“Selamat pagi, Pak Arkana.” Pagi ini Arkana disambut oleh sapaan formal, seorang gadis berdiri di depan pintu ruangannya yang terbuka.“Kamu Gita?” tanya Arkana memastikan.“Betul, Pak!” Gita menjawab dengan lugas.“Ikut ke ruangan saya,” titah Arkana sambil berjalan masuk ke ruangannya. Arkana duduk di kursi besar di balik meja, membaca berkas yang sudah disiapkan oleh Gita.“Apa jadwal saya hari ini?” Arkana bertanya sambil membaca setiap lembar berkas tersebut.Gita mulai membacakan jadwal Arkana dan semuanya adalah meeting dengan klien.Hari pertama usai honeymoon Arkana dihadapkan pada rentetan meeting dengan klien, belum mulai saja kepalanya sudah pening.Arkana bukan tipe yang suka berbasa-basi dengan formal dan kadang lidahnya keseleo menggunakan bahasa anak gaul Jakarta.Napasnya tembus berat. “Kasih saya waktu dua jam untuk menandatangani semua laporan ini baru setelah itu kita mulai meeting pertama dengan klien.” “Baik, Pak! Mau minum apa, Pak?” “Enggak usah, saya udah
“Seorang wanita lagi,” batin Zara bersuara, mata bulat Zara menatap pelatih bela dirinya dari atas sampai bawah.Sepertinya Arkana memang menjauhkan Zara dari pria manapun.“Kenapa? Kamu meragukan bela diri saya karena saya memakai pakaian serba pink?” Sang pelatih bertanya karena terganggu dengan tatapan penilaian dari Zara.Zara tersenyum lalu menggelengkan kepala. “Aku lagi mikir, apa kamu salah satu wanita yang pernah tidur dengan suami saya?” ucap Zara terang-terangan.Istri dari Arkana itu mengendikan kepala, meminta pelatihnya mengikuti ke ruang latihan.Sang pelatih bela diri begitu takjub dengan karakter Zara yang tidak menahan diri, cocok menjadi istri Arkana yang terkenal kejam dalam dunia hitam.Ia merasa bila Zara sedang mengancamnya untuk tidak menggoda Arkana.“By the way, kita belum kenalan ... panggil saya Pink.” “Zara.” Zara tersenyum seraya menjabat tangan Pink.Seperti yang Pink pikirkan tadi, Zara tidak menahan dirinya ketika melakukan pukulan atau menendang.Kek
“Kita mampir ke Infinity Corp sebentar, ada yang mau saya diskusikan sama CEOnya.” Mata Arkana terpejam dengan kepala menengadah bersandar pada sandaran kepala kursi.Hari ini sungguh melelahkan dan ia sangat merindukan Zara.Apalagi setelah tadi melihat sesi latihan Zara yang dikirimkan Neil dalam bentuk video ke ponselnya.Seketika hasrat Arkana memuncak dan sulit dibendung. “Baik Pak!” Baik Gita dan sang driver kompak menjawab demikian.Dan beberapa saat kemudian ....“Pak, kita sudah sampai.” Arkana langsung terjaga mendengar suara Gita, gadis itu berdiri di ambang pintu mobil yang sudah terbuka.Arkana kelelahan hingga ketiduran, ia hanya tidur beberapa jam saja karena harus membaca berbagai laporan untuk dibahas pada meeting hari ini.Arkana menegakan tubuhnya sebentar kemudian turun setelah kesadarannya ia raih.Jasnya sudah ia tanggalkan di dalam mobil begitu juga dengan dasi, lengan kemejanya terlipat hingga sikut.Beberapa security dan karyawan menyapanya dengan hormat,
Masih di gedung Infinity Corp.“Dit, sebelum lanjut ngomongin kerjaan ... selfie dulu,” kata Arkana setelah puas meledek sahabatnya.“Apaan sih!” Raditya yang tidak pernah memiliki kekasih dalam hidupnya tentu tidak mengerti dengan hal-hal remeh seperti ini yang bisa membuat langgeng suatu hubungan.Arkana mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana, memutar pinggangnya menghadap belakang kemudian mengangkat ponsel tersebut bersiap mengambil gambar dirinya dan radit beserta sebagian ruangan ini.Walau bingung dengan apa yang dilakukan Arkana tapi Raditya tersenyum juga ketika Arkana berhenti pada hitungan ketiga. “Buat apaan sih itu? Tumben,” kata Raditya bertanya.“Buat dikirim ke Zara sebagai bukti kalau gue lagi meeting sama lo,” jawab Arkana mengatakan yang sebenarnya sambil mengotak-ngatik ponselnya mengirim foto tadi kepada Zara.Gelak tawa Raditya menggelegar, membalas Arkana yang tadi menertawainya hingga ia juga memegangi perut saking geli dengan tingkah sang sahabat.Bukan
Bunga menatap gedung pencakar langit di depannya.Beberapa bulan lalu ia sering datang ke sini untuk meminta uang kepada Arkana bila sedang ingin menginginkan sesuatu dan mereka akan bercinta di atas meja kerja pria itu.Tapi sekarang tidak lagi setelah Arkana bertemu Zara sehingga Bunga pun tidak berani meminta uang di luar jatah bulanan yang Arkana berikan.Bunga melangkahkan kakinya memasuki loby, seorang security menyambutnya ramah.Pria itu menanyakan apa tujuan Bunga ke sini, sebetulnya security itu mengenal Bunga karena seringnya Bunga datang kemari tapi semenjak Arkana menikah—security ditugaskan untuk menahan para wanita yang dulu menjadi kekasih Arkana termasuk Bunga.Bunga menatap security kesal lalu mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada pria itu.“Gue udah janjian sama dia,” kata Bunga menjelaskan isi pesan singkatnya dengan Arkana.“Baik, silahkan ...,” kata security loby mempersilahkan.Bunga tau ini akan terjadi, itu kenapa ia menghubungi Arkana terlebih dahulu,
“Aku tau apa yang Kak Ar lakuin selama ini!” Arkana yang baru saja masuk ke dalam kamar seketika menghentikan langkahnya menatap Zara bingung.Sang istri berdiri di tengah-tengah kamar sambil melipat tangan di dada dan sorot matanya penuh kebencian.“Maksudnya apa sayang?” Arkana bertanya sambil melangkah mendekat, tampang polosnya tidak akan bisa membuat Zara luluh.“Berenti di situ!” seru Zara ketus.Arkana berhenti melangkah sambil mengangkat kedua tangan di depan dada, ia merasa sedang ditodong senjata api oleh Zara melihat bagaimana berangnya sang istri.“Kenapa sih sayang? Aku salah apa?” Arkana benar-benar bingung.“Selama ini Kak Ar transfer uang untuk Bunga, kan? Iya?” Zara bertanya galak.Arkana tampak berpikir, istrinya tau dari mana masalah ini?“Iya enggak? Jawab!” bentak Zara kesal karena keterdiaman Arkana secara tidak langsung menjawab pertanyaannya.Arkana mengembuskan napas. “Antara iya dan enggak, boleh aku jelasin?” “Aku tunggu di meja makan, ganti baju dulu sana
Zara bahagia bukan main saat Arkana membawanya ke tempat latihan. Selama beberapa minggu ini Zara latihan begitu keras di rumah, Arkana menilai kemajuan Zara dari video yang direkam dan dikirim Neil tanpa sepengetahuan Zara.Dan rasa cinta kepada Zara kian besar karena gadisnya memang sejiwa dengannya.Zara cepat belajar, untuk ukuran seorang wanita yang baru mengenal bela diri dan menembak—Zara bisa dikatakan hebat dengan kemampuannya saat ini yang baru beberapa minggu saja berlatih.Ujung bibir Zara sobek, memar di sekujur tubuhnya hilang timbul, buku jarinya juga luka tapi Zara tidak mengeluh.Zara bersikeras untuk bisa sehebat Judith dan Pink.Malam ini dua pelatih Zara hadir dalam sesi latihan itu, tentunya mereka juga ikut berlatih bersama.Bukan hanya mereka, Darius dan Raditya tentu tidak akan ketinggalan dalam latihan rutin tersebut.“Apa kabar Zara? Kata Judith sama Pink, lo sekarang udah kaya Tom Ryder,” sapa Darius saat memasuki tempat latihan.Zara tersenyum. “Kabar baik
Setelah melakukan latihan, mereka semua kembali ke ruangan yang dikhususkan untuk beristirahat.Pendingin ruangan yang bekerja maksimal menerpa tubuh mereka.Banyak botol air mineral dan pengganti ion tubuh tertata rapih di atas meja.Beragam keperluan medis untuk mengobati luka juga ada di sana.Zara merebahkan tubuhnya di atas sofa dengan paha Arkana yang menjadi bantal setelah tadi Arkana mengobati luka di keningnya.“Kapan kita latihan lagi?” tanya Zara antusias.“Aku mau latihan yang indoor pake mesin papan target itu, donk!” Zara berseru sambil menunjuk ruangan latihan canggih yang hanya terhalang dinding kaca.“Naaah, itu gue demen ... kalau tim-timan kaya tadi ya mana mungkin gue ngebanting si Zara ke dinding.” Secara tidak langsung, Darius sedang menjelaskan kenapa ia bisa kalah yaitu karena memang sengaja mengalah.Zara tersenyum geli. “Kalau latihan sama Pink juga suka main banting-banting ya, Pink?” Zara mencari dukungan dan Pink menganggukan kepala membenarkan.Semua terg
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S