Detik selanjutnya dia baru menyadari kalau sekarang dia sudah bisa berbicara. Santo terdiam sesaat karena tidak percaya. Dia mencoba berbicara lagi, “Kamu, aku ….”“Aku sudah bisa bicara! Aku sudah bisa bicara lagi!” seru lelaki itu dengan antusias. Dia bahkan lupa bahwa dia mendadak bisu dan mendadak menjadi bisa bicara lagi. Dengan girang dia berkata, “Bos! Lihat aku sudah bisa bicara! Aku sudah nggak bisu! Aku bisa bicara! Cepat lihat! Blablabla ….”“Diam!” seru lelaki brewok dengan wajah menggelap menatap temannya yang senang di waktu yang salah.Disentak seperti itu membuatnya langsung bungkum dan tersadar dengan kejadian saat ini. Santo mencoba menggerakkan tubuhnya dan menyadari bahwa dia masih belum bisa bergerak. Padahal tubuhnya tidak terikat oleh tali, tapi entah kenapa dia merasa seperti diikat dengan erat. Lebih tepatnya dia seperti mendadak cacat karena tidak bisa merasakan apa pun.“Ini … ini yang katanya akupuntur itu?”Dulu lelaki brewok masih tidak mengerti apa yang d
Lelaki brewok terdiam dengan kedua mata yang melotot lebar. Meski wajahnya terlihat tenang dan datar, terlihat ekspresi terkejut di wajah lelaki itu. Mungkin karena dia tidak menyangka kalau perempuan seperti Yuna bisa melakukan hal yang begitu kejam. Gerakannya tidak hanya gesit dan cepat hingga membuatnya tidak bisa melihat jelas. Selain itu Yuna juga bersikap sangat kejam.“Sekarang sudah bisa kasih tahu aku siapa majikan kalian?” tanya Yuna sambil meliriknya sekilas.Lelaki brewok tersadar dari rasa terkejutnya. Dia hanya tertawa dingin dan membuang pandangannya agar tidak melihat Yuna. Sikapnya terlihat jelas bahwa dia tidak ingin bekerja sama dengan Yuna. Perempuan itu juga tidak peduli dan melangkah ke hadapan lelaki brewok sambil membungkuk dan menggeledah tubuh lelaki itu untuk mencari ponsel.Di ponselnya terdapat kunci dengan sidik jari. Yuna mengambil tangan lelaki itu dan membuka kunci dengan menggunakan jari lelaki itu. Dia tidak lupa menarik tissue untuk membersihkan tan
Sopir tersebut tampak pucat pasi dan dengan cepat berkata, “Jangan, jangan! Aku telepon! Aku telepon!”Melihat raut ketakutan lelaki itu membuat Yuna merasa sedikit penasaran dan bertanya, “Ini apa? Memangnya kalian meletakkan apa di dalam sini?”Sang sopir tidak berbicara dan Yuna berpura-pura hendak menusuk jarum tersebut pada lelaki itu. Dia mencoba menghindar dan berkata, “I-itu salah satu obat terlarang.”Ekspresi Yuna langsung berubah. Dia menginjak tubuh lelaki itu dan berkata, “Bisa-bisanya kalian memiliki barang begini!”“Aaahh!” rintih lelaki itu dan memuntahkan darah. Kenapa selalu dia yang dihajar?“Bu-bukan punya kami. Ini barang yang dikasih majikan kami. Katanya harus disuntikkan ke tubuhmu baru kamu bisa nurut. Uhuk, uhuk!”Darah segar menyembur keluar bersamaan dengan batuk lelaki itu.“Hahaha! Nurut!” kata Yuna dengan penuh penekanan. Dia seperti masuk ke sebuah dunia neraka. Sorot mata perempuan itu seperti bisa membunuh seseorang.“Ampun … ak-aku beneran nggak tahu.
“Kamu mau aku bilang apa?” tanya lelaki kacamata itu pada Yuna. Kacamata lelaki itu masih belum terlepas, hanya sedikit miring saja. Melihat itu membuat Yuna risih dan terganggu. Dia mengulurkan tangannya untuk melepas kacamata lelaki itu dan detik selanjutnya langsung mengerti kenapa Ernes mengenakan kacamata. Lelaki itu kehilangan sebelah matanya.Hanya ada sebuah mata yang menatapnya, sedangkan sebelahnya lagi tidak ada binar sama sekali, lelaki itu buta sebelah. Karena kacamatanya diambil, sebelah matanya memancarkan amarah yang begitu nyata. Akan tetapi dia terjebak dan tidak bisa berbuat apa selain memberontak.“Kamu tinggal bilang kalau waktu menyuntikkannya ke aku, kadarnya terlalu berlebihan dan aku mati. Minta dia segera datang,” ujar Yuna. Karena orang itu hanya mau dia menurut, berarti artinya orang itu mau mengendalikannya dan bukan menginginkan nyawanya. Kalau dia mati, orang itu pasti akan bergegas datang untuk melihat keadaan.“Kalau aku bilang, kamu bisa melepaskan kam
Kalau sang sopir masih bisa bergerak, kemungkinan dia akan jatuh tersungkur di tanah. Dia tidak percaya kata-kata keji itu keluar dari mulut perempuan yang ada di hadapannya. Apalagi perempuan itu tersenyum ketika mengatakannya.Yuna melanjutkan kembali kata-katanya, “Tapi aku nggak ada pengalaman, jadi nggak tahu harus sekuat apa ketika menancapkannya. Lebih atau kurang seharusnya kalian juga nggak masalah kan?”“Jangan, jangan ….”Sudut mata lelaki berkacamata itu berkedut, tetapi dia tetap berkata, “Kamu pikir kami akan takut?”“Oh? Kalian nggak takut? Bagus kalau nggak takut, bagaimana pun kalian juga lelaki dan bukan perempuan,” balas Yuna sambil menganggukkan kepalanya.“Ngomong-ngomong ada satu lagi, kalian pernah dengar istilah penyiksaan tahanan?”Mereka belum pernah dengar dan juga tidak ingin mendengarnya. Akan tetapi jeritan hati mereka tidak didengar oleh Yuna dan juga tidak dipedulikan oleh perempuan itu. Dia lanjut berkata, “Diikat dengan dua tali tambang besar dan masih
Santo melirik Yuna sekilas kemudian dengan suara keras dia berkata, “Mana aku tahu seberapa banyak kadar untuk satu hari atau dua hari?! Orangnya sudah kami tangkap juga! Siapa suruh kalian nggak langsung mengambilnya! Jangan banyak bicara! Katakan apa yang harus kami lakukan?!”Sepertinya orang di seberang telepon juga tampak emosi. Dia diam sesaat dan bertanya, “Di mana bos kalian?”“Bos ….” Lelaki itu tampak berpikir sesaat dan kembali menjawab, “Bos lagi cek kondisi Yuna masih bisa diselamatkan nggak. Kamu buruan datang ke sini saja.”Setelah itu Yuna langsung memutuskan panggilan telepon.“Apa yang aku lakukan benar kan?” tanya Santo dengan hati-hati. Dia benar-benar tidak berani membuat perempuan di hadapannya ini emosi.Yuna meliriknya sekilas kemudian mendengus dingin sambil bangkit berdiri dan berkata, “Kalian bertiga diam di sini dengan tenang, nanti aku akan bereskan kalian lagi!”***Brandon memesan tiket paling awal karena berpikir akan segera bertemu dengan Yuna. Namun te
“Ponselku di mana?” tanya Yuna pada ketiga lelaki itu saat masuk kembali ke kamar. Dia tidak bisa mengirimkan pesan pada perusahaan dan juga Brandon tanpa ada ponselnya. Meski Brandon masih tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya, lelaki itu pasti akan panik jika tidak bisa menghubunginya.“Aku nggak tahu,” kata Santo.“Hmm?” Yuna seperti sedang mengancam lelaki itu. Dia menatap Santo dengan sorot dingin dan tajam.Tatapan Yuna mampu membuat Santo menggigil dan berkata, “Aku beneran nggak tahu. Aku hanya bertugas mengemudi saja. Sebenarnya aku juga nggak melakukan apa pun.”Yuna melihat lelaki itu yang sepertinya tidak berbohong. Tatapannya beralih pada lelaki berkacamata sekilas kemudian langsung berjongkok di hadapan lelaki brewok dan bertanya, “Di mana ponselku?”Lelaki brewok hanya meliriknya sekilas dan tidak berkata apa pun.Dia sudah bertahan cukup lama dalam keadaan tidak bergerak dan tidak berbicara. Selain bola matanya yang terus bergerak, dia sama seperti orang cacat. Dul
Yuna berdiri di depan jendela dan melihat sebuah mobil hitam yang melaju kearahnya dalam kegelapan. Mobil itu terlihat biasa saja dan bahkan terlihat sudah berumur. Oleh karena itu mobil tersebut tidak terlihat menarik perhatian.Mobil melaju dengan cepat dan berhenti di depan rumah kayu. Pintu terbuka dan orang tersebut melompat turun sambil berlari ke depan pintu sambil berseru, “Santo, Santo!”Yuna melihat ke arah Santo yang mendadak tampak gusar. Perempuan itu tersenyum miring dan menoleh lagi ke luar pintu. Orang di lantai satu itu berdiri di depan pintu sambil mengetuk pintu dan mengumpat.“Bodoh! Cepat buka pintunya! Kalian masih mau uang nggak?!”Dari suaranya dan juga bentuk tubuhnya, Yuna langsung mengenali siapa orang tersebut. Tidak aneh kalau dia pelakunya. Ternyata orang ini kenal dengan penjahat seperti mereka ini.“Nurut!” kata Yuna sambil menunjuk mereka dengan pisau yang mengalirkan darah. Setelah itu dia turun ke lantai bawah untuk membuka pintu.Orang tersebut rela
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi
“Gimana caranya aku bisa memastikan kalau anak-anak yang suamiku terima itu benar-benar anakku?”“Hmm? Mau beralasan apa lagi kamu?”“Nggak, aku cuma mau memastikan kalau mereka itu benar anakku, bukan anak orang lain yang dijadikan pengganti.”Sebelumnya Yuna juga sudah berpikir adanya kemungkinan ini terjadi, tetapi ketika melihat Brandon membawa kotak itu dan memeriksa napas anak-anaknya, dia hampir meneteskan air mata. Brandon dikenal sebagai orang yang sangat dingin, tetapi Yuna bisa melihat sewaktu Brandon melakukan itu, jarinya sampai gemetar. Kelihatan sekali selama beberapa hari ini dia juga sangat menderita.Semenjak memutuskan untuk masuk ke tempat ini, Yuna tidak mengira akan terperangkap di sini untuk waktu yang sangat lama, bahkan sampai anak-anaknya lahir. Sudah sebulan penuh sejak kelahiran mereka, tetapi Yuna masih bisa bisa keluar. Bahkan ada kemungkinan dia akan terperangkap di sini untuk seumur hidup.Hidup atau mati sering kali terjadi hanya dalam sekejap mata dan
“Yang perlu kita curigai sekarang adalah kalau anak-anak ini bukan punyaku, berarti mereka siapa? Dan dari mana datangnya mereka? Tapi kalau benar mereka anakku … apa mau mereka?”“Apa mungkin mereka mau menggunakan anak-anakmu untuk mengancammu?” kata Shane. “Atau ….”“Atau apa?”“Nggak, nggak apa-apa! Aku cuma asal ngomong saja.”Mendengar Shane bilang begitu, Brandon juga tidak bertanya lagi lebih dalam. Brandom mengamati raut wajah Chermiko kelihatannya kurang begitu baik. Dia tampak sangat serius dengan kening yang mengerut.“Apa pun keadaannya, anak-anak ini sudah ada di tangan kita. Kita tetap harus merawat mereka dengan baik. Kalian berdua tidur saja dulu, biar aku yang jaga mereka.”“Jangan, kamu sudah kelelahan dari beberapa hari belakangan. Banyak hal yang perlu kamu ambil keputusan langsung, jadi kamu saja yang tidur, biar aku yang jaga!” kata Shane.“Kalian berdua tidur saja. Aku dokter, biar aku yang jaga!” ucap Chermiko.“Sudah, sudah, jangan diperdebatkan lagi! Kemungki