Share

Bab 3

“Kenapa?” tanya Yuna seraya mendongakkan kepalanya.

“Mana berkas First Love? Orang lab sudah cari ke mana-mana, tapi nggak ketemu. Kamu nggak tahu, ya, hari ini hari apa? Bukannya nunggu baik-baik di lab, malah keluyuran.”

Logan juga menyadari ada goresan kecil di kaki Yuna, dan dia merasa sedikit bersalah karena itu. Akan tetapi, kompetisi yang akan diadakan malam ini jauh lebih penting daripada itu.

“Bukannya pertunjukan barang baru dan kompetisinya baru mulai nanti malam? Toh waktunya juga masih panjang, jadi apa salahnya aku beli baju baru buat siap-siap?”

Sebelum Logan sempat membalas ucapan Yuna, Valeria yang berada di sampingnya berkata, “Oh, memangnya kamu mau tampil ke atas panggung?”

“Kenapa, nggak boleh?” balas Yuna seraya memutar bola matanya menjawab mantan teman baiknya itu.

“Bukannya nggak boleh, aku cuma khawatir nanti kamu bakal kesusahan sendiri. Lagian, bukannya dari dulu kamu nggak pernah ikut acara kayak beginian?” tutur Valeria dengan senyum sinisnya yang semakin kentara.

“Iya, dari dulu kamu kan nggak suka pergi ke acara yang sifatnya cuma kejar ketenaran. Kamu di rumah saja tunggu kabar baik dari kami! Sekarang, mana berkasnya?” tutur Logan sambil mengulurkan tangannya untuk menepuk bahu Yuna, tapi Yuna dengan sigap menghindarinya.

Logan awalnya sempat terkejut, tapi perhatiannya langsung teralihkan ketika melihat Yuna mengeluarkan sebuah map cokelat dari tasnya.

“Ini berkasnya sudah lengkap semua?” tanya Logan.

Mungkin Logan masih tidak percaya dengan Yuna, jadi dia memeriksanya sekali lagi dengan saksama, dan kemudian menyerahkannya kepada Valerie. Valerie juga melihatnya sekilas dan menyunggingkan senyuman puas.

Valerie sebenarnya lumayan mengerti soal pembuatan parfum, meski tidak sehebat Yuna yang memang bertalenta. Masalahnya, selama ini dia sudah terlalu sering dimanjakan oleh Logan sehingga dia pun jadi semakin malas. Sebagian besar ilmu yang Valerie miliki soal pembuatan parfum mungkin sudah terlupakan karena selama ini dia terlalu bergantung kepada ciptaan Yuna.

Dengan memiliki berkas itu, Valerie merasa seakan-akan penghargaan dan piala dari pertandingan malam ini sudah menanti dirinya.

“Mana sampelnya?” tanya Valerie.

“Kalian ambil sendiri saja di lab sebelum berangkat nanti. Logan, apa aku beneran nggak bisa ikut di acara malam ini?” balas Yuna.

“Yuna, kamu ini kenapa, sih? Kan aku sudah pernah bilang, ini semua juga demi kebaikan kamu. Apa kamu lupa di kompetisi dua tahun yang lalu, kamu ….” tutur Logan sembari mengerutkan keningnya, “Aku bukan mau bilang kita pasti gagal, tapi yang namanya kemungkinan terburuk, nggak ada salahnya berjaga-jaga ….”

Ucapan Logan ini memang terdengar seolah dia begitu peduli terhadap Yuna. Jika tidak mendengar ataupun menyaksikannya secara langsung, mungkin Yuna sudah terharu oleh kebaikan mereka. Setiap tutur kata yang Logan ucapkan terdengar begitu hangat dan penuh perhatian, dan … begitu memuakkan!

“Ya sudah kalau memang begitu, semoga beruntung untuk kalian berdua. Semoga acaranya sukses!” kata Yuna seraya membalikkan bada, “Aku mau balik ke lab dulu.”

“Iya, iya. Mending kamu cepat siapin sampel produknya, jangan sampai ada yang salah, ngerti?!” ujar Logan.

Yuna hanya menyeringai, sudah tentu dia tidak akan melakukan kesalahan sedikit pun. Kemudian Yuna menghubungi Stella, dan Stella pun menjawab panggilannya dengan nada bicara yang penuh dengan rasa simpati, “Yuna, kamu nggak apa-apa, ‘kan? Oh ya, Pak Logan tadi cari kamu seharian.”

“Iya, aku tadi sudah ketemu sama dia,” kata Yuna seraya mengemudikan mobilnya, “Stel, barang yang tadi aku minta sudah siap?”

“Sudah, tapi … First Love sudah berkali-kali diuji coba, kamu yakin masih mau ditambah satu bahan lagi di saat terakhir begini?” tanya Stella khawatir.

Stella sudah lama bekerja sebagai asistennya Yuna, jadi dia sedikit pun tidak meragukan kemampuan Yuna. Hanya saja, First Love ini sudah diuji coba selama beberapa bulan, dan Yuna juga sudah puas dengan hasilnya, jadi untuk apa formulanya diubah lagi di saat waktu kompetisi semakin dekat?

“Kamu percaya sama aku?”

“Ngomong apa, sih, kamu ini? Sudah jelas aku percaya sama kamu! Tapi kamu beneran nggak ikut kompetisinya sendiri?”

Stella sudah tahu jawaban apa yang akan diberikan oleh Yuna, tapi dia masih tetap menanyakan hal itu. Sebagai seorang asisten, dia tahu betul seberapa besar usaha dan perjuangan yang harus dilakukan untuk melakukan uji coba terhadap parfum baru, dan tidak ada orang yang tahu bahwa semua itu adalah jerih payah Yuna karena Valerie selalu merampas semua kejayaan yang harusnya menjadi milik Yuna.

Namun Yuna hanya tersenyum menanggapinya. Dia tahu Stella menanyakan hal itu demi kebaikan Yuna sendiri.

“Rezeki nggak bakal ke mana,” kata Yuna, “Stel, sebentar lagi mereka bakal datang untuk ambil sampelnya, kamu cukup kerjain sesuai apa yang aku bilang saja. Maaf, ya, sudah ngerepotin.”

“Tenang saja, biar aku yang urus!”

Setelah panggilan tersebut berakhir, Yuna langsung berbelok menuju parkiran mobil Uniasia. Gedung kantor Uniasia ukurannya tidak main-main, bahkan area parkir basement saja sangat luas. Untungnya Yuna sudah melakukan persiapan yang matang. Dia mengikuti arahan GPS menuju ke tempat parkir yang telah disediakan, di mana Frans sudah menunggunya.

“Silakan lewat sini, Non Yuna.”

Frans segera melaporkan situasi mereka saat ini kepada Yuna selagi mereka menaiki sebuah lift khusus.

“Berkas dan sampelnya sudah aku kasih ke project manager, dan malam ini sudah bisa ditampilin di kompetisi bareng sama dua produk lainnya.”

“Oke, makasih, ya,” angguk Yuna.

Brandon sudah sangat berbaik hati mau melakukan sejauh ini demi Yuna. Sama halnya seperti VL, mulai dari pemilihan tema dan perencanaan produk, mereka sudah menentukannya dari tiga bulan sebelum kompetisi diadakan. Menambahkan satu produk lagi di saat-saat terakhir, bahkan tanpa pertimbangan apakah produk tersebut malah merugikan produk lainnya adalah tindakan yang sangat berisiko.

Meski Frans berkata seperti itu, Yuna yakin karyawan lain di Uniasia tidak akan semudah itu menerimanya. Pokoknya, Yuna harus menang telak dalam kompetisi malam ini!

Setibanya di ruang kantor, Yuna melihat Brandon sedang sibuk membaca dua tumpuk dokumen yang sangat tebal di meja kerjanya yang besar itu. Dia langsung mendongakkan kepala seketika mendengar ada yang datang, dan Yuna langsung merasa tegang.

“Sini,” kata Brandon sembari meletakkan penanya di atas meja.

Brandon memperhatikan Yuna dari atas sampai bawah saat Yuna berjalan menghampirinya, dan dia pun bertanya, “Kamu terluka?”

Seketika itu Yuna langsung teringat dengan kakinya yang terkena serpihan gelas. Saat Yuna hendak menyangkal, tiba-tiba Brandon sudah menggendongnya bak seorang pangeran yang menggendong sang putri.
Comments (2)
goodnovel comment avatar
marlaina marliana
oh so sweet ...... aku lebih baik pilih brandon
goodnovel comment avatar
Mahreta Ita
duh Brandon so sweet
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status