“Besok ….” Steve sungguh kegirangan. Baru saja dia hendak menyetujuinya, tapi dia malah merasa, jika dirinya menyetujuinya dengan secepat ini, bisa jadi Monica-lah yang akan memegang kendalinya. Jadi, Steve sengaja berkata, “Sepertinya besok ….”“Kenapa? Besok nggak bisa?”“Bukan nggak bisa, aku hanya merasa agak nggak leluasa. Besok di rumah ada ….”Belum sempat Steve menyelesaikan omongannya, malah terdengar suara Monica, “Nggak apa-apa kalau kamu ada urusan.” Steve hendak janjian untuk lain hari, malah terdengar lagi suara Monica, “Aku bisa cari orang lain.”Saat telepon hampir diakhiri, Steve langsung merasa panik. “Jangan, jangan, besok aku nggak ada urusan! Nggak ada urusan, kok!”“Nggak ada urusan?”“Iya, nggak ada urusan!” Steve terus mengangguk, lalu langsung menjawab. Dia sungguh takut Monica akan berubah pikiran.“Jangan terlalu memaksakan diri. Bukankah kamu bilang nggak leluasa?” tanya Monica dengan datar.Keringat terus membasahi kening Steve. Dia berkata, “Nggak, nggak,
“Akhirnya kalian sadar dengan kesalahan kalian?” dengus Monica. Tatapannya hanya tertuju pada gelas anggur di tangannya. “Kalian bahkan nggak berhasil untuk menghadapi Keluarga Tanoto yang lemah itu dan kembali dalam keadaan terluka. Kalau kalian benar-benar ingin minta maaf, kalian tebus dengan nyawa kalian saja.”Keringat dingin membasahi tubuh kedua orang. “Ketua, ampun!”“Sudahlah!” Gelas anggur diletakkan ke meja dengan kuat. Kemudian, Monica berkata, “Kalau aku ingin menghukum kalian, aku juga nggak bakal biarkan kalian hidup sampai saat ini! Aku nggak menghukum kalian juga karena kalian masih ada manfaatnya bagiku!”“Berdirilah!” balas Monica.Mereka berdua mengamati Monica dengan saksama, lalu berdiri.Siapa pun tidak menyangka Pembunuh Ganda yang terkenal dengan kesadisannya di sana akan begitu merendah di hadapan seorang wanita.“Aku punya misi untuk kalian. Malam ini, kalian menyelinap ke Kediaman Setiawan untuk cari barang itu,” ucap Monica dengan perlahan.“Ketua, bukankah
“Nggak ada yang perlu disesali.” Brandon kembali memeluk Yuna, lalu meraba-raba perutnya. “Aku sudah cukup dengan memiliki kalian.”Dari segi hubungan darah, Keluarga Setiawan memang sangatlah dekat dengan Brandon, sebab mereka adalah kerabat Brandon. Namun, sejak kecil, dia tidak merasakan kehangatan dari keluarganya. Lebih tepatnya Brandon bisa merasakan secuil kehangatan dari kakeknya, juga berkat jerih payahnya sendiri.Setelah itu, demi kekayaan dan kedudukan, semua perbuatan yang dilakukan anggota Keluarga Setiawan sudah sangat mengecewakan Brandon. Sekarang, Brandon hanya ingin menghargai wanita dan anaknya.Saat Yuna hendak mengatakan sesuatu, ponselnya malah berdering. “Halo?”Baru mendengar beberapa detik saja, raut wajah Brandon sudah berubah muram. Tangan yang awalnya memeluk Yuna langsung dilepaskan. Yuna meliriknya sekilas, lalu pergi mengambil minuman agar Brandon bisa menelepon dengan leluasa.Setelah Yuna menyelesaikan minumannya, dia istirahat sejenak, baru kembali ke
“Aku tahu, kok!” Yuna mendorong kepala Brandon, lalu berkata dengan tersenyum, “Kenapa kamu cerewet sekali? Dulu sepertinya kamu nggak begini? Sekarang, aku bahkan curiga sebenarnya kamu lagi peduli sama aku atau peduli sama anak di dalam kandunganku …. Brandon, aku cemburu!”“Aku peduli sama kalian semua. Kalian berdua adalah kesayanganku!” Brandon tersenyum memasukkan Yuna ke dalam pelukannya. Dia mencium wajahnya, lalu mencium keningnya.Yuna adalah kesayangan Brandon. Dia pasti akan melindungi Yuna, tidak akan membiarkannya terluka!…Di Kediaman Setiawan.Pagi-pagi mereka sudah heboh lantaran kediaman kemasukan maling.Dari gerak-gerik mereka, dapat diketahui bahwa maling tidak tertangkap dan sepertinya maling sudah berhasil mencuri barang berharga keluarga mereka. Semua orang sedang mengecek barang-barang mereka sendiri, ada juga yang sedang mengecek rekaman CCTV.Masalah ini sungguh mengerikan!Kenapa bisa ada yang menyelinap ke dalam kediaman? Kamera CCTV juga tidak berhasil me
“Di dalam keluarga kita?” Amara sungguh syok. “Siapa? Siapa pelakunya? Kenapa bisa ada maling di dalam rumah? Masalah ini harus diselidiki sampai tuntas!”Sambil berbicara, Amara sambil mengamati sekeliling seakan-akan ingin mencari siapa pengkhianat itu.“Ma, Mama jangan emosian. Aku rasa pelakunya bukan ingin mencuri uang atau membunuh kita, sepertinya dia ingin mencari sesuatu.” Steve berpikir sejenak, lalu berkata, “Menurut Mama, apa yang dicari maling itu?”Amara mengerutkan keningnya. Seketika terlintas sesuatu di benaknya. “Maksudmu ….” Tetiba ucapan Amara terhenti ketika melihat tatapan mata Steve. Dia lalu melanjutkan, “Aku bukan maling, bagaimana aku bisa tahu apa yang dia cari?”Tatapan Amara seketika tertuju pada diri Brandon. “Brandon, kamu tidak boleh tinggal diam saja. Kejadian ini sudah mencoreng nama baik Keluarga Setiawan. Kamu harus menemukan maling itu! Kita tidak boleh mengampuninya!”“Nek, apa Nenek yakin kalian nggak kehilangan barang penting?” Dari tatapan Amara
“Oke, hati-hati di jalan, jangan ngebut, ya!” pesan Amara dengan penuh perhatian. Dia sangat memanjakan putranya. Apalagi sekarang pernikahan bisnis dengan Keluarga Yukardi telah di depan mata. Jadi, mereka tidak boleh lalai sedikit pun.Setelah dipikir-pikir, Amara melihat Brandon yang baru saja selesai telepon. Dia berdeham, lalu berkata, “Kamu juga sudah melihat sendiri. Di sini sudah tidak ada urusan lagi. Kamu kembali ke perusahaan dulu.”Sebentar lagi Nona Monica akan datang bertamu. Masalah hari pernikahan bisnis masih belum ditetapkan, Amara sungguh tidak ingin terjadi hal di luar kendalinya lagi. Apalagi bocah di hadapannya ini bagai bom atom yang bisa meledak kapan saja.Hanya saja, Brandon malah tersenyum. “Masalah perusahaan sudah aku atur. Hari ini aku akan tinggal di sini untuk menemani Nenek.”“Aku tidak mau ditemani!” Amara refleks menjerit. Tetiba, dia menyadari ada yang aneh, dia langsung merendahkan nada bicaranya. “Maksudku, masih banyak pekerjaan perusahaan yang me
“Iya, iya,” respons Clara dengan tersenyum, “Aku sering dengar mengenai wibawa Nona Monica, ternyata memang tidak bisa dibandingkan dengan anak dari keluarga terpandang lainnya! Pantas saja Nona bisa memimpin keluarga yang begitu besar. Aku kagum sekali terhadapmu. Kalau aku bisa punya separuh wibawa Nona Monica, aku juga sudah merasa puas.”“Kamu kerjaannya cuma main-main saja. Tentu saja tidak bisa seperti Nona Monica,” sambung Amara.Mendengar omongan panjang lebar mereka berdua, Monica pun hampir kehilangan kesabarannya. Dia sudah terbiasa untuk mendengar pujian-pujian seperti ini dan boleh dikatakan merasa bosan. Tak disangka, Keluarga Setiawan juga akan menyanjungnya.Sepertinya dalam Keluarga Setiawan ini, hanya tersisa Brandon saja yang masih normal.Awalnya ketika Monica menargetkan Keluarga Setiawan, dia berniat untuk mendapatkan Brandon. Namun, setelah melakukan penyelidikan secara menyeluruh, Monica mengurungkan niatnya.Alasan pertama adalah lelaki itu terlalu pintar dan s
Kepikiran hal ini, Steve spontan melirik cuping telinga Monica. Ternyata Monica mengenakan anting-anting pemberiannya. Dia sungguh gembira.Wanita memang lain di hati, lain di mulut! Jelas-jelas ada Steve di dalam hatinya, dia malah menunjukkan ekspresi dingin, berlagak tidak peduli dengannya.Anggap saja Monica sedang menunjukkan wibawanya sebagai pemimpin kepala keluarga. Jadi, Steve juga terpaksa mengikuti kemauannya saja. Setelah menikah nanti, mereka pasti akan memiliki anak. Kelak Monica pasti akan melepaskan kuasanya untuk menjadi ibu rumah tangga yang berbudi luhur. Seluruh harta dan kekuasaan Keluarga Yukardi otomatis akan menjadi miliknya. Pada saat itu, Steve juga akan memiliki kekuatan untuk melawan. Ditambah lagi dengan dukungan dari ibu dan kakaknya untuk merampas kembali bisnis Keluarga Setiawan, Steve pun akan memiliki segalanya.Dengan berpikir seperti ini, Steve juga tidak keberatan dan mulai berpihak pada Monica. Hanya saja, Amara tidak berpikir demikian, dia merasa