“Aku udah bilang ‘kan Ra, Kana itu memang bangsul tapi cowok bangsul biasanya bucin sama ceweknya dan terbukti kalau omongan aku kemarin bener, kan? Kana enggak mungkin selingkuh,” ujar Arshavina penuh semangat dari ujung sambungan telepon.Zara tersenyum meski Arshavina tidak bisa melihatnya. Kemarin ketika berita tentang suaminya sedang bermesraan di night club bersama wanita lain ditayangkan berulang kali di televisi, Arshavina menghubunginya dan mereka melakukan panggilan telepon selama berjam-jam.Istri dari kakak iparnya itu bahkan berniat untuk berkunjung ke rumah Zara untuk menenangkannya tapi Zara menolak mengingat Arshavina memiliki tiga bayi yang masih kecil dan kebetulan si kembar sedang demam setelah imunisasi.Berulang kali Arshavina meyakinkan Zara bila berita tersebut bohong meski sejujurnya ia sendiri tidak yakin.Arshavina mengatakan apa yang hatinya ucapkan meski logikanya mengatakan lain.Tapi ternyata hatinya lah yang benar, Arkana dijebak untuk sebuah popularita
“Duduk di depan! Memangnya kamu pikir aku supir,” ketus Raditya saat baru saja tangan Gita menyentuh handle pintu kabin belakang mobil sportnya.Gita mengerutkan kening, mengerucutkan bibirnya bergumam tidak jelas mencibir Raditya.Melewati Raditya untuk memutar setengah bagian mobil dan duduk di kursi samping pengemudi. Gita memasang seatbelt sebelum Reditya menyemburnya dengan keketusan yang menyebalkan.Apa tidak bisa pria itu bersikap baik dan hangat seperti ketika mereka sedang dalam pertempuran beberapa minggu lalu, memeluknya erat memberikan segudang kenyamanan.Keduanya memilih bungkam selama perjalanan, sesekali Raditya melirik gadis cantik di sebelahnya tanpa yang bersangkutan sadari.Entah kenapa mata Raditya selalu saja ingin tertuju pada Gita setiap kali dekat dengan gadis itu.Jauh di lubuk hatinya, Raditya penasaran dengan Gita, mungkin karena Gita selalu memakai pakaian tertutup sehingga sebagai pria normal—Raditya selalu mencari-cari apa yang bisa ia lihat dari tubuh
Zara tidak menyangka bila Kama-sang kakak ipar bersedia meluangkan waktu pulang dari kantor untuk mampir ke rumah bundanya.Apakah untuk menjemput Arshavina-istrinya dan ketiga anak mereka?Tapi tadi Arshavina dan Quinbee-ibu mertua Kama datang menggunakan mobil yang berbeda.Tapi apapun niatnya, Zara merasa terhormat karena pria dingin dan kaku itu mau datang untuk merayakan pesta ulang tahun kecil-kecil sang bunda.Hanya saja momen akward tadi masih membekas dalam benak Zara dan membuatnya malu bertemu Kama.“Kenapa wajah kamu merah gitu sih,” tegur Arkana santai.Bibir Zara mencebik sebal. “Kak Ar sih, aku bilang apa ... ada yang liat, kan?” tuduh Zara bersungut-sungut.Arkana tertawa pelan. “Ya biarin aja, yang liat juga abang Kama ... lagian dia mah cuek orangnya.” “Tapi aku malu, ih ... Kak!” “Enggak usah malu, yuk kita ke depan ...,” ajak Arkana sambil menurunkan Zara dari meja kitchen island.“Abisnya, punya istri cantik, sexy ... bikin napsu terus,” gumam Arkana yang sedang
Bunga tersenyum lebar saat matanya mendapati sosok Angga sedang berdiri di pintu kedatangan stasiun kereta Bandung.Angga merentangkan kedua tangan dan Bunga langsung berlari berhamburan memeluk pria itu.Bunga menghirup aroma Angga dalam-dalam, ia merindukannya.“Kenapa enggak ikut Arkana sama Zara? Mereka juga sedang dalam perjalanan ke Bandung.” Angga bertanya setelah mengambil alih tas pakaian dari tangan Bunga.“Enggak nyaman, enak sendiri ... lagian aku bisa tidur selama perjalanan.” Bunga memeluk lengan Angga, menempelkan pipinya di lengan berotot itu. “Tapi saya yang enggak tenang, khawatir kamu kenapa-kenapa ... soalnya ini udah malem.” Angga tampak serius saat mengatakannya. Bunga tersenyum, ia merasa disayangi dan baru kali ini mendapat perhatian sebesar itu dari seorang pria. Keputusannya tidak salah dan ia tidak menyesal meninggalkan kehidupan glamour demi bisa bersama Angga.“Kan kamu jemput,” balas Bunga setelah masuk ke dalam mobil kemudian mengecup rahang Angga.An
Arkana menatap tajam ke arah pria yang sedang berbincang serius dengan sang kakek. Ia berprasangka bila kedatangan pria itu bukan semata-mata untuk urusan bisnis tapi ingin bertemu dengan Maya. Arkana tidak pernah berpikiran positif bila menyangkut Bianco, pasalnya ia hapal betul bagaimana orang-orang yang berkecimpung dalam dunia hitam.Sekarang, Narendra-sang Ayah dan Kama terlibat pembicaraan serius dengan Bianco dan Kallandra yang entah membicarakan apa. Kama sudah memberi kode agar Arkana ikut bergabung tapi pria itu malah memeluk istrinya dari samping."Kaaak, jangan gini ... malu sama yang lain," tegur Zara sambil mengusap lengan Arkana yang melintang di dadanya. "Biarin aja," balas pria itu tidak peduli. Acara Arshavina ini diadakan di area luar di tengah-tengah taman beralaskan karpet dan mereka semua menduduki beanbag yang empuk. Sementara di area dalam, Angga sibuk mengatur karyawannya karena malem ini resto dipadati pengunjung di luar keluarga Marthadidjaya dan Gunad
“Cieee, yang mau jadi dokter.” Arkana menggoda istrinya.Pria itu baru saja memarkirkan mobilnya di pelataran kampus.Hari ini adalah hari pertama Zara masuk kuliah setelah selama satu minggu melakukan masa orientasi dan pengenalan sebagai mahasiswa baru.“Apaan sih,” balas Zara risih. Tangannya sibuk merapihkan rambut sambil menatap kaca yang terdapat di sun vissor.Kesal karena Zara lebih mementingkan penampilan dari pada menghiraukannya, Arkana mengangkat tangan lalu mengacak-ngacak rambut Zara membuat leopard betina itu berang.“Kak Aaarr,” teriak Zara seraya memukul lengan suaminya.Arkana terkekeh, menghindari dan menahan pukulan Zara dengan lengannya.“Ngapain sih cantik-cantik? Kamu mau kuliah bukan mau open BO!” protes Arkana berseloroh.“Ya masa penampilan aku harus asal-asalan? Aku tuh menantu Gunadhya ... entar malah malu-maluin Kak Ar ... Kak Ar mau disangka nikah sama orang gila? Liat nih, rambut aku berantakan gini!” Zara berseru kesal sambil menunjuk rambutnya yang tid
Arkana tidak bisa menunggu besok, malam ini juga ia harus segera melakukan perjalanan udara menuju Negara yang paling dekat dengan Jepang menggunakan paspor palsu.Sesampainya di sana ia akan melanjutkan perjalanan melalui jalur laut dengan menumpang kapal kargo.Tidak ada satu pun yang mengetahui kepergiannya ke sana.Dan saat ini, pesawat jetnya sudah menunggu di Bandara akan segera mengudara tujuan Papua tanpa penumpang hanya untuk membuat alibi Arkana.Arkana mengembuskan napas kasar, beberapa menit lamanya ia mematung di sisi ranjang memandangi Zara yang tengah terlelap.Terlintas bayangan bilamana ia tidak kembali tapi ia harus kembali demi keselamatan Zara. Kepergiannya ke Jepang memang gegabah, mungkin betul kata dua sahabatnya jika ia hanya mengantar nyawa.Tapi Arkana harus melakukannya, memberi contoh kepada organisasi, kelompok atau ghenk yang lain agar tidak mengganggu ketenangannya apalagi menyanggupi kerjasama dengan Jhon atau Jordi untuk mencelakakan baik dirinya maup
“Jam berapa Kak Ar pergi tadi malem?” “Ko enggak bangunin aku?” “Kok ngedadak?” “Pulang dari kantornya jam berapa?” “Kenapa sih dia enggak bangunin aku? Papua itu ‘kan jauh, Paman ... trus kapan dia akan pulang? Aku enggak bisa hubungin dia.” Pertanyaan itu Zara lontarkan tanpa jeda kepada Neil.“Saya pikir tuan sudah pamit kepada Nyonya,” sahut Neil dan sama sekali tidak menjawab pertanyaan Zara. Zara mengembuskan napas, melepaskan sendok dan beralih pada alat komunikasi canggih pemberian sang suami yang berada di meja makan.Jempolnya bergerak cepat membuka ruang pesan dengan Arkana dan membaca pesan dari pria itu kembali yang dikirim pukul tiga dini hari. Zara tidak tau Arkana berada di mana ketika mengirim pesan tersebut.Arkana : Sayang, perusahaan Infinity Corp yang berada di Papua mengalami masalah dan aku harus menyelesaikannya. Katakan pada seluruh keluarga kalau aku pergi ke sana menemui klien baru untuk perusahaan AG Group, mereka jangan sampai tau kalau aku sedang