“Mana mungkin. Buktinya ini aku datang buat jenguk Mama, ‘kan?,” jawab Edward. Baru saja dia hendak berdiri, Olivia malah mencengkeram tangannya erat-erat dan berseru, “Nggak boleh pergi! Kalau kamu pergi, Mama sudah nggak punya siapa-siapa lagi.”Edward pun mengerutkan keningnya dan berkata, “Ma, aku bukan mau pergi kok, cuma mau menuangkan segelas air buat kamu. Lihat, bibirmu kering banget.”Begitu mendengar ucapan Edward, Olivia langsung menyentuh bibirnya yang kering. Dia pun berdesah dan berkata, “Memangnya kenapa kalau kering? Bahkan kalau sampai berdarah juga nggak ada yang peduli.”“Ma, jangan ngomong kayak gitu, dong. Bukannya aku peduli? Papa juga peduli kok!” ujar Edward.“Papamu? Sudahlah!” Olivia mencibir, lalu berkata dengan kesal, “Selama ini, dia cuma bisa berkata manis buat merayu kita. Dalam hatinya, dia masih tetap memikirkan istrinya itu.”“Kamu cuma lagi kesal.” Setelah memberikan segelas air kepada ibunya, Edward membantunya untuk duduk. Setelah melihat ibunya pe
Olivia menerima parfum itu dan melihatnya sambil berseru, “Wah, cantik banget!”Setelah mengamati kemasannya sesaat, Olivia pun membuka kemasan parfum dan menyemprotkannya ke pergelangan tangannya.“Gimana?” tanya Edward sambil tersenyum. Dia sudah tidak sabar untuk dipuji.“Olivia mencium aromanya, lalu mengangguk dan berkata, “Wangi! Wangi sekali! Ini parfum terwangi dan terbaik yang pernah aku pakai. Putraku memang hebat!”Setelah mendapat pujian ibunya, Edward menjadi makin percaya diri. Dia berkata, “Sudah kubilang kalau kamu tinggal menunggu kabar baik dariku!”Olivia juga sangat senang. Dia tersenyum dan menyemprotkan parfum itu lagi sehingga udara di sekitar menjadi harum. Kemudian, dia memejamkan matanya untuk menikmati aroma parfum itu. Edward pun menatapnya dalam diam sambil membayangkan masa depan yang cerah.“Hmm?” Olivia mengendus beberapa kali, lalu mengerutkan keningnya dan mengendus lagi.“Ada apa?” tanya Edward saat melihat reaksi aneh ibunya.“Nggak apa-apa. Aku cuma
Pagi-pagi ini, Cecilia sudah mengetuk pintu rumah Logan. Logan masih belum bangun. Dia menggosok matanya dan membuka pintu sambil menguap, lalu berkata dengan agak kesal, “Nona besar, kumohon jangan datang begitu pagi lagi! Biarpun kamu nggak butuh tidur, orang lain masih mau tidur.”“Kasih aku semua data Yuna!” perintah Cecilia begitu masuk.Logan yang masih menguap langsung mematung, lalu bertanya sambil melirik Cecilia, “Apa?”“Aku mau semua data lengkap Yuna. Makin mendetail makin bagus,” jawab Cecilia. Dia langsung berjalan ke sofa, lalu duduk di sana dan meletakkan tasnya. Dia terlihat sangat serius.Setelah mendengar jelas kata-kata Cecilia, Logan pun tertawa. Kemudian, dia mengeluarkan dua kaleng bir dari kulkas dan membuka satu kaleng, lalu menyerahkan sekaleng lagi kepada Cecilia. Namun, Cecilia malah mengerutkan kening dan menolaknya, “Kalau pagi-pagi minum ini, apa kamu masih bisa sadar?”“Jangan khawatir, aku sangat sadar kok!” Logan meneguk birnya, lalu bersendawa dan te
Meskipun Cecilia tidak mengakuinya, reaksinya sudah sangat jelas. Logan pun tersenyum penuh arti dan berkata, “Ternyata begitu!”“Apa pun yang kulakukan adalah untuk keuntungan kita bersama. Sebaiknya kamu jangan terlalu banyak ikut campur dalam urusanku!” Cecilia mengambil tasnya sambil berdiri, lalu melanjutkan, “Kalau sudah selesai, kirim saja ke e-mail aku.”Logan hanya tersenyum tanpa menjawab.Setelah berjalan beberapa langkah, Cecilia berbalik lagi dan berkata, “Oh iya, dengar-dengar, parfum tipe pertama perusahaan sudah mau diluncurkan. Kerjaan di pabrik juga sudah hampir selesai. Apa kamu nggak mau pergi periksa sebentar?”“Buat apa aku pergi? Ada kok yang mengawasi dengan ketat. Lagian, jasanya juga milik orang lain. Ngapain aku rebut perhatiannya?” jawab Logan dengan santai. Sejujurnya, dia tahu seberapa sering Edward pergi ke pabrik.“Kamu begitu yakin? Kalau dia menyadari ada masalah sebelum parfumnya resmi diluncurkan, bukannya semua rencanamu bakal sia-sia?” Cecilia berb
Saat ini, peralatan baru sedang diantar ke studio. Yuna berdiri di samping untuk menulis stok, tetapi dia sangat tidak fokus.Stella juga menyibukkan diri. Dia sangat menyukai studio ini. Selain merupakan studio idamannya, mereka akhirnya sudah mempunyai studio sendiri. Hal yang terpenting adalah dengan adanya studio sendiri, mereka baru bisa melakukan apa pun yang diinginkan mereka.“Ini taruh di sini, itu ... taruh di sana deh. Duh, hati-hati!” Stella mengarahkan orang lain untuk menyusun barang-barang di studio dengan bersemangat. Saat tanpa sadar melirik ke arah Yuna, Stella baru menyadari bahwa Yuna hanya memegang pena dan notes tanpa bergerak. Jelas saja bahwa dia sedang melamun.“Kak Yuna, ada apa?” Stella melambaikan tangannya dan berkata, “Kamu sudah melamun begitu lama, lho!”Begitu mendengar teriakan Stella, Yuna langsung tersadar dan menjawab, “Ah, nggak apa-apa. Semuanya sudah selesai dipindahkan?”“Sudah hampir selesai. Aku juga sudah cek dan semua barangnya lumayan lengk
“Rumah sakit.” Edith langsung berkata dengan blak-blakan, “Nggak peduli benar atau nggak, kamu tetap harus memastikannya, ‘kan?” Dengan begitu, kamu juga bisa menyusun rencana.”Setelah terdiam sesaat, Yuna menjawab dengan kepala tertunduk, “Aku nggak pergi ke rumah sakit.”“Kamu nggak berani pergi? Mau kutemani? Biasanya sifatmu nggak begitu, lho. Gimanapun juga, kamu sendiri yang paling jelas soal semua ini, ‘kan?”Yuna menggigit bibirnya, lalu berkata, “Bukan begitu, aku sudah periksa sendiri.”Saat mendengar jawaban itu, Edith langsung bertanya, “Jadi gimana?” Kamu ... benar-benar hamil?”Melihat sikap Yuna yang ragu dan sepertinya menyembunyikan sesuatu, Edith langsung mengerti.“Emm.” Yuna mengangguk dengan perasaan yang campur aduk. Dari mengetahui hal ini sampai sekarang, pikirannya sangat kacau.“Ya Tuhan! Kalau begitu aku ....” Edith berpikir sejenak, lalu bertanya, “Apa aku harus menyelamatimu?”Biasanya, hal seperti ini termasuk hal bahagia. Namun, studio Yuna baru didirika
Bagaimanapun juga, studio ini baru dibuka dan masih belum ada banyak pekerjaan. Meskipun ada pesanan Lisa, Yuna juga harus memikirkannya dulu beberapa hari. Setelah menentukan tema dan gagasan awal peracikannya, dia baru bisa mulai menjalankannya.Oleh sebab itu, Yuna pun menyuruh Stella untuk pulang dan beristirahat dulu berhubung pekerjaan hari ini cepat selesai. Yuna sendiri tinggal di studio untuk menyusun beberapa barang, lalu memikirkan gagasan awal tentang pesanan Lisa. Setelah duduk satu jam lebih, Yuna masih tidak mendapat inspirasi apa pun. Benaknya hanya dipenuhi dengan ... anak dan pekerjaan. Yuna memainkan bahan kayu yang diberikan Yohanes sebelumnya. Dia benar-benar menyukai aroma kayu ini. Aromanya sangat ringan, tetapi tahan lama. Meskipun sudah dikembangkan beberapa saat, aromanya juga masih sangat stabil. Ini benar-benar menarik.“Studio masih belum beroperasi, tapi kamu sudah kerja begitu keras?” Brandon memiliki kunci tempat ini. Jadi, dia langsung berjalan masuk d
Yuna mendongak dan melirik Brandon. Untuk sesaat, dia tidak tahu harus mengatakan apa.“Sejujurnya, aku bukan orang yang sabar, sedangkan anak-anak sangat merepotkan. Tapi kalau itu anak kita, aku akan menantikannya.” Brandon menggenggam sebelah tangan Yuna, lalu bertanya, “Kenapa? Kamu sudah pengen punya anak?”Saat melihat mata Brandon, Yuna ingin berdesah. Sekarang bukan masalah dia menginginkan anak atau tidak, melainkan kedatangan anak yang terlalu tiba-tiba.Genggaman Brandon membuat tangan Yuna terasa hangat. Hatinya yang kacau pun seolah-olah sudah menjadi tenang. Selama satu tahun lebih ini, Brandon sudah memberinya rasa aman.Yuna pun terpikir soal ucapan Edith yang mengatakan bahwa Brandon berhak tahu mengenai hal ini. Dia menelan ludah dan memberanikan diri untuk berkata, “Ada satu hal yang mau kukatakan padamu.”“Hmm?”“Aku mungkin ....” Setelah jeda sejenak, Yuna menyusun kata-katanya dengan hati-hati, “Aku bilang mungkin, ya .... Mungkin aku hamil.”Setelah mengatakannya
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S