkana yang sekarang jauh lebih tampan dengan tubuh kekar berisi sedikit berbeda dari Arkana yang dulu
Keheningan terasa pekat mengisi perjalanan pulang mereka kala itu.Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Arkana membayangkan betapa menyedihkan hidup Zara selama ini setelah apa yang ia dengar dari penuturan sang gadis di restoran.Ia sendiri sampai tidak berselara makan tapi puas melihat Zara yang sepertinya sangat lapar bisa menghabiskan semua makanan yang ia pesan.Sedangkan Zara merutuki apa yang baru saja dilakukannya, menceritakan segala penderitaan yang dialami dan alasan kenapa ia dan keluarga harus melarikan diri.Untuk apa juga ia menceritakan semua kisah hidupnya yang menyedihkan kepada Arkana?Bisa saja semua ceritanya nanti akan dijadikan bahan bullyan pria itu, benak Zara kembali berprasangka buruk kepada Arkana.Zara belum mengetahui bila selama ini Arkana mencarinya dan sekarang pria itu sama kejamnya dengan Jordi hanya saja Arkana tidak akan pernah menyakiti Zara.“Di sini aja Kak, rumah aku jauh di dalam gang,” kata Zara saat mobil yang dikemudikan Arkana suda
“Mbak Zara, ada yang nyari.” Seorang pelayan pria memberitau.“Siapa yang nyari?” Angga yang saat itu sedang mengecek persediaan bahan pun bertanya demikian.“I ... itu, Pak ... emm, Kakak iparnya Bu Arsha yang sering ke sini itu loh ... temennya Bapak juga.” “Arkana?” Angga balas bertanya dan sang pelayan pria muda itu mengangguk membenarkan.Mendengar nama Arkana membuat jantung Zara berdebar kencang.Untuk apa pria itu datang lagi menemuinya di tempat kerja yang susah payah ia dapatkan.Padahal Zara sedang dalam masa percobaan. Ia tidak ingin membuat Angga sang Manager kecewa.“Kamu kenal sama dia, Zara?” Sekarang Angga bertanya kepada Zara dengan tatapan skeptis.Pria itu sampai menyimpan tabnya di atas meja menunggu penjelasan Zara, sementara Zara pura-pura sibuk membersihkan dapur sambil menunggu pesanan selesai dibuat oleh koki.“Kak Arkana ... Kakak kelas waktu SMA, Pak.” Zara menjawab jujur, karena terakhir kali membohongi Angga mengenai pendidikan terakhirnya—pria itu langs
Entah member apa yang dimiliki Arkana hingga pria itu mendapat fasilitas pengantaran barang belanjaan dari setiap butik yang mereka kunjungi jadi tidak perlu repot-repot menenteng semua barang-barang itu.Sengaja Zara memilih banyak barang-barang mahal bahkan sebagian adalah barang yang ia inginkan tapi Zara tau diri untuk bisa memiliki barang branded tersebut.Hasrat branded dan fashionablenya telah ia kubur dalam masa pelarian.Arkana tidak keberatan setiap kali Zara memilih banyak barang dengan harga mahal.Zara berpikir jika Arkana sangat mencintai kekasihnya, ia pun penasaran siapa gadis yang mampu bertahan dengan pria menyebalkan seperti Arkana.Ah, tapi mungkin Arkana tidak menyebalkan jika menghadapi kekasihnya.Pria itu pasti sangat lembut, menghargai dan pendengar setia sang kekasih sehingga siapapun perempuan itu mau menerima Arkana selain Arkana memang tampan dan kaya raya.“Kok ngelamun sih, sayang?” tegur Arkana saat mobilnya sudah melaju di jalanan Ibu Kota sedang berju
Zara melamun sepanjang perjalanan padahal saat bertemu dengan Rachel dan Arsha tadi, banyak yang mereka bicarakan.Ia baru mengetahui jika Rachel telah menikah dengan Kakak dari Arsha dan telah dikaruniai anak kembar.Gelak tawa juga tercetus berkali-kali hingga perut Zara terasa kram.Tapi di balik itu Zara insecure karena saat ini ia tidak sederajat lagi dengan Rachel dan Arsha, apalagi Rachel berkali-kali kedapatan melirik pakaian yang ia kenakan.Zara tau bila Rachel tidak bermaksud jahat, semua orang pasti heran dengan perubahan drastisnya.Tapi hal itu justru membuat Zara merasa jika ada jurang pemisah di antara mereka dan tidak seharusnya ia masih menjadi sahabat Arsha dan Rachel.Beruntung Arkana segera mengajaknya pulang dengan alasan hari sudah malam.“Ra,” panggil Arkana sambil menyentuh baru Zara dan sang gadis pun menoleh.“Makan dulu ya,” kata pria itu kemudian.“Pulang aja, Kak ... aku enggak laper.” “Enggak laper tapi lemes gitu ngomongnya ... biasanya lo tuh galak ta
Arkana tergelak karena Zara memutuskan sambungan telepon sepihak.Gadis itu pasti sedang galau sekarang, antara senang juga jual mahal.Tidak ada gadis yang tidak menyukai barang-barang mahal, bukan?Arkana melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan kota dan melambat ketika memasuki pelataran parkir sebuah gedung di mana Night Club bergengsi berada di dalamnya.Mobil sport itu terus melaju melewati banyak mobil mewah menuju basement dan berhenti di privat parking.Arkana menggunakan lift khusus untuk sampai ke bagian lain gedung tersebut.Dua pria bertubuh kekar memakai pakaian serba hitam menyambutnya penuh hormat, membukakan pintu untuk Arkana lalu menutupnya kembali dan berjaga di luar.Arkana duduk di kursi ke besarannya, di atas meja terdapat banyak layar yang tersambung dengan kamera CCTV.Pria itu menatap salah satu layarnya dengan seksama, layar tersebut menampilkan keadaan sebuah ruangan yang di dalamnya ada Darius beserta Rogger sang asisten juga seorang
“Gue enggak bisa mecat Zara gitu aja ... dia lagi butuh pekerjaan lagian gue enggak enak hati, dia temen gue masa iya gue enggak bantuin dia?” Dari ujung sambungan telepon, Arsha menolak mentah-mentah keinginan Arkana yang memintanya melarang Zara bekerja di cafe miliknya.“Tapi masa Zara kerja jadi pelayan?” Arkana tidak terima calon istrinya bekerja sebagai karyawan rendahan.“Itu maunya Zara, gue juga udah minta dia kerja di perusahaan Abang Kama tapi dianya enggak mau.” Arkana diam sejenak, hanya hembusan napas kasar yang terdengar oleh Arsha dari ujung sambungan telepon.Tampaknya Arkana begitu khawatir dengan keadaan Zara padahal dari yang Arsha dengar dari Angga—Zara bekerja dengan rajin dan semangat.“Lo suka sama dia ya?” Arsha menebak.“Bukan suka lagi, Ca ... gue cinta sama dia, gue mau jadiin dia istri gue!” “Susah Kana ... lo bakal susah dapetin dia, Zara pernah cerita kalau dia trauma gara-gara semasa SMA sering lo isengin.” Arsha tergelak setelah berkata demikian.“Ba
Hati Arkana membara setelah melihat gelagat Angga menyukai Zara.Lalu Zara yang pasrah saja ketika hendak diantar pulang oleh Angga membuat Arkana kecewa.Kenapa setiap kali ia yang mengajak Zara pulang selalu saja sang gadis menentang, apakah begitu dalam trauma Zara kepadanya?Belum lagi hasratnya yang sudah lama belum ia salurkan membuat emosi nyaris meledakan kepala Arkana.Arkana meninju kaca jendela mobilnya hingga retak dan buku jarinya terluka.Hanya satu tempat tujuan yang bisa menghilangkan segala gundah yaitu night club, maka ia menginjak pedal gas dalam di jalan tol dalam kota agar segera sampai ke tempat itu.Dan benar saja kedua sahabatnya telah berada di sana, Darius memang tidak pernah melewatkan satu malam pun tanpa mengunjungi night club karena tempat ini telah dipercayakan Arkana kepadanya.Sementara Raditya akan berkunjung sebentar untuk menenggak beberapa gelas minuman beralkohol agar ia bisa tidur nyenyak.Pria itu terkena insomnia, ia kesulitan tertidur diakibat
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S