Meski Reni berpikiran sedikit lebih panjang, apa yang perempuan itu katakan juga masuk akal. Bukannya mempedulikan ucapan orang-orang. Akan tetapi kondisi saat ini sedikit lebih sensitif dan khusus. Kalau mereka bertemu secara pribadi, kemungkinan besar akan mendapatkan pembicaraan dari orang-orang. Walaupun dia tidak peduli, tetapi tidak baik bagi Lisa dan juga ayahnya.Oleh karena itu Yuna menoleh ke arah lelaki asing tersebut dan berkata, “Begini saja, aku telepon Lisa. Kita bicara di telepon saja.”Orang tersebut tidak berkata apa pun. Yuna melihat orang tersebut sambil mengeluarkan ponsel dan menghubungi Lisa. Akan tetapi telepon tersebut tidak tersambung sama sekali.“Dia ada alasan tersendiri yang nggak bisa disampaikan. Mohon pengertian Bu Yuna,” ujar lelaki itu.Awalnya Yuna ingin sekali menolak, tetapi telepon yang tidak bisa tersambung itu ditambah dengan lelaki itu ada barang milik Lisa di tangannya membuat Yuna khawatir perempuan itu ada dalam bahaya. Atau mungkin Lisa men
Sebelum kalimatnya selesai, Renita sudah terjatuh ke arah yang lain.“Reni?” panggil Yuna sambil meremas bahu perempuan itu.“Reni, kamu kenapa?”Tiba-tiba Yuna merasa pandangannya berkabut dan dia melihat ke arah orang itu sambil berkata, “Kalian bukan orang utusan Lisa!”Tubuh Yuna juga ikut jatuh pingsan.“Kalian berdua telat menyadarinya,” kata lelaki berkacamata hitam tersebut.Mobil mereka melintasi jalanan yang sepi dan gelap kemudian berhenti di tengah jalan. Mereka berganti mobil yang lain dan kemudian lanjut melaju membelah jalanan. Hingga akhirnya mobil tersebut berhenti di depan sebuah rumah kayu kecil.Supir menghentikan mobil dan turun kemudian berputar ke sisi mobil yang satu lagi untuk membuka pintu. Lelaki berkacamata hitam itu melompat turun dari mobil dan menggendong tubuh Yuna serta Reni di atas bahunya. Dia melangkah masuk ke dalam rumah kayu.Pintu rumah tersebut terbuka dari dalam. Kemungkinan orang yang ada di dalam mendengar suara dari luar dan bertanya, “Ada y
Setelah mengurung Yuna dan Reni lelaki brewok itu menelepon seseorang dan berkata, “Benar, orangnya sudah ada sama kami, kapan uangnya dikirim?”“Sudah diikat?” tanya orang di seberang telepon dengan nada khawatir.“Tenang saja, kami nggak pernah mengecewakan klien,” ujar lelaki itu kemudian lanjut berkata, “Meski nggak diikat, kamu pikir dia bisa kabur?”“Sebaiknya jangan terlalu santai,” ujar lelaki itu. Meski sebenarnya dia cukup tenang selama Yuna bersama dengan mereka bertiga. Perempuan itu tidak akan bisa kabur. Akan tetapi karena dia mau melakukan hal seperti ini, maka tidak ada boleh kesalahan sedikit pun.Lelaki brewok tersebut mengabaikan ucapan orang di seberang telepon dan bertanya, “Kapan kamu ke sini?”“Aku harus tunggu dua hari lagi. Dua hari ini kasih dia minum air, tapi jangan kasih makan terlalu banyak. Jangan sampai kenyang. Setelah itu jangan lupa suntik dia.”Lelaki brewok itu terdiam sesaat dan terkekeh sambil berkata, “Seharusnya hal ini kamu sendiri yang lakukan
Mendengar ucapan Santo membuat lelaki brewok mendeliknya tajam sambil berkata, “Jangan mikir yang aneh-aneh! Jangan sentuh mereka juga!”“Aku hanya ngomong doang kok, hanya merasa sedikit menyayangkan,” gumam lelaki itu.“Sedikit sayang,” sahut lelaki kacamata.Lelaki brewok dan sopir menatapnya secara bersamaan karena merasa terkejut. Sesaat kemudian lelaki berkacamata mempersiapkan obat dan juga jarum suntikan. Dia meletakkan barang-barang itu ke atas nampan dan bangkit sambil berkata, “Aku suntikin dia dulu.”“Ernes, jangan terlalu kasar. Jangan sampai orangnya mati. Kita bisa ikutan mati,” ujar lelaki brewok mengingatkan.Lelaki berkacamata hitam mengangguk dan melangkah masuk ke dalam kamar Yuna. Dia membuka pintu kamar dan melihat perempuan yang terbaring di atas ranjang. Tubuhnya sangat kecil dan terlihat lemah. Lengan perempuan itu tersingkap jelas dan menunjukkan kulit putih mulusnya.Ernes berjalan mendekat dan membuka lampu yang ada di samping ranjang. Dia berdiri di tepi ka
“Memangnya kamu ada hak untuk bertanya?” tanya Yuna sambil mendengus dingin. Lelaki berkacamata itu hanya merasakan pisau yang dingin dan tajam itu kembali menusuk kulitnya lagi.Rasa perih karena kulitnya yang tergores pisau serta ketakutan bahwa kapan saja pisau tersebut bisa menembus masuk membuatnya berkata, “Ja-jangan! Kita bisa bicarakan baik-baik!”“Baik, kalau gitu kita bicarakan dengan baik-baik. Siapa yang memerintahkan kalian?!” tanya Yuna sambil memiringkan kepalanya.Sewaktu di mobil Yuna sudah merasa ada yang tidak beres. Meski Lisa ada urusan dan mencarinya, seharusnya perempuan itu akan menghubunginya terlebih dahulu. Akan tetapi telepon Lisa justru tidak tersambung bahkan tidak aktif. Pasti ada masalah besar! Masalah besar kenapa tidak mencari ayahnya tetapi mencari Yuna? Semuanya terasa tidak masuk akal.Oleh karena itu, sepertinya Lisa tidak terjadi sesuatu, tetapi orang-orang ini memang mencarinya. Yuna memutuskan untuk mengikuti permainan orang tersebut dan ingin m
Lelaki itu membungkuk dan hendak membuka selimut, tetapi ketika tangannya menyentuh selimut, dia langsung merasa ada yang tidak beres. Baru saja hendak berbalik, lelaki yang menjadi sopir itu langsung merasa pinggangnya kebas dan nyaris melonjak terkejut.Dia berusaha untuk menggerakkan tubuhnya, tetapi tidak bisa bergerak. Hanya bola matanya yang bergerak-gerak tanpa henti. Mulutnya hendak terbuka, tetapi merasa kebas tanpa bisa mengeluarkan suara apa pun. Apakah dia sudah bisu? Pemikiran tersebut membuatnya semakin panik.Awalnya Yuna hanya ingin mengendalikan mereka untuk menanyakan siapa orang yang sudah memerintahkan mereka. Akan tetapi dia khawatir mereka akan berteriak maka semua rencananya akan gagal. Lebih baik dia mengendalikan satu per satu lalu baru menanyakannya secara perlahan.Ternyata sang sopir yang tadi naik juga tidak turun lagi. Lelaki brewok mulai merasa ada yang tidak beres. Meski dia merasa dua orang perempuan tadi tidak ada apa-apanya, kali saja ada orang luar y
Yuna menyusun mereka bertiga hingga duduk berjejeran. Tubuh perempuan itu sudah penuh oleh keringan. Bagaimanapun mereka lelaki dengan tubuh kekar, Yuna yang merupakan seorang perempuan dengan bentuk tubuh yang jauh lebih kecil tentu saja kewalahan.Setelah Yuna selesai membereskan ketiga orang tersebut, dia turun ke lantai satu dan mengelilingi rumah itu. Setelah mengetahui posisi keberadaan rumah kayu kecil tersebut yang berada di tepi kota dan penduduk yang sangat sedikit. Di sekitar sini seperti tidak ada tempat apa pun yang menyebabkan daerah tersebut menjadi sepi.Dari dalam kulkas dia mengeluarkan roti dan juga susu untuk mengisi perutnya. Setelah itu dia masuk ke kamar yang lain untuk melihat asistennya yang tengah tertidur lelap dengan posisi menyamping. Perempuan itu tidak tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya.Namun ada baiknya juga Reni masih tidur, dibandingkan dia sadar dan justru panik dan membuat Yuna kesulitan. Yuna menyelimuti tubuh Reni agar perempuan itu tertidur d
Detik selanjutnya dia baru menyadari kalau sekarang dia sudah bisa berbicara. Santo terdiam sesaat karena tidak percaya. Dia mencoba berbicara lagi, “Kamu, aku ….”“Aku sudah bisa bicara! Aku sudah bisa bicara lagi!” seru lelaki itu dengan antusias. Dia bahkan lupa bahwa dia mendadak bisu dan mendadak menjadi bisa bicara lagi. Dengan girang dia berkata, “Bos! Lihat aku sudah bisa bicara! Aku sudah nggak bisu! Aku bisa bicara! Cepat lihat! Blablabla ….”“Diam!” seru lelaki brewok dengan wajah menggelap menatap temannya yang senang di waktu yang salah.Disentak seperti itu membuatnya langsung bungkum dan tersadar dengan kejadian saat ini. Santo mencoba menggerakkan tubuhnya dan menyadari bahwa dia masih belum bisa bergerak. Padahal tubuhnya tidak terikat oleh tali, tapi entah kenapa dia merasa seperti diikat dengan erat. Lebih tepatnya dia seperti mendadak cacat karena tidak bisa merasakan apa pun.“Ini … ini yang katanya akupuntur itu?”Dulu lelaki brewok masih tidak mengerti apa yang d