Siang itu Zara sedang mengikuti praktek dokter penyakit dalam, pasiennya cukup banyak hingga waktu praktek molor beberapa jam.Mereka semua sempat mendengar kegaduhan para petugas medis di luar setelah ambulance tiba tapi tidak terlalu Zara pedulikan, ia fokus pada pembelajaran penyakit dalam ini.Hingga akhirnya pasien terakhir keluar dari ruangan itu dan dokter penyakit dalam memberikan sedikit pengetahuan tentang kasus langka yang tadi mereka hadapi.Setelah itu Zara dan teman co-ass lainnya meninggalkan ruangan sang dokter.“Tadi hapenya getar terus Mbak, saya enggak berani angkat.” Seorang suster yang Zara titipkan tas di luar ruang praktek memberi tau.“Oh ... makasih ya.” Zara berucap sambil mengambil tasnya lalu melangkah pelan dengan fokusnya pada ponsel.Banyak panggilan tak terjawab dari Arkana, segera saja Zara menghubungi suaminya.“Yang, kamu di mana?” Arkana langsung menjawab panggilan telepon dengan pertanyaan, pria itu terdengar gelisah.“Aku di rumah sakit,” balas Za
“Mas ....” Suara lembut istrinya membuat Kallandra membuka mata.“Ren,” panggil Kallandra memaksakan sebuah senyum.Rena naik ke atas ranjang rumah sakit sementara sang suami bergeser pelan memberi tempat untuk sang istri yang kecantikannya tidak lekang oleh waktu.“Aku ikut,” bisik Rena setelah merebahkan kepala di pundak suaminya.“Ikut ke mana?” Kallandra bertanya lalu melabuhkan kecupan di kening istrinya.“Ke mana pun Mas pergi aku ikut ya, Mas ... aku enggak mau jauh dari Mas.” Rena merengek seraya memeluk erat sang suami tercinta.Kallandra tersenyum, tangannya mengusap kepala Rena penuh sayang.“Aku enggak akan ke mana-mana.” Pria tua itu menegaskan.“Pokoknya aku ikut.” Rena memaksa.Kallandra hanya tersenyum tidak menanggapi ucapan Rena.Penyakit ini baru ia dapatkan tapi untung tidak sampai merenggut nyawanya.Tadi Kallandra hanya syok tatkala melihat video kekejaman Arkana pada sebuah keluarga yang diyakininya sebagai pelaku penculikan Zara dan yang bertanggung jawab atas
“Aku sudah mengajukan gugatan cerai ... sekarang berikan copyan video itu.” Jordi tersenyum. “Tentu tidak semudah itu ... kamu harus bersamaku dulu baru aku berikan.” Jordi menyaut.Sekarang Zara sudah tidak perlu mengkhawatirkan dirinya lagi.Tidak ada Doddy atau pengawal yang menjaganya karena tinggal menunggu pengesahan dari pengadilan agama maka ia akan menjadi milik Jordi.Tentu saja dengan uang dan kekuasaan Jordi keputusan cerai itu bisa dikabulkan tanpa perlu melewati banyak sidang.“Aku sendiri yang akan mengambil surat keputusan cerai itu lalu menjemputmu, sabarlah sebentar lagi.” Jordi mengusap kepala Zara yang segera ditepisnya dengan kasar dan sorot mata penuh peringatan.Ingin rasanya meludahi wajah Jordi sekarang juga.Jordi tergelak puas membuat Zara jijik kemudian pergi dari cafe itu secepat kilat.Beruntung ada taxi yang melintas, Zara tidak berpikir panjang langsung menghentikannya.Zara bersandar punggung setelah memberi tau supir taksi ke mana tujuannya.Ia akan
Zara melipat bibirnya ke dalam, membungkam tangis selama beberapa jam setelah pesawat mengudara karena Jordi tidak bisa diam terus menggerayanginya.“Jordi, apa kita bisa melakukannya nanti saja ketika sampai? Beri aku waktu dulu.” Zara merendahkan nada suaranya, membujuk Jordi agar berhenti mengganggunya.Zara jijik, ia tau mengulur waktu bukan solusi tapi setidaknya biarkan dirinya terbiasa dulu berada bersama pria itu.“Baiklah, aku akan memberimu waktu.” Jordi setuju memberikan waktu untuk Zara.Dan lagi, memangnya Zara akan pergi ke mana? Tidak mungkin wanita itu terjun dari pesawat, bukan?Jordi meninggalkan Zara, ia berpindah ke kabin belakang bersama seorang pramugari.Tidak lama kemudian Zara mendengar bunyi kursi berderit dan desahan seorang wanita yang tidak lain adalah pramugari tadi.Mereka bercinta di kursi tengah-tengah kabin belakang yang terbuka.Jika saat ini Zara menoleh ke belakang, sudah bisa dipastikan matanya akan ternoda oleh adegan vulgar itu.Waktu tempuh s
Ponsel Arkana berdering nyaring tapi pria itu terlalu mabuk untuk dapat mendengar. Lima kali seseorang di ujung paling sana memaksa mencoba menghubunginya tapi sayang, saat ini Arkana tidak bisa menjawab panggilan tersebut.Botol minuman berkadar alkohol tinggi berserakan di lantai kamar.Alih-alih mengunjungi night club, Arkana malah mabuk di kamarnya sendirian untuk menyingkirkan bayangan Zara dari benaknya.Matahari yang telah meninggi pun tidak Arkana hiraukan, ia tidak mempedulikan lagi statusnya sebagai seorang CEO di salah satu perusahaan AG Group.Ponsel Arkana akhirnya berhenti berdering, mungkin seseorang di sana telah menyerah menghubunginya.Tapi sepuluh menit kemudian terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.Tok ... Tok ...“Tuan muda!” panggil Neil dari luar.Ketukan itu semakin lama semakin terdengar kencang karena Neil khawatir sesuatu terjadi pada tuannya.Neil tidak membangunkan Arkana pagi ini, ia sedang memberikan waktu kepada sang tuan untuk bersedih dan beri
Berjam-jam lamanya Zara terlelap, seakan membalas dendam akan waktu tidur yang tersita selama beberapa minggu terakhir karena mengjadapi masalah ini. Sampai ketika Arkana hendak membawa Zara pulang ke Indonesia, pria itu dengan sabar menggendong Zara hingga memasuki pesawat dan memangkunya seperti bayi. Arkana tidak ingin jauh dari Zara, ia tidak ingin kehilangan Zara lagi. Kemunculan Darius di pintu pesawat menandakan urusan di Thailand telah selesai. Bisa dipastikan jasad Jordi tidak akan bisa ditemukan. Raditya juga sudah mengajukan renovasi di resort tersebut, berencana membuat taman sehingga harus membongkar cottage tempat di mana Zara membunuh Jordi, kebetulan cottage tersebut berada di bagian ujung area resort. Roger juga telah menghapus CCTV yang menunjukan kebersamaan Jordi dan Zara di sana. Mereka semua harus menutup rapat-rapat masalah ini dan membawanya hingga liang kubur. Pesawat mulai tinggal landas, meninggalkan Negara Thailand dan rahasia kelam mereka.
Zara tidak mengerti kenapa Arkana memilih Burgundy sebagai tempat tujuan dalam liburan mereka kali ini. Arkana menyewa sebuah rumah minimalis dengan furniture dan peralatan lengkap di sebuah desa kecil tapi padat penduduk.Tempat ini sangat sejuk dan Zara merasa seperti hidup di jaman abad ke sembilan belas atau awal abad kedua puluh karena matanya disuguhkan dengan pemandangan masa lalu yang masih berdiri kokoh di masa sekarang.Dari balkon kamar, Zara bisa melihat rumah-rumah penduduk yang unik khas daerah itu lalu di ujung sana terdapat kastil dengan menara tinggi dengan atap yang lancip dan pahatan indah di setiap pilarnya, Zara bagaikan hidup di negri dongeng.Terdapat sungai besar dan bersih di tengah desa itu dengan jembatan kuno yang membentuk dua setengah lingkaran di bagian bawahnya.Zara sengaja berpindah ke balkon di sebrang balkon yang menghadap desa, kini matanya dimanjakan dengan hamparan luas perkebunan anggur sejauh mata memandang.Zara mengeratkan selimut yang memba
Nyatanya, meskipun mereka telah melewati banyak badai dan kehilangan tetap saja pertengkaran tidak dapat dihindarkan.Sudah dua hari Zara dan Arkana tidak bertegur sapa hanya karena Zara terlalu lelah untuk melayani hasrat Arkana dua malam lalu dan Arkana tidak terima jika Zara melakukannya setengah hati sehingga pria itu memborgol kedua tangan Zara dan menyumpal mulutnya sebagai efek jera ketika memaksa Zara untuk bercinta.Arkana tidak pernah mau tau bila Zara lelah atau sibuk belajar untuk menghadapi ujian sertifikasi setelah menyelesaikan pendidikan profesinya.Jika Arkana sudah menginginkan Zara maka pria itu akan melakukan segala cara agar mereka bisa bercinta.Tidak peduli Zara akan mendiamkannya selama beberapa hari akibat dari kekasarannya ketika bercinta karena setelah mereka berbaikan kembali—ia akan meminta haknya lagi.Tapi hari ini Arkana tidak bisa memaafkan Zara yang tidak memberitaunya jika hari ini adalah wisuda Zara mengikrarkan sumpah dokter.Grandpa dan grandma ba
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S